Hukum  

Mantan Kepala UPTD Dikbud Malut Segera Disidangkan, Kuasa Hukum Siapkan Pembelaan

Zulkifli Dade saat diwawancarai sejumlah wartawan. (Haryadi/NMG)

JAILOLO, NUANSA – Kasus dugaan tindak pidana korupsi jual beli lahan di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, dengan tersangka mantan Kepala UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku Utara cabang Jailolo, Ramli Litiloli, segera memasuki tahapan persidangan. Tim kuasa hukum pun telah menyiapkan pembelaan bagi Ramli di meja hijau nanti.

Selain Ramli, mantan Kepala Bagian Pemerintahan Demianus Sidete dan mantan Kepala Sub Bagian Otonomi Daerah Bagian Pemerintahan Halmahera Barat Rahmat Siko, pun tersandung kasus yang sama. Ketiga tersangka tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Ternate.

“Kita uji di pengadilan, kami kuasa hukum selalu siap karena klien kami sudah terlanjur sebagai tersangka dan kami juga akan menyiapkan beberapa bukti juga untuk membela klien kami di persidangan, terutama dalam hal ini dia sebagai pemohon,” ungkap Zulkifli Dade selaku kuasa hukum Ramli kepada wartawan di depan Kantor Kejari Halbar, Jumat (6/10).

Kejari Halmahera Barat, kata dia, telah melaksanakan tahap II dan ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan, salah satunya dikonfirmasi kembali terkait belum dibukanya data lain saat pemeriksaan tersangka maupun pemeriksaan sebagai saksi.

“Di konfirmasi tiga orang tersangka, tapi ada beberapa poin yang ditanyakan terkait dana yang mengalir ke mana, siapa saja yang menerima, keterlibatan siapa saja itu sudah dijelaskan juga oleh klien saya Pak Ramli di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya,” jelas Zulkifli.

Ia pun mengaku, saat melakukan tahap II, dilakukan langsung oleh Kasipidsus dan Kepala Kejari yang meminta agar ketiga tersangka termasuk kliennya menjelaskan secara jujur.

“Tahap II kan tujuannya konfertir kembali, tapi klien saya sudah jelaskan dan saya juga sebagai kuasa hukum sudah menekankan kembali bahwa pertanyaan yang sudah ada pada pemeriksaan saksi maupun tersangka itu dia tidak perlu diralat kembali,” tegasnya.

“Untuk penjelasan harus sebatas pengetahuan klien, karena klien saya kan sudah ada perpanjangan yang sudah disampaikan melalui kuasa hukum,” sambungnya.

Kliennya di kasus tersebut, tambah Zulkifli, hanya pemohon yang sebenarnya, sehingga kejaksaan harus melihat kasusnya lebih ke perdata bukan pidana. Sebab, kata dia, sebagai pemohon dalam hal ini sifatnya bermohon tak diberikan atau tidak adalah wewenangnya pemerintah daerah.

“Dan penempatan lahannya di mana itu juga wewenangnya Pemda, maka dari itu klien kami lagi-lagi sampaikan bahwa surat permohonan sudah dijelaskan dalam BAP,” terangnya.

Lebih Jauh, Zulkifli menjelaskan, surat permohonan yang dikeluarkan oleh kliennya itu atas perintah pemerintah daerah, salah satunya adalah dua orang tersangka tersebut, sehingga dalam hal ini kliennya sebenarnya tidak tahu-menahu lahannya diberikan ke mana.

Pemohon dalam kajiannya, lanjut Zulkifli, hanya bisa dijadikan sebagai saksi, bukan ditetapkan sebagai tersangka. Karena itu, kuasa hukum dan pihak keluarga sesalkan dan pertanyakan hasil kajian dari pihak Kejari.

“Makanya dijelaskan tadi dan sempat ada perdebatan juga di dalam, katanya klien kami yang menunjukkan lokasi itu dan itu tidak benar dan klien kami sudah menjelaskan secara detail,” ujarnya.

Bagi dia, kliennya hanya sifatnya bermohon, sehingga Jaksa mestinya lebih teliti dan telah menggali fakta-fakta. Selain itu, pemohon sebenarnya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana sebelum pihak-pihak lain dalam hal ini dana yang mengalir dimintai pertanggungjawaban pidana terlebih dahulu.

“Untuk itu, sebagai kuasa hukum kami meminta agar kejaksaan jangan mengulur waktu dan memperpanjang masa penahanan. Kami di kedua belah pihak tadi juga sudah berkonfirmasi. Kami juga meminta pihak kejaksaan segera mempercepat proses, agar klien kami cepat mendapatkan kepastian hukum,” pungkasnya. (adi/tan)