JAILOLO, NUANSA – DPRD Halmahera Barat merasa rugikan daerah jika solusi penutupan Pelabuhan Jailolo dengan menggunakan ponton sebagai tempat berlabuhnya kapal bermuatan besar. Pasalnya, penggunaan ponton oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat dianggap bakal mengeluarkan anggaran hingga miliaran rupiah.
“Jangan sampai ponton yang diajukan ini menguras anggaran miliar rupiah, sementara kita hanya pakai sesaat. Makanya DPRD mencoba melihat dan mempertanyakan soal keberlanjutan pasca ponton itu nanti diapakan,” ujar Wakil Ketua II DPRD Halbar, Riswan Hi Kadam, kepada awak media, Senin (25/9).
Menurutnya, dalam menindaklanjuti rencana atau isu penutupan pelabuhan, Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Jailolo telah diundang pada pekan kemarin. Pihaknya pun mencoba memboboti beberapa poin.
“Kalau intervensinya melalui jembatan alternatif itu status asetnya milik Pemda atau siapa. Oleh KUPP itu mendorong menjadikan keberlanjutan jangka panjang sebagai pelabuhan semut yang konsep seperti Mangga Dua, Kota Ternate, dan Sidangoli untuk dibuka satu space secara permanen. Pelabuhan Semut yang berkonsep seperti Sidangoli dan Mangga Dua untuk pelayaran pelabuhan speedboat,” jelasnya.
Selain itu, DPRD juga menyoroti posisi dan peran Pemkab Halbar dari sisi pendapatan asli daerah (PAD) atau retribusi. Di mana, KUPP menawarkan agar pemerintah daerah mengajukan permohonan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tentang pemanfaatan wilayah pelabuhan, sehingga punya legal standing kalau sudah menagih tentu negara harus ada persetujuan dari KPKNL. Sehingga, ada permohonan kerja sama pemanfaatan ruang atau wilayah pelabuhan.
“Jadi dari sisi pendapatan juga masuk kalaupun ini bisa didorong, yang krusial itu jangan sampai dianggap tumpang tindih pembiayaan ada pembangunan APBN dan kemudian ini masuk ke daerah,” tegas politikus PKB itu.
“Makanya kami bersepakat akan mengundang, termasuk di dalamnya aparat hukum (pihak kepolisian, kejaksaan, inspektorat) untuk dimintai pandangan terhadap posisi ini. Kalau memang ini benar urgen, maka tetap dieksekusi oleh daerah,” sambungnya.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Halbar, Robinson Missy, menambahkan pimpinan dan anggota komisi I telah melakukan pertemuan dengan organisasi angkutan darat (Organda) Halbar.
“Agenda DPRD dengan Organda itu adalah informasi terkait dengan rencana penutupan pelabuhan, dan mereka sudah datang melaksanakan rapat. Poinnya adalah bahwa di pelabuhan itu ada dua yuridiksi yang tunduk pada aturan yang sudah diatur oleh Kementerian Perhubungan, lalu ada yang diatur oleh pemerintah daerah di sini,” kata dia.
Selain itu, Robinson mengaku dalam rapat tersebut pihaknya tengah mencari solusi hingga dukungan Pemkab Halbar pada perkembangan pelabuhan. Sebab dikhawatirkan pada Desember nanti bakal terjadi inflasi.
Kendati begitu, politikus Golkar ini mengaku, Pemkab Halbar tentu punya ketentuan tersendiri menyangkut dengan APBD yang digunakan.
“Jadi kami sudah mendapatkan informasi ada goodwill dari Kepala UPP Jailolo, kira-kira kalau pemerintah mau masuk pada aspek ruang mana yang bisa dimasuki dan itu kami berupaya untuk tetap mengedepankan kepentingan publik, tetapi soal kehati-hatian itu bagaimana anggaran ini dipergunakan juga menjadi atensi dari pemerintah daerah,” terangnya.
Bahkan, Organda juga menduga jika Pelabuhan Jailolo ditutup, sudah tentu berdampak terhadap mereka, karena ada beberapa unit-unit di Organda yang mewakili langsung sopir yang hubungannya jalur Tobelo-Ibu.
“Kehadiran Organda sudah cukup merepresentasi. Kami sudah menangkap dan kami berharap bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama, DPRD akan mencoba memfasilitasi sehingga semua stakeholder duduk bersama dan mencari jalan keluar,” pungkasnya. (adi/tan)