Opini  

Intip Kenangan dari Ketinggian Mercusuar Desa Saria

Riski Samsudin.

Oleh: Riski Samsudin

Pemuda Desa Sariah & Jurnalis Portal Desa

TANPA kita sadari, kita telah lewati sebuah kebersamaan dalam setiap detik, menit, jam, bahkan hari. Hal itu tentu sudah menjadi sebuah kenangan. dan kenangan merupakan sebuah sesuatu yang membekas dalam ingatan. Kenangan itu ada dua hal yaitu kenangan buruk dan kenangan yang indah. Tentu sebagai manusia pasti mengalami dari dua hal tersebut, sebab kenangan buruk akan selalu mencoba untuk dilupakan dan jadikan sebagai pelajaran, dan kenangan baik tentu kita akan mengenangnya.

Menurut Frank Knoll, bahwa otak manusia dapat mengingat peristiwa, keterampilan, kebiasaan, dan pengalaman. Jumlah dari apa yang diingat disebut kenangan. Dari pernyataan tersebut kita kerucutkan dalam lingkungan Desa Saria, dalam keseharian yang kita lewati bersama tanpa menyadari kita saling berbagi pengalaman, pendidikan, dan sesuatu yang baru menjadi transisi dalam aspek sosial.

Berawal dari sebuah perkenalan, kita mungkin sudah saling menganggap dan pengakuan di atas tanah Saria bahwa kami adalah bagian dari kalian dan kalian adalah bagian dari kami. Kurang lebih selama 40 hari, orang yang tidak kami kenal sebut saja mereka ”asing” hadir dihadapan kami, muncullah sebuah penekanan dan tidak menjadi orang yang ego sehingga dapat merespons dengan baik atas kehadiran mereka di antaranya adalah mahasiswa KKN Kolaborasi Nusantara.

Seiring berjalannya waktu, ide-ide yang lahir dari para pemuda setempat mulai terbentuk kebersamaan dan kekompakannya,  sementara para mahasiswa yang berjumlah sebanyak 15 orang itu juga menawarkan berbagai kemauan. Kami selalu menerima tanpa ada pertimbangkan atau keraguan. Dengan demikian, kita ketahui bersama bahwa awal dari sebuah pertemuan akan berakhir dengan perpisahan. Sama halnya dengan kehidupan yang memberikan sedikit pencerahan yang harus kita pikirkan dan cermati dengan baik bahwa sebuah kehidupan itu tidak abadi, karena setiap yang bernyawa pasti akan mati (meninggal).

Tetapi itulah yang sudah menjadi ketentuan dari sang pencipta alam dan seisinya (Allah SWT). Sebagaimana di dalam firmanNya: “Wahai manusia! Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (QS. Al-Hujurat: 13).

Selain itu, dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan, dan kehidupan pasti ada kematian, dan lain sebagainya. Menurut Michelle C. Ustazeski bahwa “Kenangan mungkin memudar seiring berjalannya waktu, tetapi mereka tidak akan menua sehari”. Dari pernyataan di atas, menurut saya memang betul bahwa sesuatu yang kita lewati semenit pun itu menjadi sebuah kenangan baik atau buruk tetap disebut kenangan. Maka dari itu, sampai sejauh ini setelah pasca para mahasiswa ditarik kembali, orang-orang setempat merasakan suasana yang berbeda dan sangat jauh berbeda dengan sebelumnya. Namun hal itu dengan sendirinya perlahan-lahan mulai hilang rasa kesedihan yang dialami.

Hari demi hari sepi, terasa yang dialami orang-orang di lingkungan Desa Saria. Namun demikian, di atas ketinggian mercusuar yang berada di bagian sebelah barat Desa Saria, kita dapat mengintip, dan dari situlah tercatat  sebuah kenangan indah yang tumbuh dengan berbagai rintangan yang dilewati secara bersama, meskipun sangat berat. Tidak akan pudar bahkan tenggelam, sebab ada pepatah mengatakan “Selamat jalan selamat berpisah, kapan-kapan kita bisa jumpa lagi di lain waktu dengan kegiatan dan suasana yang berbeda”.

Tetapi harapan besar para masyarakat khususnya para pemuda menginginkan kebersamaan dan kekeluargaan dapat dijaga dengan baik dan terus mempererat tali silaturahmi meskipun jaraknya sangat jauh, kemudian mereka juga berharap agar dapat memahami betul bahwa meskipun jauh di mata namun dekat di hati.

Terakhir dari tulisan ini, jangan sungkan-sungkan untuk datang, karena pintu Desa Saria terbuka lebar untuk mereka. Pada intinya, kami selalu mengenang dan mengintip kenangan indah ini dari ketinggian mercusuar Desa Saria, akhir kata “Syukur Dofu-dofu“. (*)