Opini  

Memperdayakan: Debat Undangan Terbuka Untuk Bacaleg Dapil III Mortim-Morut, Zulkarnain Pina

Iffandi Pina.

Oleh: Iffandi Pina

Ketum BP-HIPPMAMORO 2022-2023

Kritik itu kesopanan dalam politik. Melarang kritik itu justru tidak sopan” (Rocky Gerung)

RASANYA sudah cukup saatnya saya menahan diri untuk tidak membuka aib sendiri kepada khayalak ramai. Apa boleh buat. Saya mesti membuka aib sendiri tanpa harus merasa malu, apalagi merasa berdosa, pada siapapun.

Jujur, sebetulnya saya tak ingin memberanikan diri berkomentar, apalagi ingin menantang satu, dua, dan tiga dari mereka, yang, adalah juga keluarga saya. Bukan karena tak mampu, tetapi memang karena tidak seharusnya. Dan tentu merugikan saya, tapi tidak masalah, sama sekali. Namun orang seperti kami, saya kira perlu kita saling telanjangi sampai benar-benar telanjang agar kesemua ini harus terang-benderang dilihat: siapa salah, siapa benar?

Mulanya, terbilang Kamis, 01 Juni 2023. Saya berkomentar panjang kali lebar dalam dinding salah satu media online (Tandaseru.com), perihal: Oknum BPD Morotai hari ini yang juga terrekrut dalam Panwas. Yang oleh saya, bukan soal suka dan tidak suka. Tapi lebih pada kepantasan dan etika berpemerintahan. Apalagi dalam setiap urusan disangkutpautkan soal keluarga? Dan lalu, dipaksa bisu seribu bahasa?. Hufff.. Kekacauan ini tidak bisa dianggap biasa apalagi dibiarkan larut terjadi sampai berbulan-bulan bahkan tahun.

Opss! Lantas bagimana jika dalam setiap urusan baik itu perkantoran, dan seterusnya. Acapkali yang kita pandang adalah keluarga, kemudian dalam satu waktu (misalnya saja) keluarga kita sendiri melakukan kejahatan “Extra Ordinary Crime” (Korupsi), bagaimana? Apakah kita harus bisu seribu bahasa? Sementara sepanjang yang kita tahu, perbuatan melawan aturan (korupsi dan sejenisnya) itu musuh bersama, siapa pun orangnya dan apapun jabatannya. Ini yang mesti diluruskan.

Dalam hemat saya, mungkin kita semua tahu, atau barangkali akan segera tahu. Dalam Pedoman Panwas Untuk Pemilu Serentak 2024, Nomor: 314/HK.01.00/K1/09/2022. Dalam poin (11), bahwa calon peserta Panwascam yang memiliki jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan/atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, diharuskan mengundurkan diri apabila terpilih.

Kemudian, dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023 juga sangat tegas dan jelas diuraikan pada Bagian Keempat Persyaratan Administrasi Bakal Calon, Pasal 11, pada huruf (k), bahwa Bakal Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, baik Provinsi, Kabupaten dan Kota, mengundurkan diri sebagai (salah satu poinnya) dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

Artinya, BPD dibolehkan ikut dalam seleksi Panwascam atau berkompetisi di 2024. Namun bersamaan dengan itu, BPD diharuskan mengundurkan diri dari jabatan yang anggarannya bersumber dari keuangan negara apabila terpilih. Oleh itulah, saya divonis atas kedangkalannya, adalah Zulkarnain Pina, bahwa saya yang memicu kegaduhan persepsi ini. Saya dan beberapa di antaranya yang bukan dia dianggap melakukan kejahatan berjamaah, rakus dan tidak ikhlas, bahkan katanya, dikuasai otak licik lagi picik.

Pertanyaan kemudian, siapa yang lebih rakus dan tidak ikhlas? Dikuasai otak licik lagi picik? Bukankah kesemua itu ada pada individu yang jabatannya lebih dari satu? Yang, tanpa ampun sedikitpun memberikan orang lain berkesempatan? Tolonggg.. Beritahulah pada lelaki yang satu itu, lelaki yang suka baperan. Katakan dengan lantang sebagaimana Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, berargumen: “Lebih baik dikira buruk tapi terbukti benar. Dari pada dikira baik tapi terbukti bermasalah”.

Terakhir, Saya berkeyakinan lebih bahwa beberapa oknum BPD aktif di Morotai yang juga sebagai Panwas, terlebih, yang masuk dalam partai politik tahu betul ketentuan yang berlaku. Barangkali. Oleh itu lah, Mereka juga (entah) mungkin dengan sangat senang-ikhlas melepas amanah satu memilih satunya dengan “Memperdayakan” pada yang lain, yang, adalah juga keluarga. Bukan soal cemburu, iri dll. Sekali lagi, melainkan, pada menemu-kenali kebutuhan masyarakat tanpa mencederai kepantasan serta etika pemerintah desa. (*)