Opini  

Akumulasi Kekesalan Terhadap Birokrasi Rakus di Tanah Halmahera Barat 

Gusti Ramli.

Oleh: Gusti Ramli

Mahasiswa Halmahera Barat 

KONDISI bangsa saat ini cenderung labil oleh silih bergantinya rezim penguasa, ini merupakan dinamika sehari-hari yang dapat kita lihat dan alami bersama. Hal ini tidak lepas dari pengaruh elit-elit politik dalam benturan kepentingan. Oleh karenanya mahasiswa adalah bagian dari komponen masyarakat sebagai agent of change sepatutnya mampu berkiprah untuk memulihkan kondisi tersebut.

Mahasiswa Halmahera Barat sudah seharusnya ada penyatuan Ideologi Gerakan dan Kesadaran Kritis untuk merespons masalah yang menghantui masyarakat Halmahera Barat hari ini. Maka harus ada kesadaran kritis dan konsolidasi gerakan massa untuk melawan sang penentu kebijakan yang lebih mengarah pada kepentingan oligarki hari ini ketimbang membijaki utang daerah yang tertampung rapi. Kalau gerakan intelektual hanya melalui media sosial, tidak memengaruhi telinga elit penguasaan atau Pemerintah Kabupaten, Provinsi bahkan Pemerintah Pusat.

Akuntabilitas publik sering digunakan sebagai parameter yang lain untuk mengamati praktek demokrasi dalam sebuah negara. Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertanggungjawabkan kepada publik apa yang sudah dilakukannya baik secara pribadi ataupun sebagai pejabat publik, dalam hal ini Bupati dan juga wakil rakyat.

Yang menjadi tinjauan penulis hingga hari ini adalah rentetan problematika yang hadir di Kabupaten Halmahera Barat yang tidak pernah usai. Sebuah kabupaten tertua yang tertinggal, baik dari segi infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Penulis meyakini bahwa ada tiga indikator penting dalam kemajuan daerah dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi perhatian serta penanganan khusus oleh Pemerintah Daerah yaitu Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur.

Rentetan permasalahan yang ada di daerah dewasa ini hanya menjadi tontonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Halmahera Barat dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat. Cobalah sedikit menengok beberapa item pembangunan di Kabupaten Halmahera Barat dengan menggunakan anggaran Pinjaman Ekonomi Nasional (PEN), misalnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di pusat Kota Jailolo yang saat ini tak kunjung proses pembangunannya, seperti terjadi ketimpangan sosial pada aspek pembangunan.

Terbengkalainya perhatian Pemerintah Daerah pada aspek kesehatan menimbulkan masalah serius. Pada tanggal 15 Februari dan 11 Mei 2023 telah terjadi kasus yang sangat krusial, kematian dua bayi pada beberapa bulan lalu di Kabupaten Halmahera Barat bersumber dari minimnya fasilitas perawatan rumah sakit, kurangnya dokter spesialis kandungan, kekurangan obat-obatan serta lemahnya pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) JAILOLO. Ini merupakan hal yang sangat tidak wajar. Di Satu sisi Pemerintahan JUJUR (James Uang dan Djufri Muhammad) mempunyai misi besar dengan slogan DIAHI (memperbaiki) lalu kenapa masih terjadi ketimpangan sosial pada aspek kesehatan yang hingga saat ini menjadi penyakit di tanah Jiko Makolano.

Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) REPUBLIK INDONESIA (RI) seolah mendiami temuan dugaan korupsi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diduga dilakukan oleh segelintir orang dalam tubuh Pemerintahan. Maka dalam hal ini selaku anak daerah, kiranya kita tidak bisa mendiami masalah ini hingga menjadi satu budaya yang dilakukan berulang oleh birokrasi. Gerakan demonstrasi yang dilakukan berulang-ulang kali oleh teman-teman Sentrum Mahasiswa Indonesia (SEMA-INDO) Halbar DKI JAKARTA tidak digubris sedikitpun oleh instansi yang bersangkutan, tidak secara langsung adagium “Dia punya duit, dia punya kuasa” telah menjalar hingga ke paru-paru birokrasi saat ini. Bahkan KPK seolah mendiami hal ini hingga terjadinya krisis moral dalam tubuh birokrasi yang ada di negeri ini.

Ketika kemiskinan dan kesenjangan ekonomi terus menggurita, maka kebutuhan perut menutupi perkembangan akal. Pembangunan kemampuan intelektual menjadi mandek. Walhasil, kadangkala berpikir terjadi di mana-mana. Kenapa kebutuhan dasar rakyat menjadi indikator awal? Karena inilah kunci pertama pembangunan manusia yang akan meng’unclok’ kualitas pembangunan manusia secara berkelanjutan.

Bagaimana kaitan antara desentralisasi dengan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan? Sebenarnya tidaklah sulit menjawab pertanyaan ini, karena dengan demokrasi maka akan memberikan peluang kepada masyarakat, termasuk masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam segala bentuk kebijakan pemerintahan. Bagi penulis, buah pikiran ini merupakan akumulasi kekesalan dan representasi suara dari rakyat terhadap Pemerintah yang tidak mampu membawa perubahan di tanah Jiko Makolano hingga saat ini.

Penulis mengakhiri buah karya ini dengan mengutip pernyataan luar biasa dari Dr. Majid Irsan Al Kilani, beliau mengatakan, “Jika unsur ikhlas tidak dikombinasikan dengan strategi yang tepat dalam mengoptimalkan setiap potensi dan sumberdaya manusia yang dimiliki umat, maka seluruh usaha dan jerih payah akan menjadi sia-sia akibat berbagai pertentangan dan problem internal, melainkan hanya akan menuai kegagalan dan kehampaan”. (*)