TERNATE, NUANSA – Partner Eco Bhinneka (PEKA) Muhammadiyah Kota Ternate, mengaku masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan pemerintah kota setempat dalam menangani permasalahan sampah.
Program unggulan penanganan sampah berbasis partisipatif yang dicanangkan Pemkot Ternate dinilai hanyalah isapan jempol. Karena itu, Pemkot disarankan membuat peraturan daerah (perda) yang memayungi program prioritas tersebut.
“Kami berharap Pemerintah Kota Ternate dapat membuat payung hukum soal pengelolaan sampah. Ini dibutuhkan untuk mengatur secara detail pengelolaan sampah dari hulu ke hilir,” kata Koordinator Divisi Lingkungan Hidup Eco Bhinneka, Iffandi Pina, usai menggelar Sosialisasi Sadar Lingkungan (So-Salingku) bertajuk ‘Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan’ di SMA Muhammadiyah Ternate, Kamis (5/10).
“Payung hukum harus dibuat untuk memaksa kebiasan buruk kita semua dalam membuang sampah sembarangan. Dengan begitu, kami percaya lambat-laun kebiasan buruk kita dapat diatasi, karena dalam lingkungan yang baik orang jahat sekalipun akan dipaksa menjadi baik. Yakni warga pun ikut berpartisipasi dalam memilih dan memilah sampah sebelum dibuang ke tempat sampah,” sambungnya.
Menurutnya, sosialisasi ini dibuat sebagai bentuk dari reaksi atas aksi kegagalan Pemkot Ternate dalam menerjemahkan dan merumuskan program unggulan untuk mewujudkan Ternate dengan padanan kata Andalan.
Selain itu, pernyataan Iffandi ini sekaligus membantah statement Wali Kota Ternate, M Tauhid Soleman, yang mengklaim bahwa 14 program prioritas Ternate Andalan yang tertuang dalam RPJMD sudah jalan mulai dari tahun pertama, kedua dan ketiga.
“Kami mengakui 14 program prioritas tersebut sudah jalan, tapi belum berhasil. Artinya, sudah jalan tapi terjadi kecelakaan di tengah perjalanan sebelum sampai kepada tujuan yang kita harapkan. Ilustrasinya begitu,” jelas Iffandi.
Buktinya, salah satu program prioritas, yaitu masalah sampah sejauh ini marak terjadi dan tidak mampu diatasi. Program prioritas penanganan sampah partisipatif, kata dia, hanya habis dan berjalan di wacana. Padahal, belakangan program tersebut benar-benar menyita perhatian publik, di mana publik menaruh harapan agar bisa terwujud, yakni memberi solusi agar bisa melakukan cara-cara menjaga, memelihara, melindungi dan bahkan meningkatkan kesehatan.
Salah satu pendekatan yang dikembangkan dan harus dipromosikan secara berkesinambungan adalah program 3R sampah. Program 3R persampahan meliputi Reuses (penggunaan kembali), memanfaatkan kembali produk, terutama yang tidak dapat didaur ulang hingga tidak bisa dimanfaatkan kembali sama sekali.
Kedua adalah Reduce (mengurangi, menurunkan jumlah), upaya mengurangi timbulan sampah. Kemudian, Recycling (mendaur ulang sampah). Tiga hal tersebut harus diupayakan Pemkot Ternate.
“Paradigma lama yang konvensional, yakni sampah diolah dengan proses kumpul-angkut-buang, sudah harus diganti dengan proses pengurangan dan pemanfaatan kembali,” ujar Ketua BP Hippmamoro Maluku Utara ini.
Bagi dia, dengan proses pengurangan dan pemanfaatan kembali melalui program 3R ini, tentu diharapkan dapat terjadi pengurangan jumlah timbunan sampah di TPA sampai 70 persen. Proses pengelolaan sampah ini pun diharapkan menciptakan dampak positif, terutama dalam membudidayakan masyarakat sebagai pelaku pengelola sampah.
Iffandi mengingatkan, bahwa praktek merusak lingkungan bisa menjadi masalah hidup dan mati. Itulah sebabnya, harus menjadi pembina dari segala bentuk makhluk semesta yang ada di dunia ini. Selain itu, ia pun mengajak agar belajar dari hidupnya masyarakat di Singapura pada umumnya.
Di Singapura, kata dia, selain giat mengampanyekan persoalan lingkungan, mereka juga termasuk yang paling rajin, disiplin, bahkan cerdas dalam memelihara dan melindungi lingkungan sekitar. Mereka pun tidak hanya sadar, tetapi sudah terikat dengan aturan yang ketat. Dengan kata lain, kesadaran mereka dibentuk oleh aturan.
“Kita di Kota Ternate ini percuma juga punya Bank Sampah atau TPA dan angkutan sampah banyak. Pengadaan semua ini sudah tepat, tapi buat apa kalau tidak ada aturan beserta sanksi-sanksi yang mengikat,” tegasnya.
Kota Ternate hari ini, tambah Iffandi, hampir tidak lagi dikenal dengan sejarahnya yang sempat ditorehkan pada masa kelam, tetapi dikenal sebagai kota dengan sampah yang berserakan dan aroma yang menganggu kenyamanan setiap orang.
“Kami tidak ingin hal ini terjadi dan pada akhirnya program prioritas penanganan sampah partisipatif menjadi kegagalan berkelanjutan yang terus diulang-ulang,” pungkas Camerad Samurai Maluku Utara itu.
Sekadar diketahui, sosialisasi sadar lingkungan tersebut, Eco Bhinneka Muhammadiyah bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah, IMM, PMII Kota Ternate, BP Hippmamoro Malut, Gusdurian Ternate, Tapak Suci, AMGPM Ternate, GLPMI Imanuel Tabanga dan Naisyatul Aisyiah Maluku Utara sebagai in collaboration. (tan)