SOFIFI, NUANSA – Tiga proyek fisik yang melekat di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara diduga tidak mengantongi dokumen izin lingkungan. Tiga proyek yang dikerjakan tersebut terletak di Desa Tahane, Kecamatan Malifut, Kabupaten Halmahera Utara.
Ketiga proyek tersebut yakni pembangunan pabrik es 1 ton yang dikerjakan CV Abdi Nusantara dengan nomor kontrak: 11/Kontrak/PPKII/APBD/DKP-MU/VII/2023. Awal pekerjaan dimulai pada 6 Juli 2023, dengan nilai pagu Rp.390.726.904-, periode pekerjaan 150 hari kalender.
Pembangunan sarana dan prasarana sentra KP yang dikerjakan CV Iftih Anugerah dengan nomor kontrak: 007/Kontrak/PPKI/APBD.T/DKP-MU/VII/2023. Awal pekerjaan dimulai pada 6 Juli 2023 dengan nilai pagu Rp5.362.432.239.89.
Kemudian, pembangunan Coolstrage 30 Ton yang dikerjakan CV Birinoa Perkasa dengan nomor kontrak: 008/Kontrak/PPKII/APBD/DKP-MU/VI/2023. Awal perkerjan dimulai pada 3 Juli 2023 dengan nilai pagu Rp3.773.152.826.63.
Kepala Bidang Amdal Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara, Wajihuddin, ketika dikonfirmasi menyayangkan sikap DKP yang terkesan mengabaikan izin lingkungan dalam proses pembangunan tersebut.
“Itukan belum ada persetujuan lingkungan. Harusnya sebelum pekerjaan konstruksi, yang bersangkutan melakukan pengusulan dokumen. Dia bikin dulu penyajian informasi lingkungan (PIL) kemudian diinput ke Amdalnet. Setelah terkoneksi dengan Amdalnet, nanti ada arahan bahwa kegiatan itu masuk besarnya apa, UKL/UPL atau Amdal,” jelasnya, Rabu (13/12).
“Kalau UPL tentu prosesnya tidak serumit Amdal. Dari situlah DKP melakukan penyusunan sesuai dengan yang diarahkan Amdalnet. Kemudian itu, kita dari DLH setelah menerima dokumen instansi bersangkutan (DKP), barulah dikeluarkan dokumen persetujuan lingkungan. Nah, dari situlah baru dilakukan pekerjaan konstruksi,” sambungnya.
Atas dasar itu, ia menilai DKP telah melanggar Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan dipidana.
“Itukan sudah diatur dalam regulasi nasional. Mengkaji biodata laut kemudian di pesisir itu dampaknya seperti apa ketika konstruksi dibangun. Tapi sejauh ini mereka belum komunikasi ke kita,” ujarnya.
Sementara Kepala DKP Malut, Abdullah Assagaf, ketika dikonfirmasi belum merespons hingga berita ini ditayangkan.
Sekadar diketahui, berdasarkan informasi yang dihimpun, ketiga bangunan fisik milik DKP Malut yang saat ini sudah mencapai progres 50 persen itu, diduga merupakan milik pokok-pokok pikiran (Pokir) salah satu anggota DPRD insial ST. (ano/tan)