Oleh: Raihun Anhar, S.Pd
Pemerhati Umat & Lingkungan
LELILEF adalah desa kecil yang berada di Provinsi Maluku Utara, tepatnya di Kabupaten Halmahera Tengah, Kecamatan Weda Tengah. Lelilef dibagi menjadi dua desa, yaitu Lelilef Waibulan dan Lelilef Sawai. Ia dikelilingi perusahaan tambang sejak 1997 diawali oleh masuknya PT. Weda Bay Nikel (WBN), dan sekarang ada PT. IWIP dan PT. TEKINDO, serta kontraktor-kontraktor lainnya. Namun sayang sekali sudah lama masyarakat hidup tanpa air bersih dan lingkungan yang rusak.
Masyarakat sudah menyuarakan hal tersebut kepada pemerintah daerah maupun desa, namun belum ada kabar baik hingga kini. Dulu pernah masuk air bersih yang disponsori oleh PT. WBN, namun telah lama rusak. Air bersih waktu itu juga tidak berkualitas karena ia bisa keruh saat hujan.
Selain krisis air bersih, lingkungan di sana juga kurang baik, dimana gersang serta penuh debu dan polusi. Istilah masyarakat desa “hujan becek, panas baabu/debu”. Ditambah sampah yang makin menumpuk dan bau masih belum terurus.
Dari persoalan yang terjadi di Lelilef, terdapat pelajaran penting bahwa adanya perusahaan tambang tidak menjamin kesejahteraan rakyat. Jadi, jangan bangga dan berharap bahwa dengan adanya perusahaan tambang hidup sejahtera. Lelilef buktinya, puluhan tahun tambang beraktivitas, namun masyarakatnya jauh dari kata sejahtera.
Penguasa Abaikan Urusan Rakyat dan Kapitalisme Penyebab Krisis Lingkungan dan Air Bersih
Masalah krisis lingkungan dan air bersih sudah pernah disampaikan langsung kepada Pj. Bupati Halteng dan Kades Lelilef Waibulan. Akan tetapi hal tersebut belum ditanggapi baik oleh keduanya. Bahkan respons yang mengejutkan diberikan oleh pak Kades Lelilef Waibulan yakni ia marah pada beberapa masyarakat. Sikap yang tak baik itu didapati oleh rakyat yang tengah susah tentu menambah kesusahan. Menjadi pemimpin tidak boleh anti kritik, saat dikritik harusnya evaluasi bukan balik marah. Wajar rakyat mengeluh kepadamu karena kamu pemimpin mereka.
Potret pemimpin anti kritik bukan hal baru di Indonesia. Akan tetapi pemimpin seperti ini sudah biasa dalam sistem kapitalisme. Sudah sering rakyat melihat pemimpin yang demikian. Masih hangat diingatan masalah jalan rusak di Lampung yang dikritik malah pengkritiknya diancam. Selain Lampung, kepala negara juga menunjukkan sikap pemimpin anti kritik juga. Beginilah pemimpin dalam demokrasi kapitalisme.
Tentu masyarakat tidak menginginkan respons buruk dari pemimpinnya. Jika memang ia tersinggung karena kritikan rakyatnya, harusnya ia segera mencari solusi. Pemimpin adalah pengurus rakyat, yang mengurusi seluruh urusan rakyat maka hal tersebut menjadi urusannya.
Dari sinilah, dapat dilihat bahwa pemimpin yang lahir dalam kapitalisme akan rusak. Hal ini mengingatkan akan katanya pak Mahfud MD bahwa malaikat bisa jadi iblis jika masuk di sistem pemerintahan Indonesia. Maka dari itu kita butuh pemimpin yang peduli dan mencintai rakyatnya. Tentu pemimpin yang demikian tidak didapatkan dalam sistem kapitalisme, tetapi butuh Islam.
Semua masalah yang terjadi di Lelilef diakibatkan oleh masuknya perusahaan tambang. Yang merupakan ciri khas dari kapitalisme, memberikan swasta dan asing untuk mengelola SDA. Hal ini terjadi tatkala Indonesia memilih kapitalisme sebagai ideologi yang dianut diawali pada masa Presiden Soeharto yang mengizinkan penanaman modal. Dengan demikian mengubah lingkungan Lelilef yang dulu hijau, kini gersang, berdebu dan polusi, sampah menumpuk, dan krisis air bersih.
Kapitalisme adalah ideologi yang terkenal dengan kekuasaan orang-orang yang kaya. Manfaat menjadi tolak ukur perbuatannya. Walhasil negara memberikan peluang untuk SDA dikelola Asing dan swasta karena ada keuntungan di sana. Lelilef sejak 1997 telah diambil kekayaannya yakni nikel oleh PT. WBN. Kemudian disusul oleh PT. TEKINDO dan PT. IWIP yang dimana tidak memberikan kehidupan yang baik malah sebaliknya.
Perusahaan membuka lowongan pekerjaan besar-besaran, tentu mengundang banyak orang yang datang untuk bekerja. Dengan begitu, walhasil dibongkar area perkebunan untuk membangun hunian warga berupa indekos (kosan). Hutan ditebang untuk perluasan wilayah tambang. Sungai tercemar contohnya kali Wosia yang berada dalam area tambang. Dahulu sungai tersebut diminum airnya, tempat mencuci pakaian dan tempat piknik, namun sekarang tak lagi bisa dikonsumsi dan keindahan itu perlahan hilang akibat pertambangan.
Mayoritas masyarakat kampung terbiasa mengonsumsi air dari sumur, baik untuk minum dan keperluan lainnya. Namun saat ini sumur kebanyakan airnya asin. Walhasil untuk minum dan masak tidak bisa lagi digunakan.
Pemimpin anti kritik dan sistem kapitalisme makin memperparah kondisi Lelilef. Oleh sebab itu, kita butuh pemimpin dan sistem yang akan memperbaiki kerusakan tersebut. Keduanya (pemimpin dan sistem) tersebut tidak akan didapati dalam kapitalisme demokrasi tetapi Islam.
Lelilef Butuh Pemimpin Yang Peduli dan Sistem Terbaik dalam Mengurusi Rakyat
Indonesia sendiri, bukan hal pertama mendapatkan pemimpin yang anti kritik. Masih hangat diingatan kita akan masalah Gubernur Lampung dan kasusnya Bima. Maka dari itu, kita butuh pemimpin yang peduli dengan rakyatnya dan saat mendapat keluhan, ia segera menyelesaikannya. Adakah pemimpin yang seperti itu? Jawabannya ada, mereka adalah para pemimpin yang lahir dalam sistem pemerintahan khilafah yang mengikuti metode kenabian.
Banyak pemimpin yang menjadi dambaan rakyat dalam Islam. Hal tersebut karena Islam memiliki sistem pemerintahan khilafah yang mengikuti metode kenabian. Hampir seluruh Khalifah berusaha melakukan yang terbaik untuk rakyat sehingga dicintai rakyatnya. Namun yang paling terkenal akan kepeduliannya adalah Khalifah Umar bin Khattab. Akan tetapi bukan berarti Khalifah yang lain tidak peduli yah. Bagaimana Umar dalam memimpin? Mau tahu seperti apa, mari kita bahas.
Umar bin Khattab biasa dipanggil Amirul Mukminin oleh kaum muslim saat ia menjadi Khalifah. Umar dikenal akan keadilannya dan kepeduliannya kepada rakyat. Kepedulian Amirul Mukminin juga terkenal dengan pemimpin yang tidak anti kritik. Hal ini terjadi saat ada salah seorang laki-laki memintanya untuk menasihati perempuan yang meminta mas kawin yang berat. Ia pun menyampaikannya di saat khutbah, namun diprotes oleh seorang wanita Quraisy. Respons yang luar biasa diberikan Amirul mukminin adalah mengatakan bahwa ia salah dan membenarkan pendapat wanita tersebut di tengah jamaah shalat. Luar biasa bukan?
Sayyidina Umar selama memimpin, ia setiap malam ronda keliling Madinah untuk memastikan rakyatnya baik-baik saja. Ia pernah memarahi seorang laki-laki yang memberikan muatan yang banyak pada unta.
Semua masalah yang dikeluhkan kepada para Khalifah, semuanya akan segera diselesaikan. Para Khalifah sangat memahami peran mereka sebagai pelayan rakyat. Mereka takut kepada Allah, sehingga menjalani kepemimpinan dengan penuh kehati-hatian. Apabila ada rakyat yang mengeluh, maka akan segera diselesaikan. Begini potret pemimpin dalam khilafah. Hal ini mustahil terjadi dalam demokrasi. Terbukti masalah yang viral pun belum lekas diselesaikan dalam demokrasi. Para Khalifah melaksanakan kepemimpinan dengan baik karena ketaatan mereka kepada Allah. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS Shad [38]: 26).
Oleh sebab itu, maka masalah krisis lingkungan dan air bersih di Lelilef dan seluruh wilayah akan segera diselesaikan apabila memiliki para pemimpin yang penuh tanggung jawab dan cinta. Semua masalah yang ada memiliki solusi dalam Islam dan hal itulah yang diambil para Khalifah dalam menyelesaikannya.
Solusi Islam Terhadap Masalah Lingkungan dan Air Bersih
Kesempurnaan Islam bisa dilihat pada aturannya (syariah). Islam memandang bahwa lingkungan harus dijaga sehingga tidak akan dibiarkan hutan dibongkar untuk pertambangan. Sejatinya emas dan nikel bisa diambil tanpa merusak lingkungan.
Air adalah kebutuhan penting dalam Islam, mengingat dipakai untuk bersuci (thaharah). Segala keperluan makan, minum, mandi, dan lainnya membutuhkan air. Oleh sebab itu, negara akan menyediakan sumber air bersih dengan gratis. Untuk itu, Khalifah akan membandung bendungan untuk menampung air. Buktinya masih ada di Tunisia, terdapat waduk irigasi penting yang terletak sekitar 100 kilometer dari gerbang utara Kota Qayrawan. Di tempat itu terdapat dua waduk yang mengumpulkan air dari wadi Marj Al-Lil. Hal tersebut diikuti oleh Eropa seperti terlihat di Sungai Are, Swis.
Negara juga tidak akan membiarkan para kapitalis untuk membuka bisnis air mineral seperti hari ini. Hal tersebut karena air adalah milik umum yang tidak bisa diswastanisasikan. Berdasarkan pada hadis berikut ini :
“Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Dawud).
Dengan pengaturan yang demikian oleh pemimpin yang amanah, maka akan terwujud kehidupan yang sejahtera. Islam juga mengatur lingkungan agar tetap bersih dan tidak merusak alam.
Khilafah (negara) tidak akan membiarkan lahan hijau dibongkar untuk pertambangan. Melainkan dijaga agar tercipta kehidupan yang berjalan sesuai perintah Allah. Jika menebang pohon dihutan tentu akan memusnahkan kehidupan binatang yang hidup di sana. Padahal manusia membutuhkan tumbuhan untuk bernapas.
Kebersihan akan dijaga dengan baik oleh negara. Hari ini kita melihat Jepang sebagai contoh negara yang bersih, ternyata mereka belajar menata kota berdarakan pada aturan Islam. Yang mengganggu kebersihan lingkungan adalah sampah plastik dan sampah berbahaya yang lama terurainya dan membahayakan. Maka khilafah akan mengurangi plastik sangat banyak dengan tidak memberikan izin kepada industri plastik. Akan tetapi, diambil cara yang lebih baik jika bisa membuat plastik yang cepat terurai.
Masyarakat akan diedukasi untuk menjaga lingkungan. Sehingga terciptanya kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah menutup industri plastik yang lama terurai bersama masyarakat.
Dengan demikian, maka lingkungan dan air bersih akan mudah didapatkan. Tidak sesulit hari ini, semuanya dinikmati secara gratis pula. Indah sekali kehidupan jika mengambil Islam sebagai ideologi/sistem hidup. Terbukti peradaban Islam dalam khilafah yang membawa kehidupan yang sejahtera bukan hanya untuk kaum muslim, namun seluruh alam karena masyarakat beriman dan bertakwa. Sebagaimana firman Allah:
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Araf 96). (*)