Penegak Hukum Diminta Telusuri Proyek Pembangunan RSUD Sofifi

Proyek pembangunan RSUD Sofifi. (Istimewa)

SOFIFI, NUANSA – Praktisi hukum, M Bahtiar Husni, meminta aparat penegak hukum, baik kejaksaan maupun Polda Maluku Utara agar menelusuri proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sofifi, Maluku Utara. Ini karena proyek multiyears senilai Rp123 miliar itu diduga bermasalah.

Proyek yang didanai PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) ini dibagi dalam dua paket, yakni pembangunan fisik sebesar Rp84 miliar dan pekerjaan Mekanik Elektrikal (ME) senilai Rp39 miliar. Namun begitu, dalam pekerjaan ini ditemukan adanya ketidaksesuaian antara pencairan dengan progres fisik. Apalagi kontrak kerja sama dengan PT SMI sudah berkahir pada bulan lalu. Di sisi lain, pekerjaan mekanikal elektrikal pun hingga kini masih nol progres.

“Atas dasar itulah, perlu adanya penelurusan lebih jauh karena terdapat ketidakberesan atau penyalahgunaan anggaran pada proses pekerjaan tersebut. Kalau pihak penyedia (SMI) telah mencairkan anggaran fisik 15 persen kemudian progres di lapangan 14 persen tentu ini jadi masalah. Belum lagi anggaran mekanikal elektrikal sudah dicairkan, tapi kerja di lapangannya juga tidak ada. Lantas, perlu dipertanyakan uang sebesar itu dikemanakan,” ujar Bahtiar kepada Nuansa Media Grup (NMG), Rabu (20/9)

Jika masalahnya demikian, kata dia, maka pihak rekanan dalam hal ini PT Karya Bisa sudah sepatutnya dievaluasi oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Menurutnya, di akhir batas kontrak yang ditentukan lalu pekerjaannya belum selesai, seharusnya ada sanksi yang diberikan kepada pihak rekanan.

“Namun yang kita lihat tidak ada langkah ini. Ada apa juga sebenarnya? Kalau pekerjaan belum selesai, harusnya ada adendum waktu karena sudah pencairan,” kata dia.

Direktur YLBH Malut ini menegaskan, kondisi proyek RSUD Sofifi merupakan hal yang paling krusial dan patut diduga ada penyelewengan anggaran di dalamnya. Sehingga itu, Kejaksaan Tinggi dan Polda Malut sudah harus menelusuri tanpa harus menunggu laporan.

“Kalau dibiarkan, maka patut diduga anggaran yang begitu besar dikemanakan. Apalagi saat ini sudah putus kontrak dengan pihak perusahaan. Perlu adanya pertanggungjawaban. Kalaupun tidak bisa, uang itu harus dikembalikan untuk proses pekerjaan selanjutnya,” tegasnya.

“Maka dari itu, kami mendesak kepada penegak hukum baik Kejati maupun Polda agar segera menelusuri lebih jauh dengan memanggil pihak-pihak yang dianggap telibat, baik itu Kepala ULP sebelumnya, Pokja, PPK, Kepala Dinas Kesehatan dan pihak rekanan untuk dimintai keterangan atas keterlambatan pekerjaan proyek tersebut,” sambungnya mengakhiri. (ano/tan)