Opini  

Rebutan Takdir Kekuasaan

Wakil Sekretaris ICMI Orwil Maluku Utara
Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku Utara

___

MEMULAI tulisan ini dengan mengutip qalam Tuhan pada surat al-Imran ayat 26 berdasarkan pengertian teks Departemen Agama “Katakanlah (Nabi Muhammad) wahai Allah Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki, Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan kepada siapapun yang Engkau kehendaki. Ditangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Surat al-Imran pada ayat 26 ini menjadi inspirasi penulis dalam merumuskan judul tulisan “Rebutan Takdir Kekuasaan” bahwa secara “Theologis” Bangsa Indonesia percaya dan meyakini ada kuasa di luar kemampuan manusia yang mengatur gerak kehidupan manusia termasuk alam makro kosmos. Oleh karena itu, demokrasi Indonesia mengikuti alur dan kehendak Yang Maha Kuasa bahkan dalam pemberlakuan sistem kekuasaan di Indonesia secara tidak langsung men-take over kehendak dan kekuasaan langit yang di pragakan di bumi Indonesia.

Kekuasaan di bumi adalah manivestasi penjelmaan kekuasaan langit, tapi bukan kekuasaan Tuhan yang dijelmakan dalam diri manusia yang berkuasa, karena kekuasaan manusia yang berkuasa sering kali menggiring pada kondisi the power of corrups. Inilah watak sesungguhnya kekuasaan yang dilekatkan pada diri manusia, akan tetapi jika ditafsir dalam perspektif politik atas ayat surat al-Imran sebagai mana permulaan tulisan di atas, maka yang dimaksudkan dengan penjelmaan kekuasaan Tuhan di bumi adalah bahwa seluruh kekuasaan yang direbutkan berupa: Presiden, Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang dipilih langsung oleh rakyat sebagai pilihan atas sistem yang digunakan dalam bernegara bagian dari kehendak Allah dan pemberian-Nya kepada setiap hamba yang dikendaki.

Allah pemilik kekuasaan (Presiden, Gubernur, Bupati dan Wali Kota), Allah berkehendak memberikan kepada hamba yang dikehendaki dan mencabut kekuasaan itu kepada setiap hamba yang dikehendaki pula, di akhir ayat ditegaskan bahwa hanya di Tangankulah seluruh kebajikan akan terlaksana, jadi cerminan kekuasaan di bumi sesungguhnya haruslah memanivestasi bahwa hanya di tangan orang-orang yang memiliki kekuasaan dapat berbuat kebaikan dan kebajikan yang besar. Oleh karena itu, jika berkuasa menjadi presiden, gubernur, bupati dan wali kota justru mendatangkan kerusakan alam semakin parah akibat kebijakan kekuasaannya, kekuasaannya hanya mempertontonkan harta dan kekayaan yang diperoleh saat berkuasa, kekuasaannya tidak mengatasi kemiskinan rakyat, kekuasaannya tidak mendatangkan kemakmuran rakyat maka untuk apa rebutan mati-matian?

Rebutan kekuasaan di bumi tidak terlepas dari bayang-bayang langit, maka para pemburuh kekuasaan di bumi yang sedang berlangsung melalui pemilihan umum presiden, legislatif dan rezim pilkada untuk memperebutkan Gubernur, Bupati dan Wali Kota sering kali membentuk tim pemenangan baik tim pemenangan di bumi maupun tim pemenangan yang bertugas menerobos lapisan-lapisan langit, artinya bagi mereka yang paham bahwa kekuasaan itu bagian dari taqdir Tuhan. Para pemburuh kekuasaan di bumi harus terlebih dahulu mengetuk pintu langit dengan pengertian lain pembentukan tim untuk bernegosasi agar pintu Taqdir Allah terbuka untuknya.

Jika mengikuti Roger Dawson dalam karya  secrets of power negotiating senih negosiasi. Roger menjelaskan untuk memenangkan keinginan kesuksesan untuk berkuasa haruslah negosiasi dengan tingkat seni yang canggih dan meminta lebih dari sekadar apa yang diharapkan, ini berlaku di bumi antar sesama manusia. Lalu bagaimana bernegosiasi dengan Pemilik Kekuasaan dalam ruang taqdir-Nya, tentu dibutuhkan orang-orang yang lebih canggih gaya komunikasi dengan Tuhan, maka banyak kita jumpai dalam praktek pertarungan rebutan kekuasaan di Indonesia ada langka-langka yang dilakukan dengan mendatangi para ulama, para habaib, para joguru, para tuan guru, para ahli “Per-mangko-an” atau orang-orang tertentu yang memiliki kasyaf untuk diterawang dan menerawang nasibnya bisa diizinkan Tuhan berkuasa atau tidak.

Langka-langka politik pemenangan dalam rebutan kekuasaan sebagai orang beragama dan ber-iman kemudian rasa imani itu terformulasikan dalam ke-Tuhanan Yang Maha Esa, dalam sila pertama Pancasila, sejatinya skema yang diperbincangkan Tuhan seperti terurai dalam surat al-Imran harus ditelusuri dan dieksplorasi lebih lanjut, sehingga ada kesadaran diri bahwa semua yang dimiliki manusia termasuk kekuasaan adalah taqdir dan iradhatnya, justru dalam fakta rebutan kekuasaan di altar bumi yang mengalami kegagalan terkadang mendatangkan frustasi, stress mungkin sadaqah politik terlalu banyak dikeluarkan.

Merasakan aliran energi taqdir Tuhan atas Kuasa-Nya yang diberikan pada setiap hamba sejak awal telah tertulis dan tersimpan di lauhul mahfudz, maka skema pertama yang harus dilakukan adalah merebut kekuasaan di ruang taqdir kekuasaan Allah, lalu di bumi hanyalah bentuk-bentuk ikhtiar melalui proses politik, mengikuti sistem bernegara yang telah diatur berupa mendapat dukungan dari partai politik 20% dan terpenuhinya syarat-syarat lain sebagai calon pemimpin dan paling akhir adalah di pilih oleh mayoritas rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Logika demokrasi yang dibahasa latinkan menjadi “Vox Populi vox dei” suara rakyat adalah suara Tuhan. Artinya antara kehendak Tuhan yang terjelmakan dalam suara mayoritas rakyat melalui pemilihan, berada pada satu frekuensi yang sama tidak saling bertentangan, persenyawaan yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu dengan lainnya. Karena itu benar, dan logis bahwa rebutan kekuasaan harus dimenangkan dalam ruang Taqdir terlebih dahulu.

Jika tercatat nama lain di ruang Taqdir, ada kemungkinan-kemungkinan perubahan dan pergeseran nama, tapi sangat tergantung kekuatan negosiasi politik dengan yang punya kekuasaan, dengan yang memberi kekuasaan, dengan Sang Pemilik Kerajaan atau al-Mulk, oleh Nabi Muhammad memberi komentar dalam sabdanya bahwa perubahan taqdir itu dilakukan melalui kekuatan doa, doa dapat mengubah segalanya termasuk perubahan nama yang telah tertulis sejak awal, misalnya menjadi presiden Republik Indonesia tahun 2024.

Rebutan kekuasaan apalagi menjadi Presiden Republik Indonesia 2024 oleh para pemburuh untuk menduduki tahta dimaksud, sudah pasti melakukan ikhtiar politik dengan berbagai ragam cara dan strategi termasuk di dalamnya gerak strategi menerobos pintu langit. Pada konteks ini, kita dapat melihat para calon presiden dan calon wakil presiden dalam melakukan safari politik, yang saya sebut dengan safari politik “Paesa”, mendatangi dan berziarah di makam para auliyah, makam para wali untuk meminta restu dalam doa agar para auliya menyambungkan permintaan dan harapan mereka kepada Tuhan untuk bisa diberi kekusaan.

Tidak hanya safari politik “Paesa” yang dilakukan, akan tetapi safari politik juga dilakukan dengan terus memperbanyak silaturrahim pada kiai, para joguru, dan para auliyah. Semua itu dilakukan agar memastikan mengetahui kabar langit membuka tabir takdir kekuasaan pada sang Pemilik Kerajaan yang oleh Sekjen Kementerian Desa Taufik Madjid mengatakan bahwa Takdir milik Allah, ikhtiar milik manusia, dus karena itu semakin asyik kita mencermati dalam rebutan-rebutan kekuasaan karena ada timses langit dan timses bumi. (*)