Oleh: Belafista Habary
Mahasiswi Prodi Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Ternate
SAMPAI saat ini saya belum rela berpisah dengan pemuda dan masyarakat Desa Saria, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat. Saya termasuk salah satu mahasiswi Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kolaborasi Nusantara Moderasi Beragama di Desa Saria.
Tepat pada 21 Agustus 2023, saya bersama 14 rekan-rekan mahasiswa tiba di Desa Saria dan mengabdikan diri melalui KKN Kolaborasi Nusantara Moderasi Beragama. Kemudian pada 1 Oktober 2023, kami ditarik kembali oleh pihak kampus. Kelompok kami terdiri dari 4 perempuan dan 11 laki-laki plus terdapat dua mahasiswi dari luar Ternate. Kedua mahasiswi itu berasal dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado dan UIN Sunan Ampel Surabaya.
Selama 40 hari jangka waktu yang diberikan oleh pihak kampus kepada para mahasiswa-mahasiswi KKN, kami dan tentu saja saya secara pribadi merasa tidak cukup melakukan program kerja di tengah kolaborasi dengan masyarakat khususnya pemuda Desa Saria.
Meski waktu ini terbilang singkat, tapi kami sudah mampu menciptakan satu produk yaitu Nyao Abon Saria. Di Desa Saria juga terjalin persaudaran, kekeluargaan, dan berbaur dengan masyarakat setempat membuat kami makin betah.
Apalagi potensi Desa Saria sebagai desa nelayan membuat ide dan gagasan kami mampu dituangkan di tengah masyarakat. Alhasil, produk Nyao Abon Saria yang dibuat sudah di-launching oleh Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Halmahera Barat, yakni Meri Uang Popala.
Namun, saat menjelang perpisahan, sedih pun menyelimuti luka mendalam yang dirasakan kami baik masyarakat setempat maupun mahasiswa KKN, apalagi kehadiran kami serasa dianggap seperti keluarga sendiri. Tentu saja terharu dan membuat kami merasa nyaman dan betah.
Bahkan, saat perpisahan, tangisan pecah saat masyarakat melambaikan tangan seakan tidak mau perpisahan ini terjadi, namun kami dituntut untuk kembali melanjutkan studi di kampus masing-masing. Kami berpegang teguh, meyakinkan dengan niat bahwa kami akan berjumpa lagi, kapan pun itu tetap akan bertemu di ujung jalan dengan kegiatan yang berbeda.
Kita harus mengakui bahwa dari pertemuan ini menjadi motivasi bagi kita semua selaku umat yang berada di muka bumi. Karena setiap pertemuan pasti ada perpisahan, dan di situlah kita akan memahami arti sebuah kehidupan dan kematian, yakni kembali kepada sang maha kuasa Allah SWT.
Hal itu sudah menjadi ketentuan dari sang pencipta alam dan seisinya (Allah SWT). Sebagaimana di dalam firmanNya: “Wahai manusia! Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (QS. Al-Hujurat: 13).
Di Desa Saria, kami dijamu layaknya keluarga sendiri tentu dengan kesan yang sangat baik, sehingga membuat desa ini tampak luar biasa karena sudah nyaman. Bahkan Desa Saria serasa seperti desa kelahiran kami.
Di Desa Saria, banyak sekali pelajaran yang saya dapat dari masyarakat setempat. Mereka tampak ramah, semuanya berhati berlian. Dari Desa Saria, saya merasa punya banyak mama dan papa dalam hal ini mama piara. Rasanya ingin mengulang kembali momen KKN.
Memang sedari awal datang, kami sudah disambut hangat. Semuanya wellcome kepada kami. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, tetapi ketika perpisahan, rasanya hati ini sangat patah dan luka paling dalam tanpa ada goresan, karena harus pergi meninggalkan desa yang sangat nyaman itu. Hati ini ingin sekali mengulang kembali kenangan indah di desa itu.
Saya mengutip sepatah kata dari seorang aktor Artis Bolywood yakni Shakrukhan mengatakan bahwa “Tidak ada waktu dan tempat yang tepat untuk cinta, cinta bisa terjadi kapan saja, di mana saja”. I Love You Desa Saria. Desa dengan sejuta kenangan. (*)