Oleh: Raihun Anhar, S.Pd
Pemerhati Umat
NASIBMU tak seindah namamu guru. Kembali terulang masalah guru honorer yang tidak digaji selama berbulan-bulan di provinsi yang katanya paling bahagia di Indonesia ini. Sejak tahun 2022 lalu hingga tahun ini selalu pemberitaan lokal diramaikan dengan gaji guru honorer yang tidak digaji. Yang lebih menyedihkan adalah Dikbud meminta para guru untuk bersabar.
Jika kita melihat masalah ini, maka hal ini bukanlah sebuah musibah yang di mana kita diminta untuk bersabar tetapi ini adalah sebuah kezaliman. Mengapa demikian? Karena saat seorang guru telah bekerja maka harus diberikan haknya yakni gaji atau upah. (Klikhalmahera.com 20/2/2023).
Jadi meminta bersabar bukanlah solusi mengatasi masalah tersebut. Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah. Mereka ditugaskan untuk mengajar dan mendidik generasi untuk menggapai masa depan yang lebih baik dengan ilmu.
Jika kejadian ini terus berulang, maka akan mengakibatkan pada mutu pendidikan yang tidak berkualitas. Ditambah lagi kita hidup di tengah gempuran sistem rusak sekularisme kapitalisme, yang makin memperparah pendidikan kini. Walhasil kita bisa melihat anak-anak yang mereka dididik dengan ilmu di sekolah pun sering melakukan hal-hal yang tidak mencerminkan seorang yang terdidik misalnya tidak beradab pada guru, kekerasan, bullying dan masalah lainnya. Masalah ini tentu mempunyai penyebab, dan penyebab terjadinya adalah penerapan sistem kapitalisme sekularisme.
Kapitalisme Sekularisme Memperlakukan Para Guru
Hal yang menimpa guru honorer Malut ini kemungkinan besar terjadi pada para pekerja lain. Misalnya kemarin para tenaga kesehatan Malut juga tidak dibayar TPP-nya hingga mereka demo berulang kali, namun hingga kini belum ada kepastian juga. Semua problematika ini terjadi karena penerapan atau negeri ini mengadopsi kapitalisme sekuler dalam memperlakukan para guru honorer.
Mengapa dikit-dikit kapitalisme sekuler yang disalahkan? Karena kapitalisme adalah sistem ekonomi Barat yang tujuannya adalah meraih keuntungan materi tetapi hanya untuk mereka para pemodal (kapitalis). Sedangkan sekularisme adalah sistem kehidupan yang menjauhkan agama dalam hal apapun termasuk dalam hal memperlakukan para guru honorer.
Sistem hidup hari ini membagi guru dalam beberapa kategori, yaitu sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), PPPK, dan honorer. Semuanya diperlakukan berbeda padahal tugasnya sama. Hal ini harusnya tidak terjadi. Jika yang membedakannya ketiganya melalui tes, maka harusnya bisa disamakan tes untuk setiap guru agar bisa sevisi dalam mengajar dan mendidik generasi hari ini. Dengan begitu Negara akan mudah mengatur para guru karena sudah satu visi.
Selain dibedakan dengan statusnya (PNS, PPPK, dan honorer), mereka juga diperlakukan berbeda dalam hal upah dan tunjangan. Namun gaji mereka pun tidak bisa menjamin kebutuhan keluarga terpenuhi dikarenakan penerapan kapitalisme mengakibatkan harga barang-barang naik. Hal ini tentu berbeda dengan Islam dalam memperlakukan guru dengan landasan bahwa mereka adalah manusia yang harus diperlakukan dengan baik agar meraih ridho Allah.
Islam Memperlakukan Guru
Jika kita mau mengetahui bagaimana Islam memperlakukan guru tentu harus melihat sejarah peradaban Islam dalam naungan khilafah. Dalam khilafah atau sistem pemerintahan Islam yang menerapkan seluruh perintah Allah, khalifah (pemimpin Negara) akan berusaha melakukan yang terbaik dalam memperlakukan para guru. Mengapa? Karena guru adalah orang yang memberikan ilmu. Ilmu dalam islam adalah cahaya atau petunjuk di tengah gelapnya dunia hari ini. Dari anggapan ini tentu Islam menempatkan guru pada tempat yang tinggi.
Guru adalah mereka yang punya ilmu. Terbagi dalam berbagai macam ilmu, ada yang mengajarkan Al-Quran dan Hadis, ada juga yang mengajarkan sains dan teknologi. Di masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, para guru benar-benar diperlakukan istimewah oleh Negara. Mereka diberikan fasilitas berupa rumah dan upah yang menjamin kebutuhan mereka dan keluarga terpenuhi bahkan bisa lebih. Khalifah Umar memberikan gaji guru sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya Rp30.000.000. Guru digaji sama tanpa melihat status PNS atau honorer.
Luar biasa bukan? Begitulah perbedaan antara sistem hidup hari ini (kapitalisme sekularisme) dan Islam dalam memperlakukan guru. Tentu terlihat yang lebih baik dan terbaik adalah Islam. Maka tak ada solusi lain untuk menyelesaikan problem guru kecuali dengan kembali pada Islam. Tunggu apa lagi? Jangan terlalu berharap pada sistem hari ini untuk menyejahterakan guru, lah wong PNS saja tidak sejahtera bagaimana dengan yang honor.
Islam telah terbukti menjamin kesejahteraan untuk guru dalam sejarahnya. Ayo kembali pada Islam agar tercapainya kehidupan yang sejahtera sebagaimana kehidupan di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dengan Islam akan tercapainya kehidupan yang penuh rahmat. Sebagaimana Allah berfirman “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (QS. Al Araf ayat 96). (*)