JAILOLO, NUANSA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat untuk tidak membangun konspirasi dengan anggota DPRD dalam penentuan anggaran pokok-pokok pikiran (pokir).
Hal ini disampaikan Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK RI Wilayah V, Dian Patria, usai menggelar rapat koordinasi akselerasi pencegahan korupsi bersama Pemda setempat, Senin (11/12).
Menurutnya, APBD Halbar sangat terbatas yakni di bawah Rp1 triliun atau sekitar Rp940 miliar, pajak daerah dan pemasukannya sangat kecil, sedangkan utang Pemda begitu besar yakni Rp200 miliar sekian. Bahkan, belanja pegawainya pun di atas 30 persen.
“Jangan sampai APBD-nya kecil, pemasukannya kecil, utang banyak lalu main-main antara DPRD sama pihak eksekutif melakukan konspirasi pada anggaran Pokir, bagi-bagi proyek titip di dinas-dinas, hati-hati di luas perkara ini ancamannya bisa 18 tahun penjara. Jadi sekali lagi, jangan main-main, karena utangnya banyak dan realisasi anggarannya tidak sampai kepada masyarakat,” tegas Dian.
Ia menegaskan, dari semua tata kelola di wilayah Maluku Utara, Halmahera Barat berada pada pertengahan dan bersihnya tidak terlalu tinggi serta tidak terlalu rendah.
“Jadi artinya masih rendahnya komitmen terhadap regulasi, masih rendah komitmen dari pucuk pimpinan dan juga para pimpinan OPD,” ujarnya.
Ia mengatakan, di Kabupaten Pulau Morotai selalu berada di dua sampai tiga besar terkait komitmennya terhadap regulasi, sedangkan Halbar berada pada zona merah integritasnya juga rentan. Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI), Halmahera Barat berada di bawah 65 persen yang paling rentan.
“Jadi survei layanan publiknya masuk zona merah 63 persen. Hal itu menurut tiga kelompok responden yaitu ASN, masyarakat, sama pakar semisal tokoh agama mengatakan jika mereka berurusan dengan Pemda Halbar, mereka pernah melihat, pernah mendengar ada pungli di Halbar itu nilainya 63 persen,” paparnya.
Ia menambahkan, hasil survei hitungannya mulai dari 0 sampai 100. Jika di bawah 65 persen itu masuk zona merah. Dian mengaku, begitu juga dengan Monitoring Center for Prevention (MCP) Halbar tahun lalu berada pada 61 persen, tetapi sekarang 14 persen, sehingga masih sangat rendah walaupun ada yang belum diverifikasi.
Sekadar diketahui, MCP merupakan sebuah aplikasi atau dashboard yang dikembangkan oleh KPK untuk melakukan monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi, melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. (adi/tan)