Oleh: Raihun Anhar, S.Pd
Pemerhati Umat
PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM) dan PT. Tri Usaha Baru (TUB) telah bekerjasama untuk mengelola tambang emas di Loloda Tengah (Loteng). Sebelum NHM masuk ke Halbar, PT. TUB sudah lebih dulu mengelola emas di sana. Kemudian H. Robert selaku pimpinan PT. NHM mengatakan bahwa akan merekrut karyawan lingkar tambang dan hal itu sudah disepakati bersama Pemda Halbar. Malutpost.id (31/1/2023).
Bupati Halbar James Uang mengimbau kepada warga Halbar untuk menerima kehadiran PT. NHM dan tidak membuat gerakan-gerakan yang menolak karena menurutnya itu untuk kesejahteraan bersama di Halbar. Benarkah demikian?
Sejahtera memiliki empat arti. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk kepada keadaan yang baik, manusia yang hidup makmur, sehat dan damai. Paling identik untuk menggambarkan kesejahteraan adalah dari ekonominya. Jika ekonomi suatu wilayahnya baik maka akan dikatakan rakyatnya sejahtera.
Apakah kesejahteraan bisa dicapai dengan hadirnya PT. NHM di Halbar? Untuk menjawab pertanyaan ini harus melihat penggambaran wilayah yang sudah ada perusahaan tambangnya. Ambil contoh Desa Lelilef di Halteng. Desa kecil ini sejak tahun 1900-an sudah ada perusahaan tambang nikel yakni PT. Weda Bay Nickel (WBN). Kemudian tahun 2010 masuk lagi PT. Tekindo Energi dan terakhir PT. IWIP.
Jika dibilang sejahtera, maka harusnya masyarakat di Lelilef sudah sejahtera. Faktanya malah jauh dari sejahtera, dimana hampir setiap hari puskesmas tak henti menerima pasien dengan berbagai macam penyakit. Harga barang melambung tinggi, kacau karena miras yang menghebohkan Malut yakni perkelahian antara suku. Banyak uang tapi sakit yah percuma uangnya akan habis untuk berobat. Apakah seperti ini gambaran sejahtera? Tentu tidak.
Dari gambaran di atas, jelas bahwa kesejahteraan tidak akan tercapai dengan masuknya perusahaan tambang. Lalu kesejahteraan akan tercapai dengan apa?
Jawabannya adalah dengan menerapkan Islam sebagai sistem kehidupan yang mengatur seluruh urusan manusia. Dengan Islam, maka akan tercapainya kesejahteraan. Hal ini bisa kita lihat di masa keemasan Islam pada kepemimpinannya Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selama Beliau menjadi Khalifah, tak ada satu warga di suatu wilayah yang berhak menerima zakat. Bahkan para jomblo yang sudah siap menikah namun kekurangan modal, maka negara akan membantunya saking kayanya negara karena mengambil Islam sebagai sistem kehidupan. Ditambah lagi di masa itu jangankan manusia yang hidupnya sejahtera, hewanpun sejahtera mereka tidak saling berebut makanan. Apa arti kehidupan yang seperti itu, tentu karena menerapkan Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam semesta.
Harusnya gambaran sejahtera itu sebagaimana di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Iya nggak sih? Dengan demikian, sangat jelas bahwa kesejahteraan itu hanya akan bisa dicapai apabila manusia menerapkan Islam sebagai sistem kehidupan. Sebagaimana Allah SWT. telah berfirman “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Araf 96).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sejahtera adalah beriman dan bertakwa secara totalitas kepada Allah yang maha sejahtera. Menaati Allah SWT berarti menerapkan seluruh perintah Allah SWT dan menjalankan hidup sesuai syariat-Nya. Dengan menaati Allah yang maha sejahtera, maka kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh umat manusia. Wallahu alam bii sawwab. (*)