Daerah  

Kesal dengan Kebijakan DKP, Puluhan Nelayan Sula Geruduk Kantor Bupati

Aksi puluhan nelayan di depan kantor Bupati Sula.

SANANA, NUANSA – Puluhan nelayan di Kabupaten Kepulauan Sula mengggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Bupati Sula, Senin (6/2).

Aksi tersebut dipicu lantaran para nelayan kesal dengan kebijakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sula, yang diduga sengaja menyampingkan kepentingan nelayan, yakni melarang nelayan Sula mendatangkan kapal jaring untuk menangkap ikan.

“Kami kesal karena DKP Sula melarang kapal nelayan lokal menangkap ikan di rumpon,” ujar Salah satu orator, Raski Soamole.

Sementara Salah satu nelayan asal Desa Waiman, Kecamatan Sulabesi Tengah, Sirajun Tuahung, mengeluh atas bantuan yang diberikan oleh DKP Sula. Bantuan yang diberikan kepada nelayan berupa bodi fiber selama ini tidak pernah diterima.

“Apakah bantuan itu untuk para nelayan kecil seperti kami atau tidak. Padahal kami selalu memasukan proposal permintaan bantuan tersebut,” katanya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sula, Sahlan Norau, menanggapi tuntutan tersebut dengan positif. Kata dia, terkait dengan bantuan fiber di tahun 2022 sebanyak 22 unit yang belum diserahkan kepada kelompok penerima. Karena kelompok yang memasukan proposal berkisar 200 orang. Olehnya itu, DKP Sula masih melakukan verifikasi sesuai juknis yang dikeluarkan oleh KKP.

“Misalkan pengusulan untuk mendapatkan bantuan harus berdasarkan titik koordinat yang tersebar di 12 kecamatan. Berikut untuk kelompok penerima bantuan harus memiliki KUB (Kelompok Usaha Bersama) serta kartu Kusuka atau kartu nelayan yang terdaftarkan di kementerian,” timpalnya.

Menurut dia, dengan persyaratan itu akan diverifikasi dan terpenuhi. Ia akan berupaya agar para nelayan mendapat bantuan fiber sesuai dengan juknis atau data dan koordinat. Sementara 200 proposal yang masuk dan di verefikasi sekitar 23 yang terpenuhi juknis akan disalurkan.

“Kami akan terus berupaya semaksimal mungkin terkait dengan kebutuhan nelayan di tahun 2022 itu. Kami mengusulkan bantuan bodi fiber itu lebih dari 50, baik 1 GT maupun 3 GT, tapi kemudian hasil finalisasi itu hanya 22 unit. Kemudian tahun 2023, kami juga mengusulkan yang sama yakni 3 GT dan 1 GT, namun hasil finalisasi hanya bisa 10 unit melalui dana aspirasi,” terangnya.

Ia juga menambahkan, terkait dengan kapal yang mengambil ikan di rumpon nelayan, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 18 tahun 2021 tentang kepemilikan rumpon dalam pasal 12, rumpon itu alat bantu dalam penjelasan umum, maka satu kesatuan dengan armada.

“Artinya kalau punya rumpon, maka harus punya kapal. Bagi nelayan yang ingin punya rumpon harus ada armada 3 GT sampai 10 GT baru bisa mengurus izin kepemilikan rumpon,” imbuhnya.

“Untuk pemasangan rumpon harus sesuai koordinat dan sejajar. Tidak boleh siksak, kemudian juga jarak pemasangan rumpon itu 1.852 meter, tetapi fakta lapangan bertentangan dengan aturan,” sambungnya.

Namun dengan aturan itu, lanjut dia, seharusnya DPK Sula mengambil sikap. Akan tetapi pihaknya tidak mau, sebab diawal tahun 2022 ada kesepakatan di DKP Malut harus melakukan pembersihan rumpon di perairan Maluku Utara dan itu terjadi di Halmahera Selatan di Obi.

“Tetapi ketika mau masuk di Kepulauan Sula, saya meminta kepada kapal DKP Malut untuk tidak melanjutkan pemutusan rumpon, karena masih menggunakan pertimbangan kemanusiaan. Olehnya itu, DKP Sula tidak melarang kepada nelayan untuk pemasangan rumpon, akan tetapi harus berkordinasi secara baik-baik,” tandasnya. (ish/tan)