Oleh: Raihun Anhar, S.Pd
Pemerhati Umat
BAHAS soal LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) memang tidak ada habis-habisnya. Beberapa waktu lalu mereka mau mengadakan pertemuan se-ASEAN. Sekarang viral selebram kak Melisya yang menikah dengan seorang gay. Suaminya ternyata memiliki hubungan spesial dengan dokter. Heran itu dokter tahu bahaya dari perilakunya mengapa ia lakukan yah.
Dari pengakuan Melisya di Youtube-nya dr. Richard, ia mengatakan bahwa saat ketahuan chat antara suaminya dan dokter tersebut, ia dipukuli hingga memar. Ia juga mengatakan bahwa ia terlalu bodoh sehingga percaya dan merasa tertipu. Mengingat pada saat ia menceritakan kejadian itu kepada teman-temannya, tidak ada di antara mereka yang kaget karena mereka sudah tahu.
Kemudian, di Youtube yang sama suaminya Melisya klarifikasi. Ia mengatakan bahwa panggilan sayang itu benar dan itu biasa bagi dia dan teman-temannya. Lagi-lagi ini bukti bahwa ia gay (laki-laki suka laki-laki). Setiap hari komunikasi dengan si dokter lewat chat, berkunjung ke rumahnya setiap pagi, bahkan curhat hingga menangis, dan memiliki panggilan sayang.
Hal serupa kemungkinan bukan saja dialami oleh Melisya, namun bisa menimpa perempuan di mana saja. Untuk itu kita perlu menghentikan perilaku penyimpangan yang merusak ini. Dari perilaku LGBT itu dapat merusak kehidupan dan mengundang azab sebagaimana dahulu kaum Sodom. Indonesia sendiri terlihat sudah mulai ada peraturan yang mengaturnya, namun tidak jelas karena berada antara mengizinkan dan melarang. Kok bisa Indonesia mayoritas muslim tapi aturannya tidak jelas dalam menyelesaikan masalah LGBT?
Mayoritas muslim namun Indonesia bukan negara yang menjadikan Islam sebagai aturan hidup bernegara. Hanya mengambil sebagian hukum Islam dan meninggalkan sebagiannya. Islam hanya seperti prasmanan, diambil apabila disukai dan ditinggalkan apabila dibenci. Hal itu terlihat dari beberapa peraturan selain LGBT, ada peraturan nikah beda agama yang dibolehkan di beberapa pengadilan negeri, padahal haram dalam Islam. Hal ini cukup menunjukkan bahwa Indonesia hanya mayoritas Islam, namun aturannya bukan Islam melainkan sekuler dan liberalisme.
Ditambah lagi sistem pemerintahan demokrasi yang memberikan kebebasan bagi rakyatnya untuk beragama, mengekspresikan diri termasuk perilaku menyimpang seperti LGBT, dan kebebasan lainnya. Dengan demikian wajar LGBT ditemukan dalam demokrasi. Lah wong diberikan kebebasan.
Tidak mungkin negara yang memberikan kebebasan lalu mencegah kebebasan itu. Demokrasi adalah sistem pemerintah yang diusung oleh Barat. Kehidupan seks bebas di Barat adalah hal biasa. Hal ini juga yang ingin diciptakan di negara-negara pengikut AS termasuk Indonesia. Aturannya juga mengikuti aturan negara adikuasa yakni Amerika Serikat. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah bahwa Indonesia di masa Presiden Soeharto beralih dari blok Timur (Uni Soviet) ke blok Barat (AS). Hal itupun berlanjut hingga kini.
Demokrasi memiliki keturunan seperti liberalisme yang memberikan segala macam kebebasan kepada rakyatnya tanpa melihat apakah dilarang agama atau tidak. Mengapa demikian? Karena asasnya demokrasi ialah sekuler (pemisahan agama dari kehidupan, negara, dan politik, dan juga aturan). Sehingga sekuler tidak akan mengambil secara utuh aturan agama tertentu sekalipun rakyatnya mayoritas Islam. Walhasil kemaksiatan dianggap biasa bagi negara. Maka dapat dikatakan bahwa mayoritas muslim tidak menjamin negaranya menerapkan syariat Islam secara utuh.
Oleh karena itu, mayoritas harus lebih berupaya lagi untuk mewujudkan negara yang menerapkan aturan Islam secara utuh. Karena hanya itulah LGBT dan segala kemaksiatan tidak dianggap kebebasan dan biasa. Rakyat muslim tidak shalat akan dihukum, termasuk pelaku LGBT sudah pasti dihukum hingga tidak berulah lagi.
LGBT dalam Islam merupakan tindakan kriminal karena menghasilkan kerusakan berupa penyakit menular HIV-AIDS serta mengundang azab Allah sebagaiman kaum Nabi Luth as. Sehingga Islam tidak akan membiarkan LGBT tumbuh dalam kehidupan. Berbagai upaya akan dilakukan negara untuk mencegahnya, dan bila ada maka akan diberantaskan hingga tuntas.
Khilafah atau negara yang menerapkan aturan Islam secara keseluruhan memiliki aturan untuk mencegah LGBT dan memberantasnya. Bentuk pencegahan negara adalah mengedukasi rakyatnya dengan dakwah untuk memahamkan hakikat fitrah manusia. Dengan begitu manusia tidak melakukan penyimpangan. Apabila ada yang melakukannya maka akan dihukum.
LGBT sudah jelas haram dalam Islam. Pelajaran berharga juga sudah didapatkan dalam Islam melalui kisah kaum Nabi Luth. Maka saat ada yang melanggar, tentu akan dihukum dengan hukuman yang pantas.
Dalil-dalil Islam tentang LGBT dan hukumannya dalam Khilafah
Pertama, lesbian atau perempuan yang menyukai perempuan. Hal ini dijelaskan dalam hadis. Rasulullah SAW bersabda:
“Lesbianisme adalah [bagaikan] zina di antara wanita” (as-sahaq zina an-nisaa` bainahunna). (HR Thabani).
Hukuman untuk para lesbianisme adalah ta’zir. Artinya hukuman yang ditetapkan tidak dijelaskan oleh nash atau dalil khusus. Jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Ta’zir ini bentuknya bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi (tasyhir), dan sebagainya.
Kedua, homoseksual (gay) disebut liwath. Para ulama telah sepakat bahwa hal tersebut haram. Hal ini berdasarkan pada hadis Rasulullah Saw berikut:
Rasullullah Saw bersabda: “Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad).
Hukuman bagi homoseksual (gay) atau Lelaki Seks Lelaki (LSL) adalah hukuman mati. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai hukuman tersebut di kalangan para sahabat Nabi Muhammad Saw. seperti dinyatakan oleh Qadhi Iyadh dalam kitabnya Al-Syifa. Sabda Nabi SAW, “Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR Al Khamsah, kecuali an-Nasa`i).
Perbedaannya hanya pada pelaksanaan teknis hukumannya. Menurut Ali bin Thalib, gay/LSL harus dibakar. Lalu menurut Ibnu Abbas, harus dicari bangunan tertinggi di suatu tempat, lalu jatuhkan gay dengan kepala di bawah, dan setelah sampai di tanah lempari dia dengan batu besar. Sedangkan menurut Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan, dihukum mati dengan cara ditimpakan dinding tembok padanya sampai mati. Memang para shahabat Nabi SAW berbeda pendapat tentang caranya, namun semuanya sepakat gay wajib dihukum mati.
Ketiga, biseksual yang merupakan zina antara laki-laki dan perempuan. Hal ini juga sudah sangat jelas hukumannya dalam Islam. Allah SWT berfirman:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur ayat 2)
Selain ayat di atas yang membahas hukuman bagi pezina laki-laki dan perempuan yang dicambuk (bagi yang sama-sama belum menikah), adapun hukuman lain yaitu dirajam dan dilempari batu hingga mati (bagi yang sudah menikah).
Keempat, transgender, yang menyerupai lawan jenis. Laki-laki berpenampilan seperti perempuan begitu pun sebaliknya. Jarang kita melihat perempuan merubah dirinya menjadi laki-laki hingga harus merubah kelaminnya. Namun hal itu terjadi pada laki-laki merubah dirinya menjadi perempuan dengan operasi kelamin.
Rasulullah Saw telah bersabda :
“Mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki” (HR Ahmad).
Hukuman bagi yang berbicara atau berbusana menyerupai lawan jenis, adalah diusir dari pemukiman. Rasullullah Saw bersabda:
“Mengutuk orang-orang waria (mukhannats) dari kalangan laki-laki dan orang-orang tomboy (mutarajjilat) dari kalangan perempuan. Lalu, Nabi SAW bersabda lagi. Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian. Maka Nabi SAW pernah mengusir Fulan dan Umar RA juga pernah mengusir Fulan.” (HR Bukhari).
Jika mereka melakukan perzinahan, maka hukumannya disesuaikan dengan pelanggarannya. Bagi mereka yang sudah kelewatan hingga merubah kelamin tentu akan mendapatkan hukuman yang berat dalam negara dan tentu berlanjut hingga akhirat jika tidak bisa lagi mengembalikannya.
Dari peraturan dan hukuman yang berlaku untuk LGBT, sudah amat jelas dalam Islam. Tinggal kita memilih dan mau mewujudkannya sehingga mereka (LGBT) mendapatkan hukuman. Dengan begitu tercipta kehidupan yang aman. Tidak ada kerusakan-kerusakan akibat ulah mereka seperti bebas HIV dan kerusakan lainnya. Demokrasi tidak akan sanggup berantas hingga tuntas sebagaimana Islam. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya kita hadirkan negara yang menerapkan hukum Allah secara utuh untuk menghukum pelaku LGBT hingga tidak berulah lagi. Wallahualam bishawab. (*)