Opini  

Pemimpin Adalah Pelayan Rakyat

Raihun Anhar.

Oleh: Raihun Anhar, S.Pd

Pemerhati Umat

BERBICARA soal pemimpin hari ini memang amat kompleks. Ada pemimpin yang terlihat baik dimana ia mengerjakan perintah Allah seperti shalat Fardu, namun ia zalim pada rakyat. Ada pula yang suka prank rakyat dengan janji-janji manisnya. Ulama pun menjadi pemimpin, namun ia tak mampu mengatasi problematika umat dengan baik yakni dengan pemahaman Islamnya. Begitu juga ada pemimpin yang anti kritik dan masih banyak lagi sosok pemimpin yang buruk.

Sosok pemimpin yang adil dan mencintai rakyatnya tidak kita temukan di negeri ini. Mulai dari kepala negara hingga kepala desa. Sebagian besarnya zalim pada rakyat. Semua ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme sekulerisme yang memisahkan agama dari negara dan kehidupan. Serta materi dianggap sebagai sumber kebahagiaan.

Potret Pemimpin dalam Demokrasi Kapitalisme

Kita bahas dari kepala negara. Dimana sejak awal Joko Widodo menjadi presiden, ia pernah berpidato bahwa ia rindu di kritik. Namun, saat di kritik ia tidak menghiraukannya. Dengan demikian maka dijulukilah sebagai the king of lip service. Kebijakan zalim terus terjadi mulai dari Omnibus Law hingga kini Rempang.

Belum lagi pemimpin daerah, contohnya di Lampung. Saat Bima (pemuda Lampung) yang mengkritik soal jalan rusak yang didapatkan adalah keluarganya diancam. Begitu juga beberapa pemimpin daerah lain, ambil contoh Bupati Taliabu yang prank rakyatnya soal pembangunan jalan. Kemudian disusul lagi oleh Bupati Halsel yang merenovasi rumah melalui program Bedah Rumah, akan tetapi saat selesai pemiliknya tidak bisa menikmatinya. Ada pula di Desa Lelilef, saat kritikan ditujukan kepada kepala Desa Lelilef Waibulan malah pengkritik dimarah kembali oleh seorang kaur desa.

Sungguh amat sangat buruk potret pemimpin dalam demokrasi hari ini. Demokrasi yang katanya kedaulatan di tangan rakyat, namun yang didapat rakyat adalah kezaliman. Apakah kedaulatan itu kezaliman?

Demokrasi adalah sistem pemerintahan kufur. Dimana ia meletakkan kedaulatan tertinggi ada pada rakyat. Hal tersebut bertentangan dengan Islam yang menaruh kedaulatan tertinggi ada pada syara. Dalam penerapannya demokrasi juga tidak semua rakyat berdaulat karena diwakilkan oleh legislatif. Namun, para wakil rakyat ini tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Entah rakyat yang mana yang mereka wakili sehingga segala keputusan zalim dapat lolos dengan mudahnya.

Ditambah lagi dalam demokrasi tidak bisa membawa agama dalam politik dan kehidupan (sekuler). Membuat kehidupan makin liberal dan rusak. Korupsi merajalela, LGBT terus berulah, bullying tiada henti, Islam terus dinista, kehidupan makin sulit, SDA dikuasai swasta dan asing, dan pemimpin yang sombong dan zalim. Begitulah dampak buruk dari penerapan sistem kufur. Manusia menjadi sombong karena menganggap dirinya yang paling benar dengan aturan hidupnya, padahal ada aturan dari Sang Pencipta manusia itu sendiri.

Potret Pemimpin dalam Islam

Jika kita melihat pemimpin dalam sistem Islam atau dalam negara khilafah, tentu sangat berbeda dengan pemimpin hari ini. Mereka dahulu menerapkan syariat Islam secara totalitas dalam negara. Mereka menerima nasihat dari rakyatnya. Misalnya khalifah Umar bin Khattab yang menerima saran seorang wanita soal mahar nikah dan membenarkannya serta menyalahkan dirinya sendiri di tengah jamaah. Ini hal yang luar biasa. Sosok pemimpin yang didambakan adalah seperti ini. Tidak melarang mengkritik dan mengakui kesalahannya.

Umar bin Khattab adalah salah satu pemimpin yang didambakan. Dimana ia tegas terhadap musuh, namun sangat mencintai rakyatnya. Ia adalah orang yang keras, namun bisa lembut dan penuh kasih sayang karena Islam. Dimasa ia masih kafir dan menjadi pemimpin kaumnya, ia memukul kaumnya yang masuk Islam. Namun saat ia masuk Islam, ia meminta kaumnya untuk memukulnya kembali. Luar biasa.

Beliau juga adalah pemimpin yang dikenal keadilannya. Pada saat seorang Yahudi digusur rumahnya oleh Gubernur Mesir, Amr bin Ash, untuk membangun masjid. Kemudian ia tidak terima dan melaporkan kepada Khalifah Umar. Kemudian Umar mengirimkan potongan tulang kepadanya untuk diberikan kepada Amr bin Ash sebagai peringatan bahwa menjadi pemimpin harus adil. Dengan demikian Amr bin Ash segera minta dikembalikan tanah dan rumah si Yahudi tersebut.

Dari kedua perbandingan antara pemimpin dalam demokrasi dan khilafah tentu yang terbaik adalah Islam. Mengapa? Karena mereka (para pemimpin) sadar dan paham bahwa mereka adalah pelayan rakyat dan juga hamba Allah. Sehingga mereka menjalankan tugas mereka dengan takut kepada Allah. Mereka takut berbuat zalim pada rakyat karena tahu kelak akan dihisab. Mereka berusaha untuk menaati Allah dan Rasul-Nya dengan sebaik mungkin. Berusaha untuk menerapkan seluruh aturan yang diridhai Sang Pencipta manusia dan hidup.

Oleh sebab itu, kita membutuhkan pemimpin yang taat dan takut kepada Allah agar mampu menjalankan tugas mereka sesuai perintah Allah. Pemimpin seperti itu tidak akan kita temukan dalam sistem demokrasi sekuler melainkan Islam. Telah terbukti oleh sejarah peradaban manusia bahwa pemimpin terbaik adalah mereka yang lahir dalam sistem khilafah yang mengikuti metode kenabian. Yakni mereka Khulafaur Rasyidin dan pemimpin-pemimpin hingga para Sultan di kekhilafahan Utsmani di Turki. (*)

Wallahualam bishawab.