TERNATE, NUANSA – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ternate, mendesak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Maluku Utara, agar bertanggung jawab atas kerusakan jembatan Ake Tolemdi yang terletak di wilayah Kecamatan Gane Timur, Kabupaten Halmahera Selatan. Pasalnya, jembatan dengan panjang 13 meter yang dibangun pada 2020 itu terbilang mengalami kerusakan.
Selain itu, HMI juga meminta pihak yang bersangkutan, konsultan supervisi, PPK dan kontraktor agar dievaluasi oleh pihak terkait atas kerusakan tersebut. Sebab pada aspek pelaksanaan pekerjaan, kerusakan seperti ini bisa terjadi karena lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak PPK maupun dari konsultan supervisi. Hal ini bisa saja ada kaitannya dengan pekerjaan yang tidak dilaksanakan secara maksimal.
“Untuk itu, kami mendesak kepada penyedia jasa, BPJN Malut bersama PPK bertanggung jawab terhadap kerusakan tersebut baik secara teknis pelaksanaan maupun regulasi, serta segera meninjau penyebab kerusakan dan melakukan langkah antisipasi guna menghindari risiko kecelakaan pengguna/pengendara,” tegas Ketua HMI Ternate, Muhdi Abd Rahman kepada Nuansa Media Grup, Rabu (26/4).
Muhdi menerangkan, kerusakan pada beton bangunan tersebut sangatlah tragis dan cukup disayangkan, apalagi usia jembatan baru berkisar 2 tahun. Secara umum (teknis pelaksanaan) kerusakan seperti itu disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya mutu beton yang disyaratkan tidak terpenuhi dan berdasakan spesifikasi umum Bina Marga lantai jembatan beton fc 30 Mpa.
Kemudian dimensi/ukuran tidak sesuai desain (cek ketebalan lantai jembatan, tebal lantai jembatan itu 20 cm). Diamater dan jarak antar tulangan (cek tulangan lantai yang digunakan) biasanya D12-200 untuk tulangan memanjang (tulangan bagi) dan D12-100 untuk tulangan melintang (tulangan utama) yang mungkin tidak terpenuhi.
Selain itu, proses pengecoran mengabaikan Slump Test, pemadatan saat pengecoran tidak maksimal, sehingga terjadi rongga pada beton, atau pencampuran di mixer tidak maksimal sehingga sebagian bahan mengalami segregation. Kemudian perawatan beton (curing) tidak dilaksanakan pasca pengecoran dan beton belum mencapai umur beton, tetapi sudah dilewati kendaran dan penyebab lainnya.
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, pada ketentuan umum dijelaskan definisi kegagalan bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil jasa konstruksi.
“Dalam aspek kegunaan, jalan jembatan yang digunakan oleh masyarakat terutama pengemudi sangat berisiko, karena kerusakan yang terdapat di tengah lajur lalulintas jembatan, tepatnya di atas plat injak jembatan yang dapat merambat hingga ke bagian lainnya apabila ada daya tekan yang disebabkan oleh beban hidup secara terus-menerus,” jelas mahasiswa jebolan teknik arsitektur itu.
Di bagian lain, Muhdi mengaku Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi yang menjunjung tinggi nilai insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab, tentu mengkritisi kerusakan merupakan sebuah kewajiban dan tanggung jawab dengan landasan tinjauan dan pengalaman yang akademis.
“Sebagai mahasiswa lulusan teknik arsitektur dan pernah mempelajari teori konstruksi dan manajemen proyek, memiliki kewajiban sebagai insan akademis untuk mengkritisi berbagai persoalan konstruksi pembangunan yang nantinya dinikmati oleh masyarakat,” tuturnya.
Ia pun mengimbau kepada seluruh kader HMI untuk tidak berdiam diri ketika melihat adanya kejanggalan pelaksanaan pembangunan infrastruktur fisik maupun non fisik yang terjadi di negeri ini, khususnya di wilayah Provinsi Maluku Utara. Sebab itu merupakan tugas dan kewajiban dalam mengawal serta mengawasi prospek pembangunan di daerah. (tan)