TERNATE, NUANSA – Mantan Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi Maluku Utara, Iskandar Idrus, bakal melayangkan gugatan ke Mahkamah Partai dan Pengadilan Negeri Ternate seusai dirinya diberhentikan dari partai berlambang matahari itu.
Iskandar diberhentikan berdasarkan Surat Keputusan DPP PAN Nomor: PAN/A/Kpts/KU-SJ/126/V/2023 tentang pemberhentian tetap Iskandar Idrus sebagai anggota Partai Amanat Nasional.
Menurutnya, pemberhentian tersebut tidak sesuai mekanisme dan dianggap sepihak, lantaran sebelum SK pemberhentian tersebut diterima, ia mengakui belum pernah menerima surat peringatan (SP) dari DPP PAN.
“Ada dua pertimbangan yang menjadi keputusan DPP PAN dalam SK pemberhentian ini, yaitu dianggap tidak melaksanakan perintah DPP PAN untuk ikut bacaleg di 2024 mendatang dan tidak jalankan perintah-perintah DPP,” kata Iskandar dalam konferensi pers, Minggu (21/5).
“Terkait permasalahan itu, saya sudah jalankan semua dan mengajukan pendaftaran bacaleg DPR RI, hanya saja hal itu tidak diakomodir oleh DPP PAN,” sambungnya.
Ia pun mengaku, keputusan DPP PAN tersebut tentu berimplikasi pada pemberhentiannya sebagai anggota DPRD Malut. Padahal, kata dia, selaku anggota DPRD, kewenangan sepenuhnya bukan hanya melalui partai, tetapi ada wewenang masyarakat yang telah mendelegasikan dirinya untuk mewakili rakyat di parlemen.
“Kalau hal ini kami tidak gugat, maka ada hak-hak masyarakat yang terzalimi di dalamnya. Itu yang menjadi dasar sehingga harus dibawa ke ranah hukum melalui kuasa hukum yang telah dipercayakan,” tuturnya.
Di sisi lain, ia menambahkan, keputusan DPP PAN sangat bertentangan dengan keinginan masyarakat Malut, lantaran dengan direkomendasikan Nita Budi Susanti sebagai caleg di pileg 2024 akan mengalami turbulensi di tengah-tengah masyarakat adat dan terjadi instabilitas politik.
Sementara, kuasa hukum Iskandar Idrus, Hairun Rizal, menuturkan SK pemberhentian tersebut sudah diterima oleh kliennya. Setelah dicermati isi surat tersebut, ia menilai hal itu bisa dilakukan gugatan.
“Kami akan menggugat keputusan DPP PAN. Tentunya ada hak-hak yang melekat dari klien kami, tetapi kemudian langsung diambil tindakan untuk memberhentikan secara tetap sebagai anggota partai,” ujarnya.
Hairun berkata, mestinya kalau menggunakan AD/ART PAN atau Undang-undang partai politik nomor 22 tahun 2011, harus ada mekanisme atau tahapan-tahapan yang dilalui oleh partai dan tidak serta merta langsung mengeluarkan SK pemberhentian.
“Terkait dengan uraian materi-materi yang kami siapkan untuk gugatan, belum bisa dipublikasikan. Nanti majelis hakim yang menilai dan mengadili terkait perkara tersebut. Putusan itu akan menjadi acuan untuk kami taat pada putusan pengadilan,” pungkasnya. (tan)