Oleh: M. Ramdan Umasangadji
Mahasiswa Fakultas Hukum UMMU
DALAM tatanan kehidupan masyarakat agraria tanah, air dan udara menjadi catatan peting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam menjalani keberlangsungan hidup.
Teringat selama 2,5 juta manusia mencari makanan dengan cara mengumpulkan tumbuhan dan berburu hewan yang hidup dan berbiak tanpa campur tangan manusia. Revolusi pertanian adalah salah satu peristiwa paling kontroversial dalam sejarah. Sejumlah partisan menyatakan bahwa revolusi itu telah menetapkan manusia di jalan menuju kemakmuran dan kemajuan. Buat apa melakukan hal lain bila gaya hidup itu menyediakan cukup makanan dan mendukung dunia struktur sosial, kepercayaan religius dan dinamika politik yang kaya?
Saya bukan aktivis lingkungan dan tak menganggap diri sendiri sebagai pecinta alam. Tapi saya selalu berpikir bahwa menjaga sungai dan udara tetap bersih dan bahkan mempertahankan tanah itu pada dasarnya gagasan bagus.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 , bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pempinan-pimpinan politik Maluku Utara harus mampu melihat potensi masyarakat, yang semestinya yang dijelaskan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Pemerintah Daerah (Gubernur) dan Pemda di tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Maluku Utara kini bisa dibilang cacat melihat potensi kebutuhan hidup masyarakat dan bahkan dungu dalam memahami sejarah perjuangannya hukum Agraria. Kenapa demikian, sebab tanah, air dan udara djual habisan-habisan oleh Bupati dan Gubernur Maluku Utara.
Dapat kita ketahui bersama bahwa, kopra, cengkih dan pala adalah satu-satunya potensi yang dimiliki dan yang mampu menjawab kebutuhan sehari-hari masyarakat Maluku Utara. Dan apabila tiga unsur di atas, yakni tanah, air dan udara dirampas dan dicemari akibat kepentingan pimpinan-pimpinan di tingkat kabupaten maupun provinsi dan ulah dari pada aktivitas pertambangan, maka ini bisa disebut eksploitasi dan penindasan keberlangsungan hidup masyarakat pribumi.
Perusahan industri menjadi catatan penting bagi masyarakat Maluku Utara, bahwa tanpa melibatkan perusahaan industri kita mampu untuk bertahan hidup sehari-hari dengan pala, cengkih dan kopra.
Mungkin harga cengkih, pala dan kopra turun ini kita lebih waspada untuk melihat potensi. Sebab ini skema politik sehingga kita sudah tidak fokus lagi terhadap kopra, cengkih dan pala, biar kita menerima purusahaan industry.
Sebab Maluku Utara ini menjadi sorotan kedua oleh purusahaan industry. Bisa disebut Gubernur dan Pemda Maluku Utara gagal memahami pasal 33 ayat (3) UUD 1945. (*)