TERNATE, NUANSA – Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-78 RI, pemuda Pulau Hiri, Kota Ternate, bakal melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih di atas bebatuan, karang dan tetrapod pelabuhan penyeberangan Sulamadaha-Hiri.
“Banyak orang pernah upacara dalam laut, ada juga upacara di puncak gunung, ada juga di hutan. Sekarang kami akan upacara di pantai (pelabuhan penyeberangan Sulamadaha-Hiri),” kata Ketua Hiri Institute, Roni Ridwan, Kamis (10/8).
Menurutnya, upacara ini pun bagian dari memperingati perjuangan para pahlawan kemerdekaan yang dulunya dipenjarakan, diintimidasi, diteror, ditembak, bahkan terbunuh di medan juang. Selain itu, kata dia, peringatan hari kemerdekaan ini merupakan bentuk mentransmisi kesadaran berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, upacara bukan sekadar menampilkan simbol-simbol kenegaraan, tetapi harus menceritakan bentuk dan dinamika hidup kewarganegaraan Indonesia, termasuk dinamika dan kondisi warga negara di Pulau Hiri.
“Kita tidak harus membesar-besarkan dengan “hura-hura” dan agenda seremoni, yang pada akhirnya menjauhi masyarakat dari memori kolektif perjuangan penuh darah dan air mata di zaman pra dan setelah kemerdekaan,” ujar Roni.
Kegiatan hura-hura, lanjut dia, akan lebih banyak mendepak generasi dari mental perjuangan tokoh-tokoh bernyali, berpengetahuan dan bermoral.
“Semua terhapus oleh “canda-tawa” agenda-agenda hura-hura. Padahal, orang tua-tua kita, para pendahulu dan pendiri bangsa dulu sengsara, mereka membentuk negara ini dengan pikiran dan tindakan penuh risiko,” tuturnya.
“Kita terlalu banyak menganggap remeh, sehingga yang ada kebanyakan mengadakan kegiatan hura-hura tak ada makna bagi berlangsungnya pembangunan dan demokrasi hari ini,” sambung Roni.
Sementara, Koordinator AMPUH, Ardian Kader, menambahkan tujuan upacara di pelabuhan ini untuk mengingatkan ke Pemerintah Kota Ternate bahwa pembangunan Pelabuhan Hiri adalah hak paling dasar.
Pemerintah, kata Ardian, tidak boleh utamakan membangun gedung-gedung kejaksaan dengan alokasi anggaran yang begitu besar, sementara rakyat masih sangat sengsara menyusuri pelabuhan penyeberangan Sulamadaha-Hiri.
“Kalau kita disebut merdeka, perlu ditanyakan merdeka dalam hal apa? Sedangkan pelabuhan sebagai infrastruktur utama terus diberi janji bertahun-tahun,” kata dia.
“Kalau dilihat, faktanya banyak PNS (guru, nakes, TNI, POLRI, dll) tugasnya di Pulau Hiri, dan setiap hari mereka menyeberang melalui pelabuhan. Tetapi mengapa negara/pemerintah daerah tidak serius membangun pelabuhan,” tambah Ardian dengan nada tanya.
Ia menegaskan, memperingati hari kemerdekaan adalah refleksi sejarah, tetapi juga harus disertai kesadaran dan tanggung jawab menyejahterakan warga negara. Tugas menyejahterakan atau melindungi warga sepenuhnya adalah tugas negara/pemerintah sebagaimana UUD 1945 dan Ideologi Negara Pancasila.
“Pada sila kelima dari pancasila disebut “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Inilah poin pentingnya, bahwa upacara langsung di lokasi pelabuhan karena warga Pulau Hiri sampai saat ini belum merasakan keadilan di jalur laut dengan infrastruktur pelabuhan yang layak,” terangnya.
“Keadilan sosial masih terbajak karena pemerintah justru lebih utamakan kepentingan elit, bukan warga. Warga sengsara, sementara elit senang. Ini hal yang terbalik dari tujuan hadirnya sebuah negara,” tambahnya.
Ardian menerangkan, warga Hiri butuh kehadiran negara untuk mengagendakan program pembangunan yang seadil-adilnya. Pemerintah tidak boleh pilih kasih sebagaimana yang dilakukan Pemkot Ternate. Sebab itu menodai luhurnya cita-cita para pendiri bangsa ini. Sehingga pemerintah daerah harus sadar terkait itu.
“Kami akan kibarkan bendera merah putih di atas tetrapod yang terbengkalai, karena ketidakbecusan pemerintah kota. Kami akan bacakan teks Pancasila dengan Bahasa Ternate. Kami akan buat siloloa tetrapod dan janji-janji pemerintah,” imbuhnya.
Selain itu, tambah Ardian, pihaknya akan membacakan manifesto perjuangan Pelabuhan Hiri yang sudah bertahun-tahun disuarakan. Tak hanya itu, pihaknya pun akan mengadakan pembelaan motoris dan penumpang di atas bebatuan, karang dan tetrapod.
“Kami belum merasakan keadilan. Selama ini peringatan kemerdekaan hanya seremoni semata tanpa kerja terstruktur berbasis data yang merekam fakta kehidupan warga negara. Pemerintah masih lalai di bagian yang itu,” tandasnya. (tan)