JAILOLO, NUANSA – Langkah Bupati Halmahera Barat, James Uang, yang mengabaikan putusan sengketa Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Gamsungi tahun 2022, mendapat respons dari Hendra Kasim selaku kuasa hukum kades terpilih Gamsungi, Muslim Dade. Hendra menilai, sikap bupati ini tidak menghormati putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Ini karena bupati berencana menunjuk penjabat sementara (Pjs) kades Gamsungi.
Sebagaimana diketahui, penyelesaian sengketa tersebut digelar melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon dan PTTUN Manado. Kendati PTUN Ambon hingga PTTUN Manado mengabulkan gugatan Muslim S Dade selaku kepala desa terpilih Gamsungi, namun keputusan tersebut belum juga ditindaklanjuti Bupati James Uang.
Hendra menegaskan, bahwa setiap putusan pengadilan harus dianggap benar dan harus pula dihormati. Demikian arti dari asas res judicata pro varitate habetur yang merupakan asas hukum umum untuk semua putusan pengadilan, termasuk dalam hal ini adalah putusan PTTUN Manado tentang sengketa Pilkades Gamsungi.
“Untuk itu, maka kami menyarankan kepada Bupati Halbar agar tidak terjebak dengan opini publik atau advis hukum dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkara ini,” tegas Hendra dalam konferensi pers, Rabu (15/11).
Hal tersebut disampaikan dengan maksud agar perkara ini memiliki akhir sebagaimana asas prinsip litis finiri oportet, yang artinya bahwa “setiap perkara harus ada akhirnya”, atau dengan kata lain sengketa Pilkades Gamsungi telah selesai secara hukum dan tertutup segala upaya hukumnya.
“Dengan mengaitkan makna asas prinsip hukum sebagaimana kami sebutkan dengan duduk perkara ini, maka menurut hukum Bupati Halbar sepatutnya melaksanakan isi putusan dimaksud agar perkara ini memiliki kepastian hukum,” ujarnya.
Praktisi hukum Maluku Utara ini menuturkan, jika Bupati Halbar melakukan tindakan lain dari pertimbangan hukum majelis dan amar putusan, maka tindakan tersebut dapat terkualifikasi sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip, asas dan doktrin hukum dalam putusan pengadilan.
“Lantas, apa konsekuensi hukum dari tidak dilaksanakannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap? Pertanyaan ini kelihatannya sederhana tapi tidak mudah, karena faktanya tidak sedikit pejabat TUN yang dipersoalkan secara hukum dan moral ketika tidak melaksanakan putusan pengadilan,” cetusnya.
Sikap hukum Bupati Halbar dalam merespons permasalahan ini tidak terlepas dari hasil analisis Tim Hukum Pemda Halbar. Tim Hukum Pemda Halbar, kata Hendra, sepertinya tidak memahami dengan baik duduk perkara ini, baik dari perspektif hukum maupun perspektif etika. Akibatnya, kepastian hukum dalam perkara inipun terabaikan tanpa alasan hukum yang cukup.
Hal ini tentu akan menjadi preseden buruk untuk Bupati Halbar ke depannya. Tim Hukum Pemda Halbar, tambah Hendra, sepertinya juga tidak membaca asas, prinsip dan postulat mengenai putusan pengadilan.
Misalnya asas judicial sunt tanquam juris dicta, et pro veritate accipiuntur yang artinya putusan merupakan penerapan hukum dan diterima sebagai suatu kebenaran, asas judiciis posterioribus fides est adhibenda, artinya putusan akhir patutnya dipercaya dan asas judicium semper pro veritate accipitur, yang artinya putusan selalu diterima sebagi suatu kebenaran.
“Ketidapahaman terhadap asas, prinsip dan postulat dalam doktrin ilmu hukum sebagaimana disebutkan sangat berkonsekuensi pada model penalaran hukum tentunya, model penalaran hukum demikian terkualifikasi sebagai bagian dari kesesatan argumentasi. Kami tentu tidak menginginkan kesesatan argumentasi itu terjadi pada Tim Hukum Pemda Halbar,” tegasnya.
Hendra meminta agar kiranya dibaca secara teliti, cermat dan lengkap pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Nomor 50/G/2022/PTUN.ABN pada halaman 69. Di bagian pertimbangan tersebut jelas dan tegas menyebutkan bahwa yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai kepala desa terpilih Desa Gamsungi adalah Penggugat (Muslim S Dade).
“Pertimbangan hukum ini tidak terpisahkan dengan diktum amar putusan, ataupun sebaliknya diktum amar putusan tidak boleh dibaca terpisah dengan pertimbangan hukum ini. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lainnya. Begitulah cara sederhana dalam memahami putusan pengadilan,” terangnya.
Selanjutnya, pertimbangan hukum tersebut diperkuat kembali dalam Putusan No 35/B/2023/PT.TUN.MDO tepatnya pada halaman 11-13. Artinya, bahwa putusan dalam perkara ini telah tepat, benar dan lengkap pertimbangan hukumnya.
Hakim yang memutus perkara ini telah memperoleh keyakinan penuh bahwa yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai kepala desa terpilih Desa Gamsungi adalah Penggugat (Muslim S Dade).
“Untuk itu, putusan tersebut wajib hukumnya dieksekusi oleh Bupati Halbar sebagai bentuk penghormatan dan ketaatan terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Bupati tidak boleh melakukan tindakan hukum lain selain dari pertimbangan dan perintah amar putusan,” tegas Hendra.
Ia menambahkan, terkait dengan upaya kasasi oleh Pemkab Halbar, maka berdasarkan Pasal 45 A ayat (2) huruf c UU No. 5/2004 jo Surat Edaran MA No. 10/2020 jo Surat Edaran MA No. 8/2011, sesungguhnya tidak memenuhi syarat formal sebagaimana surat dari Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon No. W8-TUN4/304/H.03.04/VIII/2023, tertanggal 2 Agustus 2023, yang secara tegas menyatakan bahwa Berkas Upaya Hukum Kasasi yang diajukan oleh Bupati Halbar tidak memenuhi syarat formal untuk diajukan pemeriksaan tingkat kasasi. Isi surat tersebut telah mengonfirmasi tentang status hukum perkara ini.
Selain itu, Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon juga telah menerbitkan Penetapan Nomor 50/PEN.INKRACHT/2022/PTUN.ABN, tertanggal 14 Agustus 2023, yang pada pokoknya menetapkan bahwa perkara ini telah berkekuatan hukum tetap.
“Untuk itu, maka secara hukum sewajibnya Bupati Halbar harus mengangkat dan melantik klien kami Muslim S Dade sebagai Kepala Desa Gamsungi, bukan justru malah melakukan tindakan lain dari pertimbangan hukum dan amar putusan dimaksud,” ujar Hendra.
Mengenai dengan upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang ditempuh oleh Bupati Halbar, kata Hendra, pihaknya sangat menghormati dan mengapresiasi upaya hukum tersebut meskipun secara hukum upaya tersebut tidak ada artinya. Karena upaya tersebut tidak dapat menghalangi atau membatalkan eksekusi atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Artinya bahwa upaya PK yang ditempuh oleh Bupati Halbar tidak sedikitpun menghalangi/menghambat kekuatan eksekusi atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” jelas Hendra.
“Berdasarkan segala penilaian hukum sebagaimana kami uraikan, maka menurut batas penalaran yang wajar Bupati Halbar tidak menghormati putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan sikap hukum Bupati Halbar dalam merespons putusan pengadilan cenderung menunjukan sikap pembangkangan terhadap putusan pengadilan,” ujarnya.
Menurut Hendra, Bupati Halbar mestinya menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dalam hal menghormati, menaati dan melaksanakan isi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, bukan justru bertindak sebaliknya.
“Kami perlu menegaskan bahwa apapun tindakan hukum yang diambil oleh Bupati Halbar selain dari pertimbangan dan amar putusan, maka tindakan hukum tersebut akan kami perkara secara hukum sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tutupnya menegaskan. (adi/tan)