LABUHA, NUANSA – Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Ternate, Muammil Sun’an, menantang Bupati Halmahera Selatan, Usman Sidik, atas pengakuan bupati yang mengklaim bahwa 5 paket ruas jalan di Halsel adalah hasil lobi dan perjuangannya ke pemerintah pusat.
“Jika 5 ruas jalan di Halsel adalah hasil perjuangan bupati, saya tantang bupati berbicara di media secara terbuka, bahwa pernyataan mantan Kadis PUPR Malut Jafar Ismail dan Kadis PUPR Saifuddin Djuba tidak benar sesuai pemberitaan media,” kata Muammil kepada Nuansa Media Grup (NMG), Minggu (5/2).
Muammil mengatakan, bahwa yang ia sampaikan adalah sebatas mengonfirmasi pernyataan Kadis PUPR Malut terkait 21 paket pekerjaan yang merupakan proyek multiyears Pemprov yang di dalamnya terdapat pekerjaan 5 ruas jalan di Halsel. Sangat membingungkan jika proyek multiyears Pemprov diakui bupati sebagai hasil perjuangannya.
Demikian juga yang disampaikan mantan Kadis PUPR Malut, Jafar Ismail, bahwa 5 ruas jalan di Halsel merupakan upayanya bersama Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, yang pekerjaannya dilanjutkan oleh Kadis PUPR Malut, Saifuddin Djuba, dan masuk dalam 21 paket proyek multiyears, sehingga publik sudah sangat paham kalau pembangunan 5 ruas jalan di Halsel adalah proyek Pemprov.
Karena itu, Muammil menyarankan kepada bupati agar jangan selalu menggunakan narasi lobi ke pemerintah pusat, seolah-olah negara ini dirumuskan untuk membuka ruang untuk kongkalikong. Karena dalam teori manajemen, jika organisasi pemerintah tersedia ruang bagi saling lobi untuk merebut sumber pembiayaan anggaran publik, maka potensi terjadi korupsi yang luar biasa bagi keuangan negara.
“Apakah bupati mau memberi citra bahwa pemerintahan Jokowi-Maruf Amin membangun sistem pemerintahan yang membuka akses bagi daerah untuk saling lobi-lobi proyek untuk masuk ke daerah? Sehingga bupati menyebut ruas jalan atas hasil lobi-nya yang seolah memaksa presiden mau menerbitkan instruksi presiden dengan memanggil Kementerian PUPR dan Bappenas untuk membahas permintaan bupati itu,” ujar Muammil dengan nada tanya.
“Warga Halsel sudah sangat cerdas dan mengetahui kalau 5 ruas jalan yang rencananya dibangun di Halsel merupakan proyek multiyears Pemprov Malut yang masuk dalam 21 paket pekerjaan Pemprov, sehingga bupati tidak perlu bereaksi berlebihan seolah-olah dia lebih memahami tentang keuangan. Apalagi sampai memproklamirkan dirinya sebagai pahlawan kesiangan yang mana proyek Pemprov, tetapi diakui sebagai hasil kerjanya,” sambungnya.
Ia juga menyarankan kepada bupati untuk banyak belajar tentang perencanaan dan pemerintahan kepada bawahannya. Selain perencanaan pembangunan, juga etika berpemerintahan maupun etika komunikasi antar pemerintah, sehingga tidak menimbulkan arogansi kekuasaan. Yang dimaksud etika komunikasi pemerintah dan arogansi kekuasaan dalam hal ini antar pemerintah kabupaten dan provinsi. Kesannya, agar tidak terjadi disharmonis komunikasi seperti yang terjadi di jalan lingkar Obi.
“Saya sarankan agar bupati perlu banyak belajar perencanaan dan pemerintahan di Kaban Bappelitbangda dan Sekda Halsel Saiful Turuy, sehingga tidak gagal paham dalam berpikir. Selain itu, etika berpemerintahan dan komunikasinya juga harus terbangun baik dengan Pemprov Malut agar tidak terkesan mencaplok sebagian kewenangan Pemprov seperti yang terjadi di jalan lingkar Obi,” ujarnya menyarankan.
Menurut Muammil, jalan lingkar Obi merupakan kewenangan pekerjaan Pemerintah Provinsi Maluku Utara, tetapi bupati dengan arogansi kekuasaannya serentak melakukan gunting pita.
“Hari ini jalan tersebut tidak dapat dikerjakan oleh Pemda Halsel, sebab status jalan lingkar Obi adalah wewenangnya Pemprov Malut. Etika komunikasinya tidak berjalan baik, akibatnya publik dibuat bingung,” ucapnya.
Lebih lanjut, Muammil menjelaskan, sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2004 tentang jalan dan Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, sesuai dengan kewenangan/status, maka jalan umum dikelompokkan sebagai jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.
Ia kemudian menyebut pengertian dari masing-masing status jalan tersebut. Pertama jalan nasional, yang terdiri dari jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi, jalan tol dan jalan strategis nasional.
“Penyelenggaraan jalan nasional merupakan kewenangan Kementerian PUPR, yaitu di Direktorat Jenderal Bina Marga yang dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan jalan nasional dibentuk Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing. Sesuai dengan kewenangannya, maka ruas-ruas jalan nasional ditetapkan oleh Menteri PUPR dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Menteri PUPR,” jelasnya.
Kedua, lanjut Muammil, yakni jalan provinsi. Penyelenggaraan jalan provinsi merupakan kewenangan pemerintah provinsi. Jalan provinsi terdiri dari jalan kolektor primer yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten atau kota, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibu kota kabupaten atau kota, jalan strategis provinsi dan jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ruas-ruas jalan provinsi ditetapkan oleh gubernur dengan SK gubernur.
“Kemudian yang ketiga, jalan kabupaten.
Penyelenggaraan jalan kabupaten merupakan kewenangan pemerintah kabupaten. Jalan Kabupaten terdiri dari jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi. Selanjutnya jalan lokal primer yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten dengan pusat desa, antar ibu kota kecamatan, ibu kota kecamatan dengan desa dan antar desa,” tandasnya. (rul/tan)