Oleh: Saldan M
Kamerad SAMURAI-MU
URGENSI bagi penulis ketika membaca dan melihat tindakan serta sikap politis yang diambil oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia saat mempublikasi video meme Ketua DPR-RI Puan Maharani yang berbadan tikus diaplikasi TikTok lewat akun resminya pada Rabu, 22 Maret 2023 kemarin. Satu tindakan nyata dalam proses pengawalan kebijakan legislatif yang semaunya mengesahkan RUU-Cipta kerja menjadi sebuah undang-undang no. 11 tahun 2022 yang menurut amar putusan Mahkama Konstitusi no. 91/PUU-XVIII/2022 sangat bertentangan dengan UUD 1945 sehingga perlunya perbaikan dalam undang-undang cipta kerja selama dua tahun agar menjadi sebuah kekuatan hukum, namun apabila selama dua tahun belum ada perbaikan, maka UU no.11 tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi inkonstitusional.
Ini merupakan catatan MK dalam pengujian formil undang-undang di atas. Akan tetapi pada selasa, 21 maret 2023 UU-Ciptakar disahkan oleh ketua DPR-RI melalui rapat paripurna DPR ke 19 (Bisnis.com edisi 21/03/2023). Dari putusan ini menuai kontrovesi termaksuk penulis sendiri, apakah UU Siluman kata lain dari Citapker telah diperbaiki sehingga sah sebagai Undang-undang? Kalau bisa pertanyaan ini langsung dijawab oleh anggota dan ketua DPR-RI!
Pada titik ini penulis akan mendeskripsikan kompleksitas mahasiswa, media sosial dan politik. Tidak dapat dinafikan dalam perkembangan revolusi teknologi informasi dewasa ini mampu merubah cara berpikir dan tindakan manusia, baik dari sisi budaya, pendidikan, agama, komunikasi dan politik. Hal ini juga mampu mengilhami tindakan protes teman-teman pengurus BEM UI dengan mempertontonkan skandal DPR melalui video meme ketua DPR-RI Puan Maharani berbadan tikus, keluar dari bongkahan gedung DPR dan secarik kertas UU no. 11 tahun 2022 yang terbakar dengan penegasan “kami butuh DPR sebagai perwakilan rakyat bukan sebagai perampok sendiri”.
Video ini beredar setelah sehari ketua DPR-RI mengesahkan undang-undang cipta kerja dalam rapat peripurna ke 19 di senayan. Dalam kacamata ilmu semiotik penulis melihat bahwa BEM UI mencoba untuk memberitahukan kepada kita semua penduduk Indonesia dan jagat raya, baik di dunia natural maupun virtual bahwa simbol tikus got dalam video tersebut merupakan hama yang harus dibersihkan dan di dalam gedung DPR konon gedung mulia sekarang dipenuhi hama-hama yang mampu merusak tatanan sosial sedang tumbuh berkembang.
Sangat jelas sikap politik BEM UI dalam menyikapi pengesahan UU no.11 tahun 2023. Bahwa menurut seorang kolumnus Jawa Pos, Ahmad Sahidah dalam opini yang bertajuk “Menagih Janji Intelektual” edisi 03/03/2013 menuturkan sejatinya mahasiswa memiliki peran sosial politik serta menjadi mercusuar atas problem kenegaraan saat ini. Sikap dan tindakan yang dilakukan oleh BEM UI bukan hanya persoalan ini, banyak gerakan protes sebagai manifestasi control sosial atas kebijakan seperti Jokowi End Game, penolakan kenaikan BBM dan RKUHP dan masih banyak lagi.
Memang menjadi mahasiswa tidak mudah, terlihat ketika mahasiswa memprotes kebijakan pemerintah, baik melalui perangkat aksi demonstrasi/pengeras suara maupun piranti Tik-tok sebagai media sosial menurutnya tidak berimbas baik pada kepentingan masyarakat Indonesia. Ini juga yang dialami oleh BEM UI ketika mempertontonkan skandal DPR-RI dengan menampilkan sosok Puan Maharani sebagai akumulasikonstituen Indonesia yang berbadan tikus.
Tetapi memang tidak menutup kemungkinan demonstrasi mahasiswa menuai komentar pro dan kontra atau mungkin ancaman sebab telah mengusik citra pemerintah. Ada yang mengapresiasi terlihat pada unggahan akun resmi Tik-tok BEM UI yang sampai 71.0 K komentar dengan durasi 22 detik. Seperti komentarnya @yopiana mengatakan “jangan pernah takut berbuat baik”. Kemudian komentar dari akun @putrimwj “mewakilkan bangat….sukses terus untuk kita semua yang sama-sama berjuang menyuarakan suara rakyat” dan @gema_tegar “mahasiswa seluruh indonesia selalu bersama dan setuju dengan BEM UI” dan sebagian besarnya mendoakan keberanian atas tindakan BEM UI memprotes keputusan tersebut serta masih banyak komentar-komentar dari netizen yang belum sempat dituliskan.
Sedangkan disisi lain dari postingan video meme tersebut ada yang mengkomentari dengan nada sinis seperti alumni UI sekaligus mantan ketua BEM UI yaitu Faldo Maldini: “di sisi lain, mereka juga kadang naif. Banyak kepentingan memanfaatkan ketulusan perjuangannya. Narasinya mirip layaknya LSM yang didanai asing, juga anti pemerintah yang dari awal asal bukan Jokowi biar laku dagangannya di 2024 nanti”.(CNN Indonesia, 24/03/2023).
Komentar narsis dari Faldo langsung dibalas oleh Melki Sedek Huang sebagai Presiden BEM UI di media Detiknews.com menegaskan publikasi kami cukup jelas menggambarkan kemarahan, kemurkaan dan kedongkolan kami terhadap atas keputusan DPR hari ini. Kalaupun kami memang benar-benar disusupi oleh kepentingan diluar dari kepentingan kami dan masyarakat indonesia, silahkan buktikan karena kami sudah siapkan bukti atas dakwaan yang tidak berdalih tersebut.Hal ini menandakan sikap keseriusan BEM UI atas unggahan Video tersebut.
Media yang mengalami perkembangan signifikan yang dulunya hanya sekedar teks, grafik, gambar. Dengan perkembangan teknologi informasi mutakhir media mengalami transformasi mendasar sehingga bukan hanya teks, gambar dan grafik yang diwartakan kepada masyarakat melainkan gabungan antara teks, gambar, video, grafik atau transmedia. Media digital sekarang bukan hanya berfungsi sebagai penyedia informasi, hiburan, edukasi tapi sebagai alat protes atas kebijakan pemerintah.
Lembaga We Are Social merilis pada Januari 2023 bahwa Tik-tok merupakan aplikasi media sosial yang penggunanya 1,05 miliar jiwa dan Indonesia sebagai pemakai terbesar ke dua dunia dengan jumlah 109.9 juta jiwa setelah Amerika Serikat 113,25 juta jiwa. Dengan rata-rata aktif di media sosial 3 jam 18 menit serta menggunakan jaringan internet selama 7 jam 42 menit setiap harinya (dataindonesia.id). Dari deskripsi data diatas, jelas mengapa BEM UI menggunakan piranti Tik-tok dibandingkan platfrom media sosial yang lain sebagai alat control sosial atas kebijakan pemerintah dengan mengungguhvideo meme Puan Maharani karena secara kuantitas hampir setengah penduduk Indonesia berselancar aktif di gawai TikTok.
Sebuah keniscayaan bagi seorang mahasiswa untuk selalu mengontrol kebijakan pemerintah agar tidak menyimpang dari koridornya.
“Sebab kalau kamu bukan bagian dari penyelesaian, maka kamu bagian permasalahan” (Reom Topatimasang). (*)