Opini  

Imam Masjid Tak Dapat Insentif, Bukti Amburadulnya Sistem Kapitalisme

Raihun Anhar.

Oleh: Raihun Anhar, S.Pd

Pemerhati Umat

EMPAT Imam masjid di Kota Ternate belum mendapatkan insentif karena terkendala belum ada rekening BPRS. Mengingat usia mereka yang sudah tua sehingga hal itu menjadi kendala. Mereka juga masih diberikan waktu sebulan untuk membuka rekening yang dimaksud karena pengajiannya melalui rekening (non tunai). Kemudian mengejutkan bahwa salah satu dari keempat imam itu telah wafat. (Haliyora.id).

Dari masalah ini dapat kita lihat pertama, Malut masih kekurangan pemuda yang berkontribusi untuk menjadi imam masjid. Kedua, negara tidak menjamin masa tua warga negaranya, walhasil sudah tua pun masih bekerja. Dari kedua sisi inilah membuat masalah tidak tersalurnya insentif imam masjid tersebut terjadi. Jika para imam itu adalah anak muda, maka urusan pembukaan rekening akan segera mereka buat mengingat usia masih muda, tubuh masih kuat untuk menunggu antrean di bank.

Sistem kapitalisme memang tak akan bisa mengatur kehidupan menjadi baik, namun makin memperburuk. Negara harusnya bisa melahirkan para imam masjid muda yang tartil bacaan Qur’annya. Dengan begitu, maka masalah ini tidak akan terjadi. Namun bukan berarti imam yang usianya sudah tua tidak baik, tetapi alangkah lebih baik jika imam masjid itu masih muda. Bukan begitu?

Sistem upah yang amburadul bukan hanya terjadi pada para imam. Tapi beberapa profesi seperti nakes RSUD CB juga beberapa waktu lalu tidak mendapatkan hak mereka berupa tunjangan. Hal ini menunjukkan buruknya sistem pengupahan dalam kapitalisme. Lalu bagaimana sistem pengupahan yang benar? Tentu sistem itu harus sesuai dengan perintah Allah, karena Allah tidak pernah zalim dan salah dalam mengatur hambanya.

Dalam Islam, siapapun orang yang telah bekerja harus diberi upah sebelum kering keringatnya. Itulah prinsip Islam dalam pengupahan. Rasul saw. juga bersabda:

أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ، قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُه

“Berilah ajir upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah, al-Baihaqi, ath-Thabarani, Ibnu Zanjawayh, al-Qudha’iy, al-Hakim at-Tirmidzi, Tamam bin Muhammad).

Kemudian haruslah diperhatikan dan pastikan semua pekerja itu mendapatkan upahnya agar tidak diperkarakan nanti di yaumul hisab. Mengingat Nabi saw. pernah bersabda:

قَالَ الله تَعَالَى: ثَلاَثَةٌ أنا خَصْمُهُمْ يَوْمَ القِيَامَة، رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ باع حرا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفىَ مِنْهُ وَلمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ

Allah Swt. berfirman, “Ada tiga golongan yang Aku perkarakan pada hari kiamat: seseorang yang memberi (perjanjian atau sumpah) karenaku, lalu dia melanggar; seseorang yang menjual orang merdeka dan dia memakan harganya; seseorang yang mempekerjakan seorang pekerja dan pekerja itu telah menunaikan pekerjaannya, tetapi dia tidak memberinya upahnya.” (HR Al-Bukhari)

Disinilah dibutuhkan peran negara yang maksimal untuk menjamin upah itu sampai pada setiap pekerja. Namun berharap pada negara demokrasi kapitalisme akan hal itu tentu akan mendapatkan kekecewaan. Maka kita butuh dengan sistem terbaik sesuai perintah Allah yang telah dicontohkan Nabi Saw. Kemudian diikuti oleh sahabat Nabi yakni negara khilafah. Dengan adanya negara yang memperhatikan hak-hak pekerja, maka masalah insentif ini tidak akan terjadi.

Oleh sebab itu, maka tugas kita hari ini adalah bersama mewujudkan negara tersebut dalam kehidupan ini. Bagaimana caranya? Berjuang bersama dengan dakwah Islam kaffah agar umat muslim mau bersatu mewujudkannya sebagaiman masyarakat Islam Yastrib dulu yang bersatu membaiat Rasulullah Saw membentuk negara Islam. Terbukti setelah Yastrib berubah menjadi Madinah, membawa kedamaian hidup untuk masyarakat Madinah dan membawa berkah untuk seluruh alam semesta. Karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, bukan Rahmat bagi kaum muslim saja. Wallahu a’lam bishawab. (*)