Kantor Bahasa Maluku Utara Gelar Rakor Revitalisasi Bahasa Daerah

Kantor bahasa Malut menggelar Rakor revitalisasi bahasa daerah.

TERNATE, NUANSA – Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara, menggelar rapat koordinasi revitalisasi bahasa daerah di Hotel Emerald Ternate, Senin (6/3). Revitalisasi bahasa daerah tersebut, yakni bahasa Ternate, bahasa Tobelo, bahasa Sula dan bahasa Makian Timur di Halmahera Selatan.

“Selain keempat bahasa yang direvitalisasi, ada juga penambahan bahasa Sahu yang direvitalisasi tahun ini. Bahasa Sahu adalah bahasa yang sudah mengalami kemunduran Ini berkaitan dengan penambahan bahasa yang dianggap merasa sesuai dengan peta bahasa itu,” kata Kepala Kantor Bahasa Provinsi Malut, Dr. Arie Andrasyah Isa.

“Jadi ini perlu diantisipasi dengan cara merevitalisasi, sehingga kami meminta pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah dan DPRD untuk bisa saling membahu supaya merevitalisasi bahasa daerah sebagai aset budaya dan aset pemerintah Maluku Utara,” sambungnya.

Menurut dia, Indonesia diberikan banyak bahasa oleh Tuhan. Jika tidak dijaga bahasa tersebut, maka akan punah. Selain itu, bahasa daerah merupakan bahasa yang warisan tak benda. Artinya para pemilik bahasa di Maluku Utara harus menjaga dan melestarikan sebagai kearifan lokal dan wajib mewariskannya ke generasi berikutnya.

“Supaya generasi berikutnya dibekali kearifan lokal tadi dan mereka tahu jati dirinya siapa. Kami juga melihat banyak faktor-faktor bahasa daerah punah yang tidak digunakan generasi adalah kawin campur, karena bapak dan ibu berbeda suku tentu saja anak tidak mendapatkan bahasa ibu atau bahasa bapaknya,” tuturnya.

Selain itu, faktor media sosial juga menjadi pemicu kemunduran Bahasa yang membuat anak-anak tidak menggunakan Bahasa. Kemudian sikap bahasa juga menjadi salah satu faktor tidak menggunakan, karena menganggap bahasa daerah adalah bahas terbelakang (kampungan) dan tidak ada prestisenya seperti bahasa Indonesia.

“Faktor utama bahasa daerah tidak diajarkan di sekolah, akhirnya bahasa tidak digunakan sama sekali baik di rumah, sekolah maupun di lingkungan. Kami juga berkolaborasi dengan para komunitas literasi agar bisa mengajarkan anak-anak tentang bahasa daerah. Selain itu, ada komunitas keagamaan seperti bahasa Sahu yang digunakan di Gereja, tapi sifatnya monolog,” terangnya.

Pergeseran bahasa dan perubahan penduduk bisa mempengaruhi faktor-faktor yang membuat bahasa itu tidak digunakan lagi, sehingga revitalisasi bahasa sasarannya di anak SD dan SMP.

Sementara Asisten I Pemrov Malut, Karim Buamona, menambahkan Pemrov hanya mengkoordinir, tetapi menyangkut revitalisasi bahasa ini sepenuhnya ada di kabupaten/kota. Sehingga itu, kewenangannya ada di Wali Kota dan Bupati, karena ada beberapa kabupaten/kota yang sudah masuk dalam kurikulum di tingkat SD dan SMP.

Sehingga itu, butuh peran pemda, tokoh adat, tokoh masyarakat dan lingkungan keluarga untuk mengembangkan bahasa di tiap-tiap daerah, karena banyak generasi sekarang yang tidak paham bahasa daerah dengan adanya modernisasi kemajuan teknologi bahasa daerah yang mulai punah.

“Adanya program revitalisasi bahasa daerah di Maluku Utara ini dapat dikembangkan lagi. Kalau untuk aspek kebijakan sebenarnya ada Dinas Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara,” pungkasnya. (udi/tan)