JAILOLO, NUANSA – Kepala Bidang Pemukiman pada Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) Kabupaten Halmahera Barat, Demianus Yubu, mengungkapkan kepala desa di lingkup Pemkab Halbar bisa mendapat Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).
Hal itu ia sampaikan menyusul polemik di tengah masyarakat terkait salah satu kaur Pemdes Bobanehena, Kecamatan Jailolo, diduga menerima bantuan rumah swadaya. Isu tersebut bahkan mencuat di media sosial hingga menimbulkan tanda tanya besar di hadapan masyarakat Bobanehena.
“Di Desa Bobanehena memang ada salah satu kaur pemerintah desa yang masuk dalam daftar penerima bantuan pembangunan rumah swadaya, dan sebenarnya hal itu wajar saja. Karena kepala desa pun bisa dapat, yang tidak bisa itu pegawai aktif. Kalau sudah pensiun bisa dapat juga,” jelasnya, Rabu (13/7).
Menurut dia, kemungkinan pihaknya melakukan pendataan awal, warga Bobanehena tersebut belum menjabat sebagai salah satu kaur pemerintah desa, sehingga namanya juga ikut masuk. Sebab kades dan perangkat desa Bobanehena periode sekarang baru dilantik.
“Jangankan kaur, bahkan kepala desa juga bisa terima bantuan rumah. Misalnya Kades Lolori, Kades Idamdehe, bahkan di Loloda ada sekitar enam kades yang terima bantuan rumah, karena kades tidak punya Nomor Induk Pegawai (NIP) yang aktif,” terangnya.
“Ini kan kami ajukan ke pusat. Tapi kalau kades punya NIP aktif, otomatis sudah terbaca di pusat. Jadi dari desa kirim ke kami baru tinggal kami verifikasi,” sambungnya.
Selain itu, Demianus menegaskan, pemdes dan kepala desa bisa mendapatkan bantuan rumah karena berdasarkan petunjuk dan teknis (Juknis) 2018.
Di sisi lain, ada juga polemik yang berkembang di Desa Bobanehena. Di mana ada salah satu warga Desa Galala berinisial RY diduga masuk dalam daftar sebagai penerima bantuan pembangunan rumah swadaya di Desa Bobanehena.
Demianus menerangkan, yang bersangkutan memang ber-KTP dan berdomisili di Desa Bobanehena, hanya saja saat ini RY masih tinggal di Galala. Meski begitu, pondasi rumahnya berada di Bobanehena.
“Tapi informasi yang berkembang, warga di sana (Bobanehan) itu melihat orang tersebut sering sumbang untuk masjid atau bakti masjid atau tidak. Itu yang sering menjadi patokan,” katanya.
“Padahal kami melihat dua administrasi yaitu kartu keluarga dan KTP, jadi ketika dia punya KTP sudah berdomisili di situ, maka tidak jadi masalah,” tambahnya.
Ketika disentil apakah perubahan domisili yang dilakukan oleh RY sedari awal, Demianus mengaku memang jika data domisilinya tidak dari awal saat RY dapat bantuan rumah, kemudian yang bersangkutan mengurus pindah domisili. Namun begitu, pihaknya bakal mengevaluasi bilamana RY sudah jauh sebelumnya berdomisili di Bobanehena.
“Untuk data penerima sendiri, kami tim dari dinas yang turun survei langsung, kami tim juga tidak ada kepentingan apa-apa. Mau dia si A atau si B, kalau memang dia layak masuk sebagai penerima, administrasinya juga layak, maka dia berhak menerima,” tuturnya.
Ia pun mengaku, pada periode sebelumnya pihaknya sudah melakukan sosialisasi sebelum melakukan pendataan. Mantan Kades Bobanehena saat itu mengumpulkan masyarakat semuanya dan pihaknya menjelaskan kriteria penerima bantuan tersebut.
“Bantuan rumah untuk bangun baru itu dengan nominal Rp30 juta, sedangkan untuk rehab dengan sebesar Rp20 juta,” ucapnya.
Lebih lanjut, ada tiga aspek penilaian bantuan rumah, yakni lantai, tembok, dan atap. Jika aspek tersebut rusak semua, maka layak untuk dibangun baru.
“Permintaan dari Desa Bobanehena itu ada ratusan kepala keluarga, tapi sementara ini data Bobanehena ada 17 kepala keluarga yang dapat bantuan rumah swadaya,” tandasnya.
Sekadar diketahui, bantuan rumah swadaya ini dianggarkan sebesar Rp2,2 Miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU). (adi/tan)