Interrelasi Manusia dan Lingkungan

Oleh: Syaiful Bahry, S.Psi., M.A
Dosen Psikologi UMMU & Ketua Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah Malut

 

Judul tulisan di atas merupakan salah satu definisi dari pakar Psikologi lingkungan. Psikologi lingkungan  adalah ilmu yang mempelajari hubungan interrelasi antara perilaku dan lingkungan buatan serta alam (Paul Bell, 1978). Hubungan manusia dan lingkungan tidak terpisahkan, keduanya saling memengaruhi secara timbal balik. Berbagai penelitian terkait psikologi lingkungan telah menunjukkan bahwa ada interaksi timbal balik antara manusia dengan lingkungan fisik dimana manusia berada. Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah semua benda hidup maupun mati yang ada di bumi, yang ada di lingkungan dimana manusia hidup. Lingkungan fisik dapat dibedakan sebagai lingkungan alamiah dan lingkungan buatan. Lingkungan alamiah adalah gunung, hutan, pantai, tanah, air, berbagai kekayaan bumi, dan semua makhluk hidup termasuk juga berbagai tanaman. Lingkungan alamiah adalah bagian dari bumi yang terbentuk melalui proses evolusi. Lingkungan fisik dapat juga merupakan buatan manusia, seperti gedung-gedung, taman bermain, taman kota, jalanan, dan termasuk juga lingkungan hijau buatan, seperti hutan kota, danau buatan, dan sebagainya. Mengapa ada interaksi timbal balik antara lingkungan fisik dengan manusia? Interaksi timbal balik ini terjadi karena manusia membutuhkan lingkungan untuk dapat bertahan hidup. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan fisik di mana ia berada. Sejak keberadaannya di bumi, manusia berusaha untuk dapat bertahan hidup. Untuk kelangsungan hidupnya manusia bereproduksi, dan tentunya makan dan minum dari alam sampai satu saat manusia akan wafat. Sejarah menunjukkan bahwa pada hampir semua budaya, pada umumnya seseorang yang telah wafat akan dikembalikan ke alam, misalnya dengan dimakamkan di tanah baik dalam keadaan utuh ataupun dibakar. Walaupun kita tidak dapat menghitung berapa jumlah pasti manusia yang sudah wafat, kenyataan menunjukkan bahwa dalam beberapa ratus tahun terakhir, jumlah populasi manusia selalu bertambah. Oleh karena bertambah banyak maka manusia menyebar dan melakukan berbagai kegiatan di bumi yang disadari atau tidak, pasti membawa perubahan terhadap bumi. Perubahan pada bumi ini kembali berpengaruh pada manusia. Jadi, manusia dan bumi dinyatakan sebagai lingkungan fisik, saling memengaruhi secara terus-menerus.

Tanpa memperhatikan lingkungan fisik maka perilaku manusia menjadi tidak jelas apakah dapat dianggap baik atau buruk, sesuai atau tidak sesuai. Keberadaan lingkungan akan menjadi konteks dan memberi makna pada perilaku manusia (Bonnes & Secchiaroli, 1995). Contohnya, ketika seseorang memakai baju renang di pantai maka perilakunya akan dinilai sebagai perilaku yang normal. Tetapi, jika orang yang sama menggunakan baju renang untuk pergi kuliah, tentu dia akan dianggap sebagai orang yang aneh. Jika misalnya, seorang laki-laki dewasa berloncat-loncat gembira di stadion olahraga karena dia gembira dengan kemenangan tim favorit sepak bolanya maka perilakunya akan dianggap wajar. Namun, perilaku yang sama loncat-loncat gembira akan dianggap orang lain sebagai perilaku tidak wajar, jika dilakukan di acara pemakaman.

Peran lingkungan fisik dalam kehidupan manusia sering kali dianggap tidak penting. Fakta bahwa manusia adalah makhluk hidup paling cerdas di bumi terkadang membuat kita beranggapan bahwa manusialah yang paling berkuasa dalam menentukan pilihan perilakunya. Oleh karena merasa paling cerdas dan berkuasa, manusia mengekploitasi alam secara berlebihan, menebang hutan, menutup danau, membangun berbagai fasilitas tanpa memikirkan dampak jangka panjang yang akan terjadi. Manusia yakin bahwa pembangunan dan perubahan di alam akan meningkatkan kenyamanan hidup manusia dan semua ada di bawah kendali manusia.

Keyakinan ini akan berbalik ketika bencana alam telah terjadi. Contoh sederhana, jika banjir terjadi, manusia cenderung menyalahkan alam. Alamlah yang menyebabkan semua bencana terjadi dan manusia seolah-olah tidak berdaya untuk mencegahnya. Padahal hubungan manusia dan alam saling memengaruhi satu sama lain. Misalnya saja bencana banjir yang sering terjadi di perkotaan jika ditelusuri sebabnya maka umumnya akan ditemukan bahwa banyak selokan dan sungai yang tersumbat sampah dan kemungkinan besar hal ini disebabkan manusia membuang sampah secara sembarangan.

Ada juga bencana alam yang memang kemungkinan besar terjadi bukan karena campur tangan manusia seperti misalnya tsunami yang terjadi karena pergeseran lempeng bumi di dalam laut atau letusan gunung berapi. Namun yang sangat penting diingat terlepas dari asal mula sebuah gejala alam terjadi semua kejadian yang terjadi di alam, di bumi kita, dampaknya pasti akan memengaruhi kehidupan manusia. Seperti misalnya sekarang ini banyak sekali perubahan alam yang terjadi yang secara tidak disadari sudah memengaruhi perilaku manusia. Pemanasan global adalah salah satu gejala alam serius yang nyata-nyata terjadi, tetapi tampaknya sebagian besar manusia menganggap hal ini bukan sebagai ancaman. Sebuah survei yang disampaikan Heriyanto (2019) dalam artikelnya One in five Indonesians don’t believe human activity causes climate change di surat kabar harian The Jakarta Post. menyebutkan adanya pandangan masyarakat tentang dampak pemanasan global mengungkapkan bahwa 18% orang Indonesia tidak percaya bahwa aktivitas manusia dapat menyebabkan perubahan iklim, dan 6% lainnya bahkan yakin bahwa tidak terjadi perubahan iklim. Bahkan 8% beranggapan bahwa isu pemanasan global adalah hoax. Survei ini menunjukkan bahwa masih cukup banyak orang Indonesia yang tidak menyadari bahwa mereka berperan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di bumi.

Bumi yang diperkirakan para peneliti telah berusia kurang lebih 4,54 miliar tahun telah bertahan dan akan tetap bertahan menghadapi berbagai bencana alam, seperti perubahan cuaca yang drastis, gempa bumi, letusan gunung, kebakaran, banjir, juga tsunami. Bahkan, jika terjadi perang dan setiap negara menggunakan persenjataan nuklirnya yang mengakibatkan kepunahan semua makhluk hidup di bumi, bumi tetap akan ada dan secara perlahan proses evolusi dan kehidupan akan dimulai kembali (Barrow, 2014). Memang, mungkin bumi akan memerlukan beberapa miliar tahun lagi untuk dapat merestorasi diri dan bumi kembali mencapai keadaannya seperti sekarang. Namun, apakah bumi masih bisa dapat bertahan? jika penebangan hutan dilakukan secara ilegal, membuang sampah ke laut sehingga merusak biota laut, polusi udara, dan banyak fakta lainnya yang dilakukan manusia  terhadap  bumi. Hal ini menjadi bukti bahwa manusia bertindak secara tidak bertanggung jawab terhadap bumi. Manusia lupa bahwa manusialah yang membutuhkan bumi untuk bertahan hidup. Sebuah pepatah tua dari Afrika, yaitu “rawatlah bumi dengan baik; bumi bukanlah warisan orang tuamu; melainkan dipinjamkan oleh anak cucumu”. Dari pepatah ini, dapat disimpulkan bahwa manusia sudah sejak lama menyadari bahwa manusia yang membutuhkan bumi untuk bertahan hidup. Contoh yang paling sederhana mungkin dapat dilihat dari bagaimana berbagai tanaman masih dapat bertahan tanpa air, tetapi manusia hanya dapat bertahan beberapa hari tanpa air.  Semoga bermanfaat!