Daerah  

Pemerintah Didesak Cabut Izin Tambang Perusak Ekologis di Sagea

Muara sungai Sagea yang berubah warna kecokelatan diduga tercemar aktivitas pertambangan. (Istimewa)

JAKARTA, NUANSA – Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) didesak untuk segera mencabut izin pertambangan di kawasan Desa Sagea, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Pasalnya, aktivitas sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi di Halmahera Tengah ini menghasilkan daya rusak akut terhadap lingkungan yang notabene merugikan masyarakat sekitar di area pertambangan, terutama yang bermukim di Desa Sagea.

Wasekjen Eksternal PB HMI, Safrudin Taher, mengatakan Desa Sagea berada tepat di bantaran sungai Sagea dengan jumlah penduduk sebanyak 1.317 jiwa. Sungai Sagea dengan panjang 7.476 kilometer dan menjadi jalur menuju objek wisata Gua Boki Maruru itu kondisi airnya berubah warna menjadi keruh akibat tercemar sedimentasi yang diduga kuat berasal dari aktivitas sejumlah pertambangan tersebut.

Menurutnya, pencemaran air sungai tersebut sangat merugikan warga Desa Sagea karena sungai Sagea merupakan sumber penting dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan, aktivitas pertambangan di area tersebut lebih cenderung membawa mudarat bagi warga Desa Sagea. Selain itu, pencemaran air sungai di Sagea mengisyaratkan adanya masalah, baik dalam pembuatan maupun pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.

“Perusahaan-perusahaan tambang nikel ini seharusnya telah memiliki sistem dan teknologi mumpuni dalam pengolahan limbah untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, mengingat perencanaan dan kewajiban perusahaan-perusahaan tambang sudah harus tercakup dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup perusahaan. Akan tetapi, justru berbanding terbalik dengan fakta perubahan warna air sungai yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan perusahaan-perusahan tersebut,” ujar Safrudin kepada Nuansa Media Grup (NMG), Minggu (3/9).

Karena itu, ia menegaskan perlu ditinjau kembali terkait izin pertambangan yang berada di wilayah Desa Sagea. Bencana sosial-ekologis yang terjadi di Desa Sagea harus menjadi catatan penting bagi pemerintah, khususnya pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK dan Kementerian ESDM untuk tidak lagi mengobral izin industri ekstraktif berbasis lahan skala luas.

Pemerintah, lanjut dia, baik nasional maupun daerah harus bertindak tegas, yakni mencabut seluruh izin tambang bagi perusahaan yang telah menyebabkan bencana sosial-ekologis di Desa Sagea. Sebab, fakta keberadaan perusahaan pertambangan tersebut membawa kerugian pada masyarakat dan lingkungan di wilayah Desa Sagea.

“Untuk itu, kami mendesak KLHK dan KESDM untuk mengambil tindakan tegas, yakni mencabut izin dan menghentikan aktivitas tambang dan industri ekstraktif lainnya yang berada di wilayah Desa Sagea, yang secara de facto terbukti memproduksi bencana ekologis,” pungkas mantan Ketua HMI Cabang Ternate itu. (tan)