Oleh: Jasin Ibrahim
BARU-baru ini pelecehan seksual marak terjadi dimana-mana. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap kesucian seorang wanita. Kita tahu bersama bahwa, perbuatan tersebut bukan hanya terjadi di era sekarang. Jika kita berkaca pada sejarah, tentu hal ini sudah terjadi pada masa bangsa Arab sebelum datangnya Agama Islam. Dijelaskan dalam buku Api Sejarah yang ditulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara mengenai dengan kondisi bangsa Arab kala itu, yang dimana kehadiran wanita hanya dianggap sebagai pemenuhan syahwatnya. Setiap bayi wanita yang lahir akan dibunuh dikarenakan sebuah pemahaman yang mengatakan bahwa kehadiran wanita hanyalah sebagai beban hidup. Hal ini sudah disinggung di dalam QS. An-Nahl ayat 58 yang artinya:
“Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah”.
Ahmad Mansur Suryanegara mengatakan, bahwa bangsa Arab kala itu tidak memahami hidup tanpa wanita, akan berdampak tanpa kelanjutan sejarah. Pada saat kondisi bangsa Arab kala itu, datanglah Rasulullah SAW dengan membawa wahyunya (Al-Qur’an), yang dimana sangat memuliakan seorang wanita. Kedudukan wanita dalam Agama Islam sendiri sangatlah mulia, bahkan diistilahkan sebagai perhisan dunia yang patut untuk dijaga. Allah SWT berfirman di dalam QS. An-Nisa ayat 34 yang artinya:
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suami mereka) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan Nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka. Tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Namun, jika mereka meanaatimu maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkan mereka. Sungguh Allah maha tinggi, maha besar”.
Di dalam Agama Islam sendiri, kita diperintahkan untuk tidak boleh menyakiti seorang wanita apalagi sampai dilecehkan. Hal itu tentu sangatlah merusak kehormatan seorang wanita. Tapi apa yang kita lihat saat ini sangatlah melenceng dari ajaran Islam itu sendiri. Dari segala bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap wanita dari era klasik hingga era sekarang ini atau yang disebut dengan era milenial, hadirlah sebuah gerakan yang membela kaum wanita yaitu gerakan Feminisme, dan disamping gerakan tersebut juga adanya pemahaman mengenai dengan kebebasan tanpa batas atau disebut dengan Feminisme liberal, yang merupakan salah satu aliran dari Feminisme itu sendiri. Inilah yang menjadi objek penulis pada tulisan kali ini.
Jika kita tinjau secara etimologinya, kata feminisme berasal dari bahasa latin yang disebut dengan Femmina. Kata ini diartikan sebagai perempuan. Dalam sebuah literatur dijelaskan, bahwa Feminisme merupakan sebuah ideologi yang kemudian dikembangkan oleh bangsa eropa barat dalam rangka memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam artian bahwa seorang perempuan juga memiliki hak seperti seorang laki-laki, baik itu dalam bidang pendidikan, sosial dan lain-lain. Menurut Najmah dan khatimah Sai’idah dalam bukunya yang berjudul Revisi Politik perempuan, menjelaskan bahwa, Feminisme adalah suatu kesadaran terhadap penindasan dan eksploitasi terhadap kaum wanita yang terjadi dalam masyarakat, tempat kerja maupun keluarga. Dari bentuk penindasan itulah, gerakan ini hadir untuk menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Di jelaskan dalam sebuah literatur juga bahwa salah satu tokoh yang memelopori gerakan Feminisme pada gelombang pertama adalah Mary Wollsstonecraft, seorang wanita yang berasal dari Inggris. Gerakan pertama ini dimulai pada abad ke-19 sampai abad ke 20 di negara-negara barat. Seiring berkembangnya zaman, hadirlah aliran-aliran dalam gerakan Feminisme, salah satunya adalah Feminisme liberal.
Feminisme liberal berfokus pada ketidakadilan sosial dan hak-hak politik yang setara antara perempuan dan laki-laki, serta mencakup juga pendidikan dan kemandirian atau individualis. Dalam paham Feminisme liberal ini, perempuan memiliki kebebasan secara penuh dan individual, inilah yang ingin penulis singgung. Maksud penulis dalam tulisan kali ini bukan mengkritik Feminisme liberalnya, akan tetapi yang dikritik penulis dalam tulisan kali ini adalah orang-orang yang terlalu berlebihan dalam menganut paham tersebut.
Pada tulisan kali ini penulis tidak terlalu menjelaskan apa pengertian dari Feminisme dan seperti apa ruang lingkup Feminisme liberal itu. Di sini penulis hanya terfokus pada perempuan-perempuan radikal yang berlindung dibalik Women’s liberation (pembebasan perempuan). Paham akan gerakan Feminisme sangatlah membantu wanita dalam menjaga harkat dan martabat mereka. Saya pribadi justru sangat mendukung gerakan tersebut. Kenapa, karena dalam ajaran Islam sendiri tentu sangat melarang akan segala kekerasan yang dilakukan kepada seorang wanita. Hanya saja realita yang kita lihat sekarang ini, banyak perempuan-perempuan yang juga memiliki paham Feminisme justru memberikan peluang kepada laki-laki untuk melecehkannya. Hal ini disebabkan paham yang terlalu berlebihan terhadap kebebasan secara penuh.
Hal ini juga pernah disinggung dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Sri Hariati tentang kritikan terhadap perempuan-perempuan radikal yang berlindung dibalik Women’s liberation (pembebasan perempuan). Karena paham ini justru mengusulkan pembebasan kaum perempuan dari Agama dan moralitasnya yang mereka anggap sebagai kaku dan buah dari agama patriarki. Padahal jika kita lihat justru agama sendiri sangat memuliakan wanita dan melarang akan segala penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan kepada kaum perempuan.
Pernah dikisahkan dalam sebuah literatur bahwa, pada masa Rasulullah wanita-wanita muslimah datang kepada Rasulullah dengan mengajukan sebuah tuntutannya. Mereka berkata: “Ya Rasulullah mengapa hanya laki-laki saja yang disebut Al-Qur’an dalam segala hal, sedangkan kami tidak disebut”?. Dari tuntutan tersebut Allah kemudian menurunkan ayat yang menunjukan bahwa sesungguhnya laki-laki dan wanita memiliki peluang yang sama dalam menjadi makhluk yang mulia disisi Allah SWT. Ayat tersebut dapat kita lihat pada QS. Al-Ahzab ayat ke 35 yang artinya:
“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Dari kisah di atas, dapat kita lihat bahwa Agama Islam sendiri juga mengajarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, bahwa sesungguhnya perempuan juga memiliki peluang yang sama dalam menjadi makhluk yang mulia disisi Allah SWT. Dalam pemahaman penulis, paham yang terlalu berlebihan terhadap pembebasan kepada perempuan secara penuh justru tidak menjadi penghalang mereka untuk tidak dilecehkan. Seperti yang kita lihat pada realita sekarang ini, banyak perempuan-perempuan dengan paham Feminisme liberalnya dengan bebas berpakaian sesukannya, berpacaran, keluar malam tanpa menutup aurat, berlarut-larut dalam kesunyian malam. Hal-hal seperti itu justru memberikan peluang kepada laki-laki yang tidak bertanggung jawab untuk melecehkan mereka. Mereka ingin dilindungi dari terkaman serigala, tapi di satu sisi memberikan membuka peluang kepada serigala untuk menerkamnya. Itulah realita yang kita lihat sekarang ini.
Pada saat mereka dilecehkan, mereka menyalahkan laki-laki dengan menilai mereka tidak memiliki moral dan kepribadian yang baik. Padahal mereka (perempuan) sendirilah yang memberikan peluang kepada laki-laki dengan berpakaian yang tidak pantas dan menghalalkan pacaran. Seharusnya mereka (perempuan) juga perlu mengintrospeksi dirinya dan patut juga untuk disalahkan.
Yang lebih anehnya yang kita lihat pada realita sekarang ini, perempuan-perempuan dengan paham Feminisme liberalnya yang berkuliah di kampus Islam serta mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam justru keluar dari nilai-nilai Islam itu sendiri. Padahal dalam Islam sendiri sudah memberikan petunjuk yang sangat jelas, tapi kenapa mereka justru mengambil petunjuk yang lain. Terlepas dari itu, silahkan kalian melakukan pembebasan sepenuhnya, tapi ingat ada hal-hal tertentu yang harus dibatasi dan diperhatikan, karena jika tidak, apa artinya gerakan Feminisme ini yang dimana ingin mengangkat harkat dan martabat kalian justru membuat gerakan ini menjadi lemah. Sebenarnya kalian paham akan hal itu. Sebab kalian juga diberikan akal, sehingga dengan akal tersebut kalian bisa memilah mana yang benar dan mana yang salah, tapi kalian malah berpaling dari itu.
Hemat penulis, pemahaman yang terlalu berlebihan bisa saja tidak menjadi suatu solusi, malahan bisa menjadi sumber kehancuran. Kembalilah kepada Feminisme yang sesungguhnya, jangan menambah-nambahkan dengan pemikiran yang tidak ada sandarannya. Jadilah wanita yang cerdas dan bijaksana, sebab wanita adalah sumber kelanjutan sejarah umat manusia. Salam feminisme, salam pergerakan, hidup kaum wanita. (*)