Oleh: Firdaus Muhidin
Sekum Pengurus Komisariat KAMMI IAIN Ternate
___
DALAM hak kerja oleh setiap orang di dalam sebuah perusahaan atau di bidang apapun itu berkaitan dengan hak upah pekerja harus ditunaikan dan bahkan diprioritaskan. Sehingga atas upah itu dapat memuaskan pekerja satu sama lain yang merupakan pula ukuran daripada kesejahteraan pekerja. Di sisi lain ada yang perlu dipersoalkan dalam dunia pendidikan kita yang tidak kalah penting adalah persoalan guru. Mengapa demikian? Karena guru merupakan aktor utama yang sangat penting di dalam dunia pendidikan yang harus diperhatikan dengan baik, bukan malah diabaikan begitu saja dari kasus yang kita temukan terkait dengan gaji guru yang tak kunjung dibayar sampai menunggu berbulan-bulan.
Sebut saja, salah satunya adalah guru honorer yang kerap kali kurang diperhatikan. Ironisnya, guru honorer kerap kali menjadi salah satu profesi yang di pandang sebelah mata. Pasalnya, banyak guru yang berstatus tidak tetap tersebut yang mengeluhkan rendahnya penerimaan upah dibandingkan dengan beban tugas. Padahal, pahlawan tanpa tanda jasa itu juga membutuhkan pendapatan yang layak untuk kehidupan sehari-hari. Tak jarang mereka terpaksa turun ke jalan menyuarakan tuntutan hak mereka untuk dipenuhi oleh pemerintah terkait, baik itu di tingkat daerah maupun di tingkat pusat.
Daerah Provinsi Maluku Utara, Kota Ternate, dalam pernyataan Juru Bicara PGRI Malut (Saleh Abubakar) yang lalu mengatakan secara tegas bahwa Pemerintah Provinsi secara terang-terangan sengaja merusak pendidikan Maluku Utara, menyusul dengan gaji guru honorer SMA dan SMK yang tak kunjung dibayar Pemerintah Provinsi selama delapan bulan. (baca Koran; Malut Post/23/10/2023). Ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi mengabaikan hak-hak guru honorer yang seharusnya ditunaikan diprioritaskan hak mereka yang telah menjadi kewajiban Pemerintah Provinsi untuk membayarnya sebagaimana dalam amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Pasal 40 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh; a) penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai, b) penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, c) pembinaan karier sesuai dengan tuntutan dan pengembangan kualitas, d) perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan e) kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menjujung kelancaran pelaksanaan tugas.
Bahwa kesejahteraan guru dalam mengembang amanat yang sangat berat harus menjadi perhatian besar bagi setiap stakeholder di dalam pendidikan. Persoalan kesejahteraan ini memang sesuatu yang abstrak dan sulit ditemukan dalam kehidupan nyata masyarakat, apalagi guru honorer. Kesejahteraan secara lahiriah dapat dinyatakan, bahwa seseorang yang dikatakan sejahtera apabila anggaran pendapatan lebih besar daripada pengeluaran. Kaitannya dalam hal ini secara material dapat tercukupi kebutuhan sehari-hari, dan dari segi batinnya dapat dikatakan sejahtera apabila dalam melaksanakan tugasnya dengan rasa senang dan dengan niat ibadah, sehingga ada rasa nyaman dan tenteram dalam melangsungkan hidup di dalam kehidupan pekerjaan, pendidikan; di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Antara kesejahteraan dan tugas guru yang diembannya harus menjadi perhatian dikarenakan tugas seorang guru amatlah besar, di pundaknya terdapat sebuah harapan besar bangsa Indonesia di tahun 2045 yang pemerintah ingin mewujudkan cita-cita itu sebagai Indonesia Emas pada 2045. Untuk mewujudkan Generasi Emas Indonesia, hal ini tak terlepas dari kerja-kerja guru untuk mendidik para generasi berikutnya, generasi terdidik itu yang akan mengisi di pelbagai sektor yang keterlibatannya sangat diprioritaskan sebagai generasi emas itu. Maka guru pun dituntut untuk memiliki kemampuan-kemampuan dalam meningkatkan kualitas profesinya sebagai kemampuan untuk memutakhirkan, mentransformasikan, dan memaknai bahan ajar, sesuai dengan perkembangan zaman dan realitas yang ada di masyarakat. Dan di masyarakat itulah yang menjadi tolak ukur yang penentunya adalah pendidikan oleh guru itu sendiri.
Minimnya kesejahteraan guru Indonesia, khususnya di Provinsi Maluku Utara yang mengakibatkan membuat profesi guru di ambang kehancuran, kurang diminati oleh generasi menegah bawah dan bahkan generasi papan atas. Anggapan mereka akan terus bergelimang bahwa mereka terus-terus membandingkan ‘penghargaan’ yang diterima oleh guru dengan profesi lain yang dimana ‘penghargaan’ itu lebih menjanjikan bagi mereka yang bukan guru. Kesejahteraan dan kualitas guru harus diperhitungkan ketika ingin memajukan Indonesia dan meningkatkan kualitas pendidikan dengan sebaik-baik mungkin. Bukankah diketahui sendiri bahwa ketika Negara Hirosima dan Nagasaki dibombandir atas dijatuhkannya ‘bom atom’ yang mengakibatkan kehancuran tanpa ambang batas lalu apa kemudian yang dilakukan oleh Kaisar Jepang? Bukan menanyakan soal berapa jumlah korban, bangunan, dan sebagainya, tetapi kalimat pertama kali yang ditanyakan adalah berapa jumlah guru yang masih hidup. Sehingga yang pada akhirnya sekarang ini kita menatap kembali majunya negara mereka yang begitu canggih kalah-kalah negara lain apalagi Indonesia. Ini bukan untuk mempersoalkan dalam hal membandingkan dengan negara kita, tapi ini adalah suatu hal yang patut menjadi hikmah renungan, introspeksi bagi setiap stakeholder, para pejabat pemerintah, pemuda dengan ide dan gagasan kreatifnya, serta masyarakat dan sebagainya untuk bagaimana memajukan bangsa Indonesia di mata dunia yang merupakan tanggung jawab kita bersama dalam memajukan bangsa Indonesia ke depannya.
Maka tak salah kiranya sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan telah memiliki tujuan yang jelas yang termuat di dalam Alinea ke-4 pembukaan Undang-Undang 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Olehnya itu, ketegasan di dalam konstitusi kita itulah yang mengafirmasikan kepada kita bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat urgent (penting) di negeri ini.
Maka secara langsung melekat tugas guru amat berat itu dengan tujuan mencerdasakan peserta didik; berkembangnya potensi keimanan dan ketakwaan; terbentuknya akhlak mulia di kalangan para peserta didik; membentuk peserta didik yang sehat secara jasmani dan rohani; mencetak peserta didik yang berilmu; mencetak peserta didik yang cakap; pembentukan jiwa mandiri di kalangan peserta didik. Maka dalam mendukung tujuan dari amanat konstitusi itu adalah harus memperhatikan dan memperioritaskan kesejahteraan guru, guru honorer yang bekerja siang-malam memikirkan kemajuan pendidikan dan demi masa depan bangsa Indonesia. Terdidiknya peserta didik hari ini yang akan mengisi sebagai Generasi Indonesia Emas 2045 mendatang. Dari segi fasilitas, biaya pendidikan, gaji guru harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah sehingga tidak mengganggu kinerja-kinerja guru untuk melanggengkan kemajuan pendidikan di masa depan itu. Semoga para guru kita lebih diperhatikan dengan baik, tata kelola guru sesuai prioritas, mengembang kompotensi secara tepat, dan sehingga dapat memajukan pendidikan ke depan lebih baik sesuai harapan bersama Indonesia Emas 2045. Selamat Hari Guru, guru pahlawan tanpa tanda jasa. Wallahu ‘alam bishawab. (*)