Opini  

Kontribusi Santri Terhadap Bangsa dan Negara tidak Usah Diragukan

Anjas Kaimudin.

Oleh: Anjas Kaimudin

Sekretaris Umum INSAN PPA Cabang Ternate

PERJALANAN bangsa ini baik dari masa pra kemerdekaan maupun pada masa pasca kemerdekaan menjadi bukti otentik dari keterlibatanya santri untuk membela bangsa dan negara ini.

Peran dan kontribusi santri terhadap bangsa dan negara untuk mempertahankan tanah air tidak dapat lagi dipertanyakan, kehadiran kaum santri dalam setiap bidang baik politik, ekonomi, pendidikan maupun militer dan sebagainya menjadi nasionalis sejati untuk bagaimana mempertahankan bangsa dan negara.

Keberadaan dan keterlibatan santri dari tahun 1821 sampai 1837 pergerakan yang dibangun oleh para ulama dan kaum santri yang kemudian dipelopori oleh Imam Bonjol untuk memimpin pergerakan kaum paderi, Minangkabau.

Di Aceh, Islam menjadi ruh pergerakan utama untuk melawan kolonial, Aceh baru berhasil ditaklukan setelah Belanda menyusup Snouck Hurgaronje.

Di Jawa, catatan perjuangan kaum santri tak ada henti-hentinya, mulai dari pertempuran Fatillah melawan Portugis, perang Jawa (1925-1930) yang dipimpin Pangeran Diponegoro, kemudian juga pemberontak petani Banten pada tahun (1888) sampai pada intruksi resolusi jihad pada tahun (1945) yang dipelopori oleh KH Hasyim Asy’ari. Dikarenakan pada saat itu bangsa dan negara belum betul-betul merdeka seutuhnya walaupun presiden sudah memproklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Kita harus tahu secara bersama bahwa para santri dan ulama ini telah memberikan sumbangsi yang cukup besar, bukan hanya pada pasca kemerdekaan tapi juga pra kemerdekaan.

Dan diingatkan lagi kepada negara bahwa menghargai Hari Santri Nasional jangan hanya melaksanakan acara yang berbasis seremonial, tetapi memberikan ruang sepenuhnya kepada para santri dan ulama untuk bersuara dalam melihat kezaliman-kezaliman yang terjadi saat ini. Para ulama dan santri memberantas kezaliman di bangsa ini hanya semata-mata untuk bagaimana melindungi bangsa dan negara agar sudah tidak lagi dijajah.

Tetapi masih saja negara menutup ruang untuk para ulama dan santri untuk memberantas kezaliman, bahkan kejamnya negara memenjarakan para ulama dengan landasan menimbulkan kekacauan di negara dan bangsa ini. Padahal negara lupa sebelum negara dan bangsa ini diproklamasikan, gerakan ulama dan santri sudah duluan untuk mengusir penjajah.

Teringat dengan Bung Karno bahwasanya beliau mengatakan JASMERAH (Jangan sekali-kali melupakan sejarah). Itu artinya apa, bahwa sejarah perjuangan santri ini sangat penting, sehingga negara tidak boleh melupakan itu, dan jangan hanya menghargai para ulama dan santri yang hanya berbasis seremonial, tetapi negara juga harus memberikan ruang bagi para ulama dan santri untuk meneruskan perjuangan para ulama dan santri yang telah mati di medan pertempuran.

Pesan terakhir dari sang resolusi KH Hasyim Asy’ari, Beliau mengatakan, “Sesunggunya perpecahan, pertikaian, saling menghina dan fanatik mazhab adalah musibah yang nyata dan kerugian yang besar”. (*)