Opini  

Investasi Sosial

Oleh: Yahya Alhaddad, S.Sos., M.Si
Caleg Kota Ternate Dapil Ternate Selatan dan Moti

___

SEKTOR ekonomi kreatif atau UKM mulai berkembang pesat di kota-kota di Indonesia—termasuk Kota Ternate. Perkembangan itu ditunjukkan dengan semakin meningkatnya jumlah pendatang baru pada sektor ini dari tahun ke tahun. Bekraf (2017) menjelaskan pendatang baru di sektor tersebut di perkotaan dan terus mengalami pertumbuhan atas setiap periode.

Pendatang baru tersebut dapat dikatakan terdapat dua kategori: pertama, mereka yang merantau demi untuk mencari pekerjaan yang layak di perkotaan. Kedua, mereka yang berdomilisi dalam jangka waktu tertentu seperti misalnya anak-anak yang melanjutkan studi di perguruan tinggi dan setelah lulus mereka memilih bertahan hidup di Kota Ternate.

Sedangkan Ternate pun dapat dikatakan merupakan salah satu kota yang telah memiliki pusat ekonomi kreatif yang cukup produktif. Sebab Ternate sarat akan nilai sosial dan budaya yang dimiliki oleh setiap orang. Dengan demikian, ekonomi kreatif (UKM) pun dituntut berperan penting dapat meningkatkan kapital sosial dan budaya masyarakat kota.

Contoh kasus ekonomi kreatif (UKM) yakni usaha kedai kopi dan petani kangkung yang sudah diuraikan pada artikel sebelumnya (baca: Investasi Ekonomi, laman nuansamalut.com). Di sana pun sudah disinggung bahwa dalam dunia usaha, finansial tidak cukup mumpuni menjamin kesuksesan bisnis, akan tetapi, praktik sosial adalah suatu hal teramat penting.

Seorang pelaku usaha selalu menuntun dirinya untuk setidaknya memiliki modal dan habitus. Melalui habitus yang dimiliki oleh seorang pelaku usaha dan dengan begitu, ia kemudian dapat mengkonversikan kapital ekonominya ke jaringan sosial dan mengembangkan jaringan tersebut di semua lapisan masyarakat, adalah bagian dari upaya melakukan investasi sosial.

Jaringan Yang Melembaga

Selaku makhluk sosial, faktor lingkungan sosial relatif berpengaruh kuat dalam pengembangan bakat dan kemampuan seseorang. Sekalipun secara kodrati manusia telah dianugerahi potensi, namun untuk mengasah dan proses pengembangan kemampuan tentu seseorang membutuhkan bimbingan serta pelatihan dari orang lain secara terus-menerus di semua aspek kehidupan.

Begitupun suatu komunitas atau lembaga sosial lainnya tidak akan berkembang, bertransformasi bila menutup diri rapat-rapat, tidak membuka diri dalam perkembangan zaman atau bersifat eksklusif. Apalagi dunia kehidupan kekinian yang begitu pesat mengalami perkembangan dan keterhubungan satu sama lain yang disebut juga sebagai masyarakat berjejaring.

Masyarakat berjejaring adalah masyarakat yang mau menerima perubahan yang oleh Karl Popper disebut masyarakat terbuka. Karakteristik berjejaring identik dengan kesetaraan dalam relasi sosial, bebas berpendapat, mengkritik dan terbuka dalam berbagai aspek. Penjelasan dan fakta mengenai masyarakat terbuka memberi ruang seluas-luasnya untuk meningkatkan kemampuan berkembang dan berupaya mendapatkan manfaatnya secara berkelanjutan.

Sebagaimana ciri-ciri masyarakat terbuka yang ditandai dengan pasar terbuka (bebas) dan pemerintah terbuka. System masyarakat ini pun memberi peluang berbagai cara untuk mendapat manfaat yang tak terbatas sehingga kerapkali merugikan orang lain atau menjadi penyakit sosial dan dengan demikian nilai, norma-norma etis, kepercayaan dan jaringan melembaga sangat diperlukan.

Mengapa jaringan sosial etis menjadi suatu hal penting yang dikatakan perlu diperkuat dan diperketat dalam konteks masyarakat terbuka. Misalnya dalam kerja sama membangun bisnis, petani, nelayan dan lainnya yang berusaha untuk berkembang. Tujuannya adalah untuk menekan dominasi dan penyakit sosial lainnya yang menjadi hambatan tidak berkembangnya suatu usaha.

System masyarakat terbuka yang berlandaskan pada kapital sosial untuk dapat mengembangkan kemampuan diri katakanlah petani kangkung mereka perlu menjalin hubungan dengan berbagai tingkatan masyarakat, yakni, untuk sebagai mitra kerja sama. Mitra kerja sama yang dimaksudkan adalah agar dapat mendorong pemberdayaan, pengembangan kehidupan masyarakat.

Kerja sama ini meliputi: pertama, adalah tenaga ahli untuk melakukan pendampingan dalam meningkatkan kapasitas anggota kelompok dan hasil produksi. Proses pemberdayaan melibatkan partisipasi aktif anggota kelompok sejak pemetaan masalah, perencanaan, menyusun program kerja, evaluasi hingga menikmati hasilnya secara berkelanjutan dan memenuhi standar kemandirian.

Kedua, mitra bisnis atau pasar. Pada saat panen mereka tak lagi sibuk-sibuk mencari pasar, mempermudah pendistribusian hasil panen sehingga tidak mengalami kerusakan dan merugikan. Memahami betul rantai pasar dan memiliki jaringan bisnis yang kuat. Yang ketiga, pemerintah selaku pihak berwenang berkewajiban mendorong setiap usaha masyarakat dalam bentuk kebijakan intervensi. Baik melalui bantuan atau memfasilitas sarana produksi dan kebutuhan lainnya yang merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan usaha.

Bentuk kerja sama tersebut, merupakan sumber daya aktual yang dimiliki oleh seseorang atau suatu komunitas yang berlangsung terus-menerus dalam bentuk pengakuan dan pertukaran timbal balik secara adil yang diberikan kepada sesama mitra dalam berbagai dukungan jaringan kolektif—dukungan pertukaran sumber daya yang melibat semua pihak yang berkepentingan untuk membangun kehidupan masyarakat.

Pertukaran faktual saling menguntung baik di tingkat sesama komunitas maupun dengan kekuasaan yang sifatnya berkelanjutan tersebut di atas yang saya sebut investasi sosial. Investasi sosial adalah dukungan sumber daya baik melalui saluran relasi tindakan melekat dan kerja sama kolektif—suatu pertukaran timbal-balik sebagai investasi sosial yang membudaya.

Bersambung…