Pemprov Maluku Utara Dianggap tak Serius Atasi Pencemaran Sungai Sagea

Pencemaran sungai Sagea. (Istimewa)

WEDA, NUANSA – Kondisi lingkungan yang dialami sungai Sagea di Desa Sagea dan Kiya, Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, mendapat sorotan tajam dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Maluku Utara.

Pasalnya, air sungai yang mulanya nampak jernih itu, kini berubah warna kecokelatan yang berimplikasi pada terganggunya destinasi karst pada tempat wisata potensial Boki Maruru.

Ketua ICMI Orwil Malut, Kasman Hi Ahmad, mengatakan hal ini telah membuka mata masyarakat dunia, bahwa aktivitas tambang telah menghancurkan kondisi Sagea dan Gua Boki Maruru sebagaimana ditegaskan Masyarakat Spelelogi Indonesia (MSI) yang berbeda dengan hasil investigasi sementara tim gabungan yang menyatakan pencemaran air sungai Sagea diduga disebabkan adanya longsor di dalam Gua Boki Maruru.

Terkait itu, ICMI akan melakukan kajian lebih lanjut dan hasilnya akan disampaikan ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk ditindaklanjuti.

“Pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tidak serius menangani persoalan lingkungan di Maluku Utara. Apalagi perubahan warna sungai Sagea sudah terjadi sejak 28 Juli 2023 lalu, tetapi ini dibiarkan. Ketika warna sungai Sagea kecoklatan dan ramai di media sosial, barulah pemerintah seolah-olah peduli tentang kondisi lingkungan,” ujar Kasman, Sabtu (9/9).

Di sisi lain, ICMI pun menyoroti pencabutan Keputusan Bupati Halmahera Tengah Nomor: 556/KEP/382/2021, tertanggal 2 Juli 2021 tentang Penetapan Geosite Boki Maruru dan Sekitarnya sebagai Prioritas Pengembangan Geopark Halmahera Tengah oleh Pj Bupati Halmahera Tengah, Ikram M Sangadji, yang menunjukkan tidak adanya upaya melindungi kawasan Geosite Boki Maruru.

“Melalui Keputusan Bupati Halmahera Tengah Nomor: 180/KEP/140/2023, tertanggal 7 Maret 2023, Geosite Boki Maruru sebagai prioritas Geopark dinyatakan tidak berlaku. Itu berarti, di wilayah tersebut bebas dilakukan apa saja,” kata dia.

Kasman berpendapat, melindungi kawasan ekologis merupakan sebagian tanggung jawab sosial siapapun untuk menjaga amanah Allah SWT. Karena rusaknya lingkungan hidup akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada sifat-sifat lingkungan serta unsur-unsur lingkungan yang dapat berakibat pada fungsi dan arti penting lingkungan bagi kehidupan.

“Dengan terganggunya kondisi ekologis di Sagea, kami menegaskan pemerintah baik Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara, dan Pj Bupati Halmahera Tengah tidak profesional menjalankan amanah untuk menjaga kelesatarian alam di Maluku Utara. Kita semua telah khianat dengan amanat Allah SWT untuk menjaga alam dengan baik,” tegasnya.

“Kita belum tahu, apakah 5, 10, atau 20 tahun mendatang, masih adakah lingkungan yang layak ditempati oleh anak cucu kita di Maluku Utara? Sudah saatnya semua komponen strategis di Maluku Utara membangun kesadaran bersama untuk masa depan anak cucu kita,” sambungnya mengakhiri. (tan)