Akademisi Minta tak Libatkan Siswa dalam Aksi Penolakan Kepsek SMKN 1 Ternate

Siswa SMK Negeri 1 Kota Ternate ikut demo penolakan kepsek. (Karno/NMG)

TERNATE, NUANSA – Penolakan Nurdjana Tahir Junus sebagai Kepala SMK Negeri 1 Kota Ternate terus bergulir. Sejauh ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara belum mengambil langkah tegas.

Terbaru, Senin (5/6), para guru dan siswa-siswi SMKN 1 Ternate kembali melakukan aksi protes penolakan dengan harapan kepala sekolah yang diduga bermasalah itu tidak lagi memimpin sekolah tersebut.

Plh SMKN 1 Kota Ternate, Nuraini Jusuf kepada Nuansa Media Grup (NMG) mengatakan, aksi protes penolakan guru dan siswa yang berlangsung kurang lebih dua jam tersebut masih dengan sikap yang sama, yakni yang bersangkutan tetap ditolak sebagai kepsek.

“Kurang lebih dua jam, guru-guru tetap pada sikap yang sama menolak. Tidak ada orang dinas yang datang. Guru-guru berharap agar tuntutan ini dipenuhi sesuai spanduk yang tertera. Sekarang kami lagi asesmen, dan proses belajar mengajar tetap berjalan sesuai jadwal mulai pukul 07.00 WIT,” jelasnya.

Terkait itu, dosen Universitas Khairun, Astuti Salim, angkat bicara. Ia mempertanyakan persolan penolakan kepala sekolah yang melibatkan siswa. Menurutnya, apapun masalah yang dihadapi sekolah terkait manajemen dan statusnya sebagai kepala sekolah, sebaiknya hanya disikapi oleh guru, dinas terkait (Dikbud) dan para stakeholder.

Akademisi Unkhair Ternate, Astuti Salim. (Istimewa)

Sehingga itu, dosen muda dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unkhair ini menyarankan, agar tidak perlu melibatkan siswa di dalamnya apalagi sampai mogok belajar, karena ini tentu memiliki dampak yang tidak baik. Apalagi sekarang siswa tengah diperhadapkan dengan pelaksanaan ulangan sekolah dan tentu akan terganggu.

“Kalau hal seperti ini tidak perlu melibatkan siswa di dalamnya, karena yang ruginya ada di siswa juga. Guru pun demikian, sebab waktu terbuang oleh hal semacam ini. Untuk itu, dinas terkait harus secepatnya duduk bersama memberikan solusi, sehingga tidak berdampak lebih panjang terhadap siswa, terutama kelas XII yang akan menghadapi ujian akhir. Kekhawatirannya berdampak juga pada mereka,” ujar Titin, panggilan akrab Astuti Salim.

Ia pun menyarankan, agar Dikbud segera mengambil langkah terkait persoalan kepsek itu, agar tidak berdampak lebih luas.

“Siswa seharusnya tidak terjun dan bersentuhan langsung ke hal seperti ini. Dinas harus turun mengatasi ini, sehingga bisa diselesaikan. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Kalau ini sudah diatasi, entah kepsek lama atau baru yang terpenting siswa bisa belajar dan guru bisa mengajar dengan baik. Begitu juga dengan manajemen sekolah akan kembali seperti sediakala,” katanya menyarankan.

Sementara, Dr Syahril Muhammad, menambahkan kurang lebih dua bulan lamanya perdebatan masalah SMKN 1 Ternate belum ada ujung penyelesaiannya. Sebagai pemerhati pendidikan di Malut, ia menegaskan jangan sampai hanya karena jabatan, dapat mengorbankan hak-hak konstitusional anak didik.

Akademisi Unkhair, Dr Syahril Muhammad. (Istimewa)

“Pada prinsipnya, kalau ada masalah, maka Dikbud diberi kewenangan segera menuntaskan hingga sampai pada akar-akarnya tanpa melihat kesalahan yang lain. Dudukkan porsinya, sehingga bisa diketahui benang kusutnya di mana,” ujarnya.

“Saya kira komunikasi itu belum kuat. Saya berharap ada ketegasan Dikbud. Jangan hanya karena satu kepala sekolah yang berbuat masalah, dapat mengorbankan ratusan siswa dalam hak-hak belajar mereka. Cara seperti itu sangat salah. Seakan-akan kita dimainkan bahwa jabatan sekolah siapa yang kuat dia yang dapat. Untuk itu, saya meminta kepada Dikbud harus memberi ketegasan kuat, tidak ada alasan siswa tidak belajar,” tegasnya. (ano/tan)