Hukum  

Penegak Hukum Diminta Usut Dugaan ‘Kejahatan’ Pengusaha Tambang Maluku Utara

Salah satu lokasi tambang Maluku Utara. (Istimewa)

SOFIFI, NUANSA – Forum Asosiasi Pengusaha Lokal Maluku Utara meminta penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian mengusut dugaan kejahatan pengusaha tambang Maluku Utara. Ini ditegaskan Presidium Pengusaha Lokal Malut, Gajali Abdul Muthalib, Senin (3/7).

Menurutnya, ada tiga kejahatan yang diduga dilakukan oleh pengusaha tambang Malut, yakni kasus pencurian besar-besaran nikel mentah (ord) yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan nikel raksasa di Malut. Hal ini, kata dia, merupakan suatu tindakan ilegal mining yang sangat jelas merugikan daerah dan negara, terutama kerugian terhadap masyarakat Malut dan kerugian rakyat Indonesia.

Atas dasar itu, Forum Asosiasi Pengusaha Malut meminta kepada pemerintah daerah, pemerintah pusat dan aparat penegak hukum baik KPK, Polri maupun Kejagung, agar mengusut tuntas kasus ini terutama perusahaan tambang dan oknum penyelenggara negara secara bersama yang dengan sengaja telah melakukan tindakan kejahatan terhadap ekspor nikel mentah tanpa izin dan dokumen yang sah.

“Ini adalah perbuatan kriminal yang tidak bisa ditolelir oleh negara. 5  juta metrik ton nikel mentah bukanlah jumlah sedikit yang kalau dikelola atau diekspor secara prosedural, maka akan membawa dampak manfaat buat negara dan masyarakat,” ujarnya.

Kedua, tidak taat pajak. Kata dia, dari hasil penghitungan Pemprov Malut melalui Dinas Pendapatan Daerah Malut, PT IWIP tidak mau membayar kewajiban ke daerah kurang lebih Rp200 miliar atau lebih atas pajak kendaraan operasional dan alat berat serta pajak air tanah.

Terhadap tindakan ini, kata dia, sungguh PT IWIP yang katanya salah satu Proyek Strategis Nasional tidak mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan seperti pajak pendapatan di daerah.

Atas ketidakpatuhan PT IWIP yang tidak mau membayar pajak daerah tersebut, Forum Asosiasi Pengusaha Lokal merekomendasikan Pemprov dan Pemkab Halmahera Tengah segera mengultimatum untuk memberhentikan sementara aktivitas pertambangan PT IWIP sebelum membayar Pajak Pendapatan Daerah.

“Karena dari pajak daerah tersebut, dapat mengangkat PAD daerah serta dapat mensejahterakan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di lingkar tambang,” tegasnya.

Ketiga, menurut dia, kehadiran PT IWIP tidak pernah menghargai kearifan lokal. Hal ini dapat dicermati dengan kehadiran para vendor dalam melayani kebutuhan logistik di PT IWIP.

“Tidak satu pun pengusaha lokal yang dipakai sebagai vendor untuk melaksanakan aktivitas pertambangan dan suplay logistik terhadap kebutuhan di PT IWIP, seperti kegiatan konsultan, konstruksi, retail, manufactur, BMM dan sejumlah kebutuhan di dalam PT IWIP,” jelasnya.

Jika saja dipakai pengusaha lokal seperti UMKM, lanjut dia, maka pengusaha lokal ditempatkan pada posisi sebagai subkontrak yang kesekian, sehingga sangat merugikan pengusaha lokal.

“Untuk itu, kami menyatakan sikap agar stop menggunakan vendor yang bukan pegusaha lokal atau IWIP sendiri stop menggunakan cara berbisnis sendiri. Kemudian perlu diketahui, yang menghidupkan putaran ekonomi lokal di Maluku Utara adalah pengusaha lokal (UMKM) lokal, bukan para vendor dari pusat yang semuanya adalah titipan oligarki,” tuturnya.

Karena itu, jika kejahatan IWIP dan atau perusahaan tambang lain di Malut dalam hal dugaan pencurian hasil tambang nikel mentah (ord) tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah dan aparat penegak hukum, maka Forum Asosiasi Pengusaha Lokal Maluku Utara akan melakukan class action kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum yang dianggap lalai dalam melakukan tindakan hukum dan tidak akomodatif terhadap kepentingan masyarakat Maluku Utara. (tan)