SOFIFI, NUANSA – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Maluku Utara senilai Rp117 miliar terus mendapat sorotan publik. Kali ini, giliran praktisi hukum sekaligus Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Malut, M Bahtiar Husni, angkat bicara.
Menurutnya, apabila utang tersebut tidak diselesaikan, patut menaruh kecurigaan terhadap kepala dinas dan elit-elit politik yang diduga bermain di dalamnya. Sebab apapun yang namanya bentuk utang, harus segera diselesaikan. Kalau perlu pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) menelusuri hal ini.
“Kalaupun tidak, patut dipertanyakan ada apa sebenarnya. Untuk itu, bagi perusahaan-perusahaan yang terdapat kekurangan volume, spesifikasi dan dikenakan denda keterlambatan kerja, apalagi sudah di luar masa pemeliharaan sudah pasti menjadi temuan dan ini harus diklirkan. Jika tidak, dari Kejaksaan Tinggi perlu melirik lebih jauh atas temuan tersebut karena nilainya sangat fantastis,” tegasnya, Kamis (6/7).
“Ini dilakukan agar dalam pertanggungjawaban hukum bisa terlihat siapa-siapa saja yang dimintai keterangan atas terjadinya penyalahgunaan wewenang maupun anggaran,” sambung Bahtiar.
Selain itu, kata dia, publik menaruh harapan kepada Plt Kadis PUPR Daud Ismail dalam menuntaskan temuan tersebut. Sekalipun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK di masa kepemimpinan Kadis PUPR sebelumnya, Saifuddin Djuba, tak kunjung tuntas.
“Temuan BPK yang belum diselesaikan ini tentu menjadi catatan penting bagi Plt Kadis PUPR untuk wajib menindaklanjuti dan tidak harus didiamkan berlarut-larut hingga menjadi hal yang tidak bisa terselesaikan,” ujarnya.
Di sisi lain, ia pun menyoroti progres pekerjaan 21 paket proyek Multiyears senilai Rp589 miliar yang dikerjakan kurun waktu tiga tahun, yakni 2022-2024. Pihak penegak hukum, lanjut dia, harus ikut andil memantau perkembangan megaproyek Pemprov Malut yang tengah berjalan, guna mengantisipasi adanya dugaan tindak pidana korupsi di kemudian hari.
“Saya kira setiap pekerjaan proyek yang bernilai tinggi dan kemudian itu menggunakan anggaran negara seharusnya itu diawasi. Bisa saja megaproyek yang menelan anggaran ratusan miliaran rupiah itu bisa jadi adanya dil-dil tertentu, sehingga patut untuk dilakukan pengawasan ekstra ketat. Dengan begitu, dapat meminimalisir adanya temuan, dan jangan sampai sama seperti terdapat pada proyek SMI,” tandasnya.
Sekadar diketahui, temuan Rp117 miliar tersebut terkait dengan pekerjaan 8 proyek jalan dan jembatan yang sumber anggarannya adalah pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). (ano/tan)