JAILOLO, NUANSA – Kebijakan pemerintah yang melarang penjualan pakaian bekas impor berdampak langsung pada anjloknya penjualan barang milik pedagang di Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat. Bahkan ada pedagang yang omzet penjualannya menurun drastis.
Salah satu pedagang pakaian bekas, Lottong, mengaku saat ditetapkannya larangan impor pakaian bekas, kini pendapatannya mulai menurun. Bahkan pakaian bekas yang ia pesan pun tertunda sejak lama.
“Pesanan saya di Ambon sampai saat ini tak kunjung datang, karena mungkin ada operasi atau razia yang gencar dilakukan di kapal jadi agak susah. Pesanan saya tertunda mungkin setelah lebaran baru sampai di Jailolo, karena banyak embel-embelnya,” ujar Lottong, Jumat (14/4).
Pria paruh baya asal Toraja ini menceritakan, mulanya ia mulai melakoni usaha dengan menjual pakaian bekas di Jailolo sejak 2020. Ia mengaku, sejak awal masuk ke Jailolo, pendapatannya sangat lumayan, karena sehari bisa meraup keuntungan sampai Rp7 juta.
“Tetapi setelah 7 bulan hingga satu tahun berjalan, pembeli mulai sepi lantaran terkendala pengiriman barang impor. Apalagi saat ini yang telah diputuskan oleh pemerintah untuk menghentikan impor dan ekspor pakaian bekas, tentu berimbas pada tertundanya pesanan saya, bahkan berbulan-bulan tidak datang karena ada razia di kapal,” tuturnya.
Di sisi lain, ia mengaku padahal dari penghasilan jualan pakaian bekas bersama istrinya itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga menanggung biaya kuliah anak semata wayangnya di Jawa.
“Anak perempuan saya lagi kuliah di Pulau Jawa. Kalau berjualan awal-awal itu ramai, tapi sekarang tiga sampai bahkan lima hari, baru ada pengunjung. Kadang ada yang beli hanya satu buah kaos yang harganya mulai dari Rp20 ribu sampai Rp30 ribu saja. Jadi untuk memenuhi biaya kuliah anak saya, sangat susah,” katanya.
Karena itu, Lottong meminta agar pemerintah tidak perlu memusnahkan pakaian bekas yang sudah terlanjur masuk ke dalam negeri. Kalau yang masuk dari luar negeri dilarang pun tidak mengapa.
“Tetapi saya minta yang sudah ada di dalam negeri tidak usah dimusnahkan, karena saat lihat di televisi, pemerintah pusat bakar pakaian bekas yang begitu banyak yang diturunkan dari kontener,” ujarnya.
Lottong mengatakan, ia bersama istrinya juga ingin mempunyai usaha sampingan, seperti menanam tanaman di perkebunan, namun tidak memiliki lahan di Jailolo.
“Mata pencaharian satu-satunya saya dan istri hanya sebagai pedagang pakaian bekas, jadi larangan ekspor dan impor yang digaungkan oleh pemerintah sangat terasa dengan usaha kami saat ini, apalagi kebutuhan dan biaya kuliah anak kami juga begitu besar,” keluhnya.
“Biasanya sebelum lebaran, kesempatan untuk jualan bisa meraup keuntungan karena pembeli lagi ramai-ramainya. Namun sekarang sudah bingung, barang mulai menipis, sementara stoknya kosong,” sambungnya.
Ia dan pedagang lainnya mengaku bingung sekaligus pasrah, karena beberapa saat lagi mereka harus berhenti berdagang lantaran sulitnya mendapatkan bahan untuk dijual. Barang dagangan berupa celana dan kaos laki-laki stoknya sudah habis karena terkendala pengiriman.
“Saat ini, pedagang pakaian bekas yang ada di Akelamo dan Pasar Jailolo sudah mulai didata oleh pihak kepolisian,” tutupnya.
Sekadar diketahui, pemerintah melarang komoditas ekspor barang bekas sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang barang dilarang ekspor dan barang dilarang impor serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 178/PMK.04/2019. (adi/tan)