Oleh: Khaizuran
_____
AYAM mati di lumbung padi, pengibaratan yang dapat menggambarkan kondisi masyarakat yang ada di Halmahera Tengah. Betapa tidak, wilayah yang berada pada daerah lingkar tambang tetapi kasus stunting terus meningkat. Melansir dari Malutpost.com “Sebagai salah satu daerah penghasil nikel terbesar di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) terancam mengalami stunting di masa depan. Berdasarkan data Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Halteng per November tahun 2023, ada 2.707 keluarga di Halteng yang berisiko mengalami stunting di masa depan.
Secara keseluruhan di Maluku Utara tercatat kasus stunting sebanyak 5.037 orang. Informasi ini berdasarkan data elektronik pencatatan dan pelaporan Gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) Dinas Kesehatan Malut. Persoalan stunting juga disebutkan karena persoalan lingkungan yang tidak sehat, seperti air bersih yang tidak layak minum, debu yang beterbangan, dan sebagainya. (Malutpost./29/01/23). Sebuah kemalangan yang perlu dikritisi, sebab kekayaan sumber daya alam yang dimiliki di Maluku Utara terkhususnya Halmahera Tengah tidak menjadi jaminan sejahtera bagi masyarakat inilah yang disebut dengan kutukan sumber daya alam.
Kutukan Sumber Daya Alam
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sebagian besar kekayaan SDA yang ada di Indonesia terlebih Maluku Utara telah dikuasai oleh para korporat asing maupun swasta, dengan atas nama investasi penguasaan ini pun dibenarkan. Walhasil, kekayaan alam yang ada harusnya dikelola negara dan hasilnya didistribusikan untuk kepentingan masyarakat telah menjadi kepemilikan sebagian pihak demi memenuhi kepentingan mereka, rakyat hanya mendapat remahan-remahannya saja.
Stunting merupakan suatu kondisi gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak, penyebab utama stunting adalah kurangnya asupan nutrisi selama masa pertumbuhan. Artinya kasus stunting ini ada kaitanya dengan pemenuhan kebutuhan pokok tidak sebatas disebapkan oleh persoalan lingkungan. Pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sebenarnya adalah tanggung jawab negara baik sandang, pangan dan papan. Jika diamati kekayaan alam negeri ini termasuk Maluku Utara sudah sangat cukup mengatasi kemiskinan bahkan rakyat akan begitu sejahtera jika pengelolaan itu sepenuhnya dikelola negara bukan malah negara hanya bertindak sebagai regulator yang memberikan peluang seluas-luasnya bagi korporasi.
Sungguh ini hanya ilusi jika pengelolaan dikembalikan kepada negara yang berasas pada ideologi kapitalis, sebab ini adalah upaya sistematis yakni sistem sekuler-kapitalis yang memberikan jalan mulus bagi mereka dan menjadikan negara abai dalam tanggung jawabya meri’ayah umat. Dalam sistem ini adanya kebebasan kepemilikan yang sangat dijunjung tinggi, walhasil tidak ada konsep kepemilikan yang jelas bahkan peluang liberalisasi sumber kekayaan alam semakin besar, siapa pun dengan mudah mengintervensi SDA termasuk asing dan aseng atas nama investasi.
Sistem ini juga hanya berfokus pada pembangunan ekonomi tetapi miskin visi dalam pembangunan manusianya, realitas yang terjadi justru masyarakat yang hidup di wilayah dengan kekayaan alam melimpah sedangkan masyarakatnya hidup dalam kemiskinan, kebodohan dan kejumudan. Inilah yang disebut dengan kutukan SDA. Akibat dari gurita kemiskinan dan kesenjangan ekonomi inilah akhirnya kebutuhan perut menutupi perkembangan akal. Alhasil, masyarakat tidak lagi menyadari bahwa penguasaan para oligarki atas wilayah mereka adalah bentuk penjajahan, dan para penjajah sengaja menciptakan kebodohan itu.
Islam Membawa Kesejahteraan dan Menghasilkan Generasi Yang Kuat
Sistem Islam atau negara Islam adalah negara yang menerapkan seluruh syariat Islam secara kaffah, seorang pemimpin dalam negara Islam yang disebut khalifah sangat memahami betul bahwa tanggung jawabnya adalah sebagai ra’in (penjaga) bagi masyarakat dan setiap tanggung jawabnya akan dimintai pertangungjawaban oleh Allah SWT.
Rasululllah SAW bersabda “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Islam memandang bahwa pemenuhan kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi negara. Keberlangsungan konsep ini berhasil karena bertalian erat dengan konsep ekonomi Islam.
Sistem ekonomi Islam mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan dan stunting tersebab dua poin penting yaitu. Pertama, pengaturan konsep kepemilikan dengan batasan yang jelas. Sehingga tidak ada yang menguasai hak milik orang apalagi menyakut hajat hidup oarang banyak. Kepemilikan dalam Islam terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan umum, individu, dan negara. Untuk kepemilikan individu setiap individu boleh memilikinya sesuai standar syariat, seperti hasil kerja, warisan dsb.
Adapun kepemilikan umum, dalam Islam diharamkan untuk mengintervensi atau memprivatisasi oleh individu atau sebagian pihak, sebab ini adalah milik masyarakat secara umum seperti air, rumput laut, tambang (emas, nikel, batu bara), dsb. Kepemilikan negara meliputi harta yang pengelolaanya diwakilkan pada khalifah, seperti ganimah, jizyah, kharaj, dan harta orang murtad. Maka negara secara mandiri mengelola kepemilikan umum dan negara, dan dijadikan sebagai sumber pemasukan dalam kas baitul mal atau ABPBN negara.
Kedua, peran negara yang begitu penting dalam distribusi kekayaan yang bersumber dari pendapatan negara salah satunya adalah kepemilikan umum. Negara akan mendistribusikan untuk memenuhi kebutuhan primer seperti (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan) dst. Dari sini jelas bahwa kebutuhan gizi tiap orang terpenuhi temasuk ibu hamil dan balita.
Selain itu, kebutuhan dasar rakyat menjadi tanggung jawab negara. Negara akan memastikan setiap kepala keluarga mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak, misalnya, ada kepala keluarga yang tidak sanggup bekerja karena sakit atau cacat, sedangkan kerabat meraka pun cacat dan tidak mampu menanggungnya maka keluarga ini akan disantuni oleh negara. Negaralah yang akan memenuhi seluruh kebutuhan keluarga tersebut, termasuk pangan yang bergizi sehingga keluarga tersebut keluar dari kesengsaraannya.
Seperti yang dilakukan khalifah Umar bin Khatthab ra. Beliau begitu khawatir dan gelisah tatkala didapati ada seorang ibu yang tidak bisa memberikan makan kepada anaknya yang kelaparan. Beliau rela memanggul gandum sendiri dan langsung memasaknya untuk memastikan keluarga tersebut makan dan layak.
Kasus stunting makin genting di kebanyakan wilayah Indonesia karena akibat dari kemiskinan ekstrem dan semua ini buah dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler. Oleh karenanya, menyelesaikannya harus dengan mengganti paradigma sistem kapitalisme menjadi sistem Islam. Wallahu’alam. (*)