Daerah  

DLH Ungkap Penyebab Matinya Ribuan Ikan di Pantai Ternate

Syarif Tjan saat turun ke lokasi matinya ribuan ekor ikan di Pantai Sasa, Kota Ternate, beberapa waktu lalu.

TERNATE, NUANSA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate merilis hasil uji sampel terkait matinya ribuan ikan di pesisir pantai Kelurahan Sasa, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, beberapa waktu lalu. Hal tersebut berdasarkan hasil uji sampel dari Water Laboratory Nusantara (WLN) Manado.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Kota Ternate, M Syarif Tjan, mengatakan ada 5 parameter yang melebihi baku mutu sesuai hasil uji sampel dari Water Laboratory Nusantara (WLN) Manado.

Di antaranya, parameter BOD dengan baku mutu 20 mg/l, naik menjadi 26 mg/l, parameter Nitrat (NO3) dengan baku mutu 0,06 mg/l mengalami kenaikan 0,37mg /l, parameter Amonia (NH3) dengan baku mutu 0,3 mg/l naik menjadi 2,72 mg/l, parameter ortho phosphate (OPO4) dengan baku mutu 0,15 mg/l naik 0,412 mg/l, dan parameter Hidrogen Sulfida (H2S) dengan baku mutu 0,01 mg/l naik 0,400 mg/l.

“Jadi salah satu penyebab ikan mati adalah meningkatnya parameter Hidrogen Sulfida (H2S) yang melebihi baku mutu,” kata Syarif, Kamis, (28/9).

Menurutnya, H2S berasal dari dalam lumpur/sedimen yang terbentuk dalam kondisi anaerob akibat dekomposisi limbah organik yang terakumulasi bertahun-tahun.

“Karena di lokasi kejadian (pantai Sasa) sirkulasi air mengalami penurunan karena letaknya di belakang breakwater, sehingga proses pembentukan lumpur dan sedimen sangat cepat,” jelasnya.

Pantai Kelurahan Sasa, kata dia, terdapat tiga muara barangka (kali mati) yang pada saat hujan akan membawa sedimen dari darat termasuk limbah.

“Jadi H2S terbentuk dalam sedimen di sekitar pantai Sasa berasal dari limbah organik, saat H2S terangkat ke permukaan itulah yang menyebabkan ikan mati,” terangnya.

Ia pun mengaku, akan ada langkah teknis yang dilakukan oleh Pemkot Ternate melalui DLH, yakni dilakukan pembersihan sampah di barangka, kegiatan Industri UKM Pabrik Tahu yang mempunyai IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) akan dilakukan pendampingan untuk memaksimal.

Kemudian, harus ada penambahan bak Tahu atau proses pengolahan tahu. Dan limbah cair pabrik tahu tidak di buang ke laut, tapi bisa dimanfaatkan seperti gas mektan atau bahan bakar.

“Selanjutanya akan dilakukan penanaman mangrove yang bisa mereduksi limbah organik, bisa memproduksi oksigen dan menurunkan karbondioksida di udara. Bahkan kita juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak lagi membuang sampah sembarangan di dalam barangka,” pungkas pria yang akrab disapa Gubang itu. (tan)