Opini  

Dinamika Sebuah Perjalanan Daurah Marhalah 3

Daurah Marhalah 3.

Oleh: Trisna Amrida

Kader KAMMI Malut

KAMMI, sebagai organisasi pengkaderan dan pergerakan memiliki ruang pengembangan kader yang dipetakan melalui jenjang. Daurah Marhalah atau training kepemimpinan dibagi dalam tiga jenjang. Biasanya dikenal dengan DM 1, DM 2 dan terakhir DM 3.

Dalam manhaj pengkaderannya telah jelas terkait piramida ini. DM 1 akan di-screening dan dikukuhkan sebagai AB (Anggota Biasa) 1 bagian dari basis operasional, DM 2 akan di-screening dan dikukuhkan sebagai AB 2 dengan tupoksi Konseptor dan DM 3 akan di-screening dan dikukuhkan sebagai AB 3, yaitu Ideolog.

Penjenjangan dalam alur pengkaderan adalah sebuah keniscayaan. Meski demikian, katanya banyak yang berseru tapi sedikit yang terpilih.

Setelah beberapa kali proses mendaftar yang tentunya di beda-beda tempat, akhirnya takdir mengantarkan saya pada sebuah perjalanan menuju DM 3 di Palu, Sulawesi Tengah. Kenapa saya akhirnya memilih di Palu?

Pertanyaan ini bukan hanya sekali saya terima, belum lagi DM 3 kali ini hanya berselang seminggu dengan DM 3 Jogja yang diikuti 3 kader dari Malut. Semakin menjadi-jadi saya di serang pertanyaan: kenapa tidak pilih ke Jawa? Kenapa harus berangkat sendirian, berbarengan dan sekalian saja dengan 3 yang di Jogja biar sekali jalan.

Jauh hari, Saya memang sudah menargetkan untuk DM 3 di luar Ternate, entahlah di daerah mana yang jelas di luar Ternate. Yang pasti, ke tempat yang belum pernah saya kunjungi. Mengapa? Semacam ada harapan menemukan ritme kesatuan yang mungkin bisa didapati. Apalagi memaknai persoalan dinamika KAMMI. Dan benar saja. Itu ada, saya temukan di Palu.

Daurah Marhalah 3 ternyata kali ini sebagai angkatan pertama. Jumlah kami peserta 11 orang. 7 ikhwan (akh Malik, akh Syahran, akh Yasir, akh Sandi, akh Izat, akh Ibrahim & akh Dayat) dan 4 akhwat ( Trisna, Ukh Nisa, Ukh Nahdia & ukh Hijrah). Semoga Allah Istiqamahkan kita dalam mengemban Amanah.

Singkatnya, perjalanan itu saya mulai Ternate, Makassar-Palu. Saya sedikit menduga-duga, menghadirkan lintasan pikiran yang coba saya susun rapi. Selain daurah, apa yang akan saya dapat disini? Di Palu. Sulawesi Tengah.

Daurah Marhalah 3.

Ukhuwah

Subuh itu, Selasa 24 Januari 2023. Saya berkabar di grup panitia, sekitar pukul 7 pagi saya landing di Palu.
Ternyata lebih cepat. Pukul 6 pagi lewat 15 menitan, pesawat yang saya tumpangi sudah mendarat dengan sempurna.

Katanya, saya akan di jemput. Saya coba menguatkan. Tidak apa, Share loc saja, dimana lokasinya. Saya bisa cari kendaraan sendiri. Wkwkwkw, ini sebenarnya episode menguatkan hati pada petualang sendiri saya yang kesekian ini. Palu. Daerah yang baru pertama kali saya pijaki.

Saya, merasa begitu merepotkan sebenarnya untuk dijemput. Tapi, dengan ini akhirnya awal saya menemukan ruh persaudaraan disini, di Kota Palu, bersama pengurus KAMMI. Perjalanan menjejaki Palu di mulai. Mampir ke Sekretariat KAMMI Daerah sebentar, lalu setelahnya istirahat di kosan salah satu akhwat KAMMI yang hangat. Sungguh, dia yang paling saya reportkan selama di Palu, hehehee. Terima kasih.

Tidak sampai di situ. Nuansa persaudaraan mereka yang dibangun dengan tidak kaku juga menjadi tawaran kenyamanan ada di KAMMI. Komsat sampai wilayah. Inilah yang selalu membuat saya jatuh cinta terus dengan KAMMI. Ada ruh persaudaraan yang sudah terikat bahkan sebelum raga bersua.

Ikhwan sebagai Juru Dapur

Daurah di mulai, perjuangan menghantam rasa kantuk dan lelah dipacu. Seperti biasa… Tapi, di daurah kali ini ada yang berbeda. Saya sedikit kaget ketika tau, makanan yang kami santap dengan begitu lezat ternyata dimasak oleh salah satu ikhwan, kader KAMMI di Palu. Dan itu sampai acara daurah selesai.

Ini, mematahkan stigma bahwa urusan domestik hanyalah tugas seorang perempuan. Saya speechless. Di zaman sekarang, jangankan ikhwan, akhwat saja sudah mulai enggan menyentuh dapur daurah. Bahkan ada beberapa bisikan bahwa kalaupun ada akhwat yang masak, kadang rasanya tidak enak. Ah, ini padahal basis yang harus dimiliki.

Para Pejuang Daurah

Bukanlah kita pernah merasa berjuang sampai benar-benar kita membuktikan bahwa kita berjuang. Bagi saya, daurah adalah tempat melatih mental para pejuang. Ia yang bersiap, Ia yang berseru dan ia yang menghadirkan jiwa sebagai yang terpilih. Para pejuang daurah, mereka yang melintasi lautan, melintasi daratan, hutan, lembah dan yang utama, mereka melintasi ketamakkan diri.

Sebuah cerita singkat yang dikemas dalam lelucon oleh salah seorang teman daurah, mereka melintasi hutan belantara untuk bisa sampai ke tempat daurah kali ini. sesekali mereka terhentak, tapi tak surut untuk berhenti, karena ban motor yang bocor di tengah malam gulita, dan harus menunggu subuh untuk bersiap melanjutkan perjalanan. Perkiraan 1 hari untuk sampai ke tempat daurah, jadi hampir 3 hari. Lelahnya jangan ditanya. tapi setibanya di tempat daurah, keletihan itu rasanya melebur menjadi sebuah kekuatan-kebahagian. Barakallah.

Dari daurah, kita melihat jejak-jejak pembangunan peradaban menapak keletihan diselingi dengan tawa. Jiwa-jiwa yang dipaksa untuk terus beranjak. Sungguh, aromanya memekik, haruuum sekali.

Ayah-Ibu yang Memahami Kewajiban

Apa yang nikmat dari kesaksian di tempat daurah? Adalah mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai ayah atau ibu. Di daurah kali ini, saya menyaksikan salah seorang dari pemateri datang bersama anaknya, sang bapak ngisi materi hingga selesai, dan anak menunggu dengan tenang di kursi belakang.

Atau juga ada pemateri yang datang bersama dengan isti dan anaknya, sang suami ngisi, sang istri dan anak menunggu di mobil dengan sabar.

Juga, ada sepasang suami istri dalam panitia. Sang suami berjuang dalam perangkat daurah, sang istri berkutat dalam lelah mengurusi dapur daurah.

Peserta? Yah, ada yang rela jauh meninggalkan Istri/suami dan anak untuk berhari-hari menuntaskan daurah lalu pulang menuntaskan rindu mereka. Masya Allah.

Bahwa, ada kewajiban saling kuat menguatkan untuk bersinergi dalam menamakan dan menyebarkan benih kebaikan. Dan inilah yang membuat malu para remaja harusnya, masa iya kita bermalas-malasan sedang ada para orang tua yang gigih menebarkan aroma kemuliaan di seantero bumi.

Kenangan 1 pekan di Palu. Saya bertemu dengan beberapa pengurus KAMMI (Palu, Gorontalo, Poso, Kendari) hadir dalam balutan karakter yang unik dan cita-cita gerakan yang seirama.

1 Pekan di Palu. Saya berhadapan dengan diskusi yang beragam, dari yang paling serius sampai hal receh sebagai penetralisasi ketegangan.

1 pekan di Palu. Saya menemui nilai adat istiadat yang kental dengan penanaman nilai-nilai syar’iat yang mengakar.

1 pekan di Palu. Saya mendapati bukti ujian dan pembelajaran dari Rabb atas hidup.

1 pekan di Palu. Saya merasakan bakso kuah kaledo yang hangat juga bawang goreng yang khas.

1 pekan di Palu. Saya menambah koleksi topi KAMMI dan kain tenun, oleh-oleh berkesan.

1 pekan di Palu. Saya menemukan harapan untuk bisa berkunjung kembali. Pada tanah yang terhampar begitu luas, pada puncak-puncak bukti sejarah persatuan.

Sampai pada apa yang nanti akan saya bawa pulang lagi ke Ternate…. Terima kasih.

Salam hangat, untuk angkatan 1 DM 3 Palu, Sulteng. Untuk peserta yang pemberontak yang covernya bijaksana, untuk narasumber yang ilmunya mahal dan untuk para instruktur yang sudah menunaikan kewajiban bertugas, untuk panitia yang sudah memberikan pelayanan terbaik. Saya tunggu kedatangannya di Ternate. (*)