TERNATE, NUANSA – Pemerintah Kota Ternate dinilai tidak serius dalam merampungkan pembangun dermaga Hiri di Sulamadaha, kecamatan Ternate Barat. Karena itu, Aliansi Masyarakat Pulau Hiri (Ampuh) kembali menggelar aksi untuk mendesak Pemkot Ternate segera menyelesaikan proyek tersebut.
Amatan Nuansa Media Grup (NMG) di lapangan, sebelum masa aksi tiba, Wali Kota Ternate M. Tauhid Soleman telah meninggalkan kantor Wali Kota. Sebagaimana diketahui, tuntutan puluhan masyarakat Pulau Hiri tentang pembangunan dermaga sudah berulang kali dilakukan dengan melalui demonstrasi dan hering bersama Pemkot, tetapi hingga saat ini belum juga diakomodir.
Kordinator Aksi Ampuh, Wawan Ilyas, mengatakan kurang lebih sudah 10 tahun fasilitas ini disuarakan. Namun, Dermaga Hiri belum juga terealisasi sampai sekarang.
“Pemkot tidak serius, dan mempolitisir anggaran pembangunan dermaga Hiri. Birokrasi Ternate sangat ekslusif (tertutup) dan tidak punya kemampuan menyampaikan pesan publik secara rasional yang dapat dipercaya,” teriak Wawan dalam orasinya, Rabu (1/2).
Maka visi misi M. Tauhid Soleman mengenai program peduli Bahim (atang Dua, Hiri, Moti) sebagai program prioritas tiga pulau terluar benar-benar harus dipertanyakan.
Wawan menglaim, anggaran percetakan tetrapod dermaga Hiri tahap I berjumlah Rp 1,4 miliar dipangkas menjadi Rp 300 juta lebih, dengan alasan sudah penghujung 2021. Kuasa Pengguna Anggara (KPA) Dinas PUPR menyebut, dari anggaran Rp 300 juta, mencetak tetrapod sebanyak 182 buah. Tetapi, keterangan pihak rekanan CV Diyasel Sejati, menyebut total tetrapod yang dicetak pada 2021 sebanyak 624 buah, dengan rincian ukuran sebanyak 624 buah dan ukuran besar 434 buah.
“Sementara Pemkot lewat Dinas PUPR mengklaim tetrapod yang sudah selesai dicetak pada tahun 2022 sebanyak 1.100 buah. Sumber anggaran dari APBD Induk Kota Ternate 2022 yang digunakan untuk pencetakan tetrapod tahap II. Jika ditambah dengan cetakan di 2021, maka totalnya 1.282 buah. Tapi, kalau menggunakan versi rekanan, harusnya berjumlah 1.724 buah,” ujarnya.
Karena itu, ia mempertanyakan kebenararan dari keterangan itu, Pemkot atau rekanan? Belakangan, terungkap bahwa Pemkot masih punya tunggakan ke PT Mata Intan Cahaya selaku rekanan dalam pencetakan tetrapod tahap II tahun 2022 sebesar Rp 800 juta. Perbedaan keterangan bukan hanya pada jumlah pencetakan tetrapod. Lokasi percetakan tetrapod pun tidak konsisten dan terkesan mencurigakan.
“Ada yang menyebut di Tafure, Toboko, dan ada pula menyebut di Sulamadaha (ibid). Dinas PUPR tidak punya komitmen menunjukkan sisi transparansi kepada publik di dalam pembangunan fasilitas umum untuk orang Hiri,” tegasnya.
Wawan mengaku, perbedaan tidak sampai di situ. Anggaran pencetakan tetrapod tahap III diusulkan dalam APBD Induk 2023 sebesar Rp 3 miliar. Tapi yang disepakati sebesar Rp 2,2 miliar. Di sini, KPA menyebut rincian anggaran tersebut yang diserahkan ke Bappelitbangda sebesar Rp 2,1 miliar.
“Sementara Kepala PUPR mengatakan Rp 3 miliar. Kalau diperiksa, rencana anggaran itu mentok digunakan untuk tambahan cetak tetrapod dan proses penenggelaman saja,” jabarnya.
“Artinya, anggaran untuk bangun fasilitas darat (ruang tunggu, parkiran) dan pengerukan bagian dalam belum terlihat. Jika demikian, apa alasan pemkot melalui Kadis PUPR mengatakan bahwa September 2023 pelabuhan sudah bisa difungsikan? Apakah yang dimaksud adalah tetrapod (pemecah ombak) saja, atau meliputi semua kebutuhan di darat dan di laut,” sambungnya dengan nada tanya.
Ketidakpastian ini menunjukkan bahwa Pemkot tidak serius dan mencoba mempolitisir pembangunan dermaga Hiri menuju 2024. Kecurigaan ini semakin menguat ketika pekerjaan tetrapod tahun 2022 tidak terpublikasi dengan anggaran Induk 2022 senilai Rp 2,9 miliar.
“Bahkan, pemkot berupaya merekayasa jumlah tetrapod untuk meminimalisir anggaran. Padahal, Pemkot belum memiliki kajian matang mengenai situasi dan kondisi pelabuhan, tinggi gelombang, sedimentasi, pasang surut air laut dan kebutuhan tetrapod,” cetusnya. (udi/tan)