Daerah  

Ativitas Tambang Pasir di Kecamatan Batang Dua Tuai Protes

Aktivitas tambang pasir di Kecamatan Batang Dua.

TERNATE, NUANSA – Aliansi Peduli Lingkungan menolak aktivitas tambang pasir yang dilakukan oleh CV Bintang Jaya Konstruksi di Pulau Apung, Kelurahan Mayau, Kecamatan Pulau Batang Dua, Kota Ternate. Aktivitas pengerukan pasir ini dianggap rawan menimbulkan kerusakan lingkungan atau abrasi pantai.

Koordinator Aksi, Merlon Kuadang mengatakan, mencermati dinamika pembangunan infrastruktur yang masuk di Kecamatan Pulau Batang Dua tahun anggaran 2023 akhir-akhir ini kesannya meresahkan masyarakat. Bahkan hampir di setiap ruang perjumpaan-perjumpaan masyarakat terjadi bahan pembicaraan.

“Proyek pembangunan infrastruktur yang masuk dengan adanya kebutuhan material (pasir dan batu) dengan model pekerjaan penambangan/penimbunan pasir berskala besar di Mayau, jaraknya dari pemukiman kurang lebih 4 kilometer,” ujarnya, Selasa (5/9).

Karena itu, berdasarkan kajian dan analisis, pihaknya menilai sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui berupa pasir dan bebatuan di sekitaran lingkungan pesisir pantai ketika dieksploitasi, maka terjadi kerusakan lingkungan/abrasi pantai. Tentunya ini tidak dapat diperbaharui lagi dengan tangan manusia.

Menurut Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002, pasir laut merupakan bahan galian pasir yang terdapat di seluruh pesisir dan perairan laut Indonesia, yang tidak digolongkan menjadi bahan galian golongan A dan/atau B menurut segi ekonomisnya, dan pasir laut adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Bagi dia, penambangan pasir di laut dilarang dilakukan di laut sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 dan direvisi dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dalam Pasal 35, tertulis bahwa dilarang melakukan penambangan pasir jika dapat merusak ekosistem perairan. Pasal 35 Ayat (1) menyatakan melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya dan melanggar Pasal 109 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Berdasarkan Pasal 66 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Penjelasan pasal ini untuk melindungi korban atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

“Kalau kita punya pulau pasir dengan batu sudah habis lalu terjadi abrasi pantai, kita masih punya harapan hajat hidup lagi atau tidak untuk masa depan generasi (anak cucu) ke depan yang hidup di Pulau Apung (Batang Dua) ini,” kata dia.

Dengan berbagai problem pembangunan infrastruktur yang dikerjakan yang berimplikasi pada kerusakan lingkungan/abrasi pantai yang telah diruntut secara spesifik, maka pihaknya meminta Pemerintah Kecamatan Pulau Batang Dua agar segera menindaklanjuti aksi tersebut.

“Kami meminta kepada Pemerintah Kota Ternate dalam hal ini Wali Kota, Dinas PUPR, DLH dan DPRD Kota Ternate agar cepat turun ke lapangan untuk meninjau lokasi pekerjaan. Di samping itu, juga segera evaluasi pihak proyek sebagai pemenang tender. Karena merusak alam atau lingkungan sama halnya perbuatan melawan hukum. Karena itu, kami akan mengawal aksi ini hingga ke ranah penegak hukum,” tegasnya. (udi/tan)