Proyek Jalan di Pulau Obi Terancam Putus Kontrak

Komisi III DPRD Malut saat meninjau proyek jalan dan jembatan di Pulau Obi, Halmahera Selatan. (Karno/NMG)

SOFIFI, NUANSA – Komisi III DPRD Provinsi Maluku Utara meragukan proyek pekerjaan jalan dan jembatan di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, bisa rampung di tahun 2023. Keyakinan itu saat Komisi III DPRD menemukan progres pekerjaan ini baru mencapai 20 persen.

Padahal, Pejabat Pembuat Komitmen PUPR Malut, Sofyan Kamarullah, mengaku pekerjaan dengan nama ruas Laiwui-Jikotamo-Anggai yang menggunakan anggaran Multiyears pada Dinas PUPR senilai Rp27,7 miliar itu progresnya sudah menyentuh hingga 40 persen. Sementara temuan di lapangan baru mencapai 20 persen.

Ironisnya, proyek tersebut tidak didukung dengan peralatan yang cukup memadai, yakni Asphalt Mixing Plant (AMP). Akibatnya, proyek yang dikerjakan PT Addis Pratama Persada itu terancam putus kontrak.

“Kondisi di lapangan sangat memprihatikan, karena yang mereka kerjakan saat ini semuanya pekerjaan minor, sementara waktu sudah mepet. Progres 40 persen terkecuali lapis pondasi agregat kelas A (LPA) dan lapis pondasi agregat kelas B (LPB) sudah dilakukan,” kata Ketua Komisi III DPRD Malut, Rusihan Jafar, Minggu (6/8).

“Kita akan minta laporan di lapangan serta surat-surat tegurannya ke pihak rekanan. Kalau model kerjanya seperti ini, dipastikan kita akan putuskan kontraknya,” sambung politikus Partai Perindo itu.

Sementara, Anggota DPRD Iskandar Idrus menuturkan, progresnya masih jauh yang diharapkan karena belum ada pekerjaan hotmix yang dilakukan pihak rekanan.

“Jelasnya, jauh sekali dengan sisa waktu pekerjaan yang ada. Masalah jembatan masih dalam tahapan kerja, sementara jalan hotmix belum. Ini yang perlu disoal,” ujar Iskandar.

PPTK PUPR Malut, Gandi, mengaku pekerjaan ruas jalan 15 kilometer di dalamnya terdapat tiga jembatan. Dan untuk tahap pencairan, kata dia, sudah 20 persen. Meski begitu, tuntasnya pekerjaan tersebut, tergantung ketersediaan alat rekanan.

“Untuk jembatan tidak ada masalah, karena semua besi sudah di fabrikasi dan tinggal menunggu beling atau rangka jembatan. Dan itu sudah terbayarkan 100 persen. Secara realistis tergantung alat. Kalau alat sudah datang, tetap selesai,” kata dia.

Konsultan Pengawas, Sahril A Bangsa, menambahkan salah satu faktor keterlambatan kerja lantaran tidak didukung dengan adanya AMP. Bahkan persoalan ini sudah disampaikan berulang kali ke PPK, hanya saja tidak diindahkan.

“Kita sudah menyurat ke PPK lebih dari 10 kali. Biasanya surat itu dilanjutkan ke pihak kontraktor. Karena kami tuntutan dengan waktu, maka mereka pesimis tidak akan bisa selesai. Ketika kami menyurat, habis itu rapat dan sampaikan itu, tapi mereka respons kembali tetap siap kerja,” pungkasnya. (ano/tan)