Opini  

Berpuasa Dengan Rukyatul Hilal

Oleh: Raihun Anhar, S.Pd

Pemerhati Umat

SETIAP menjelang Ramadhan selalu saja ada perbedaan dalam memulai dan mengakhirinya. Berbeda jika dalam masalah lain tidak masalah, namun dalam masalah puasa merupakan masalah besar. Mengapa? Karena menyangkut persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa kaum muslim tercerai berai sehingga untuk berpuasa saja berbeda.

Persatuan kaum muslim adalah sesuatu yang sangat penting. Hal ini dibuktikan dalam sejarah umat muslim tatkala Rasulullah Saw wafat. Pada saat itu kaum Anshar mulai memilih pemimpin mereka di saat yang lain sibuk untuk pemakaman Nabi Muhammad Saw. Walhasil pemakaman Nabi ditunda untuk menyatukan kaum muslim yang mulai terpecah belah. Cara mempersatukan kembali adalah dengan memilih Abu Bakar sebagai Khalifah Rasulullah yang mengantikan Rasulullah Saw dalam memimpin kaum muslim bukan dalam kenabian.

Dari kisah wafatnya Rasulullah Saw menunjukkan bahwa persatuan kaum muslim lebih penting dari pada memakamkan jenazah. Padahal penguburan jenazah merupakan hal yang harus disegerakan. Hal ini dijelaskan dalam hadis berikut, Rasulullah Saw bersabda:

إنِّي لا أَرَى طَلْحَةَ إِلا قَدْ حَدَثَ فِي الْمَوْت فَاذَنُونِي بِهِ وَعَجِلُوا، فَإِنَّهُ لَا يَنْبَغِي لِحِيفَةِ مُسْلِمٍ أَنْ تُحْبَسَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ أَهْلِهِ

“Aku melihat bahwa Thalhah sudah benar-benar meninggal maka berilah waktu kepadaku dan percepatlah proses penguburannya! Tidak selayaknya mayat seorang muslim untuk dipertahankan di tengah-tengah keluarga.” (HR Abu Dawud).

Coba lihatlah pentingnya persatuan umat sehingga jenazah manusia terbaik di muka bumi ini ditunda penguburannya. Kaum muslim pun kembali bersatu namun ada sebagian kaum muslim yang tidak mau membayar zakat kemudian diperangi oleh pasukan perang karena zakat merupakan kewajiban kaum muslimin.

Sama halnya puasa juga membutuhkan persatuan. Dengan demikian terciptanya kehidupan yang rahmatan lil alamin seperti dahulu di masa Nabi dan para sahabat. Berpuasa tidak dianjurkan dengan hisab melainkan rukyatul hilal. Hal ini disabdakan Rasulullah Saw dalam hadis berikut:

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَ أَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ

“Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal. Bila ia tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya’ban menjadi 30 hari,” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari hadis ini menujukkan bahwa berpuasa dan mengakhiri puasa harus melihat hilal. Jika tidak terlihat hilal karena mendung maka digenapkan Sya’ban menjadi 30 hari. Namun, apabila hilal terlihat di wilayah lain dan disampaikan maka harus puasa. Hal ini pernah terjadi di zaman Nabi Muhammad Saw saat pemantauan hilal di Madinah tidak kelihat untuk penentuan 1 Syawwal. Kemudian datang delegasi dari luar Madinah dan memberi tahu bahwa di daerahnya telah terlihat hilal sehingga Rasul berbuka di hari itu juga.

Terkait metode hisab untuk penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal menurut para ulama dalilnya lemah dan tidak bisa dijadikan sandaran. Untuk itu maka berpuasa harus dengan rukyatul hilal. Rukyatul hilal juga dibagi menjadi dua yakni rukyatul hilal global dan lokal. Para ulama seperti Imam Syafi’i mengajurkan mengikuti rukyatul hilal global.

Akan tetapi hari ini kaum muslim terbagi dalam banyak negara. Masing-masing dari mereka melakukan rukyatul hilal sendiri. Keputusannya juga berbeda-beda seperti tahun 2023 kemarin. Indonesia dan Arab Saudi berbeda dalam memulai dan mengakhiri puasa. Padahal sama-sama muslim. Hal ini bukan kali pertama terjadi dalam kehidupan kaum muslim tetapi sudah berulang. Bahkan di Indonesia saja sering terjadi perbedaan dari ormas Islam dan Pemerintah dan itu hampir setiap tahun.

Dari kejadian ini, maka dibutuhkan persatuan. Untuk menyatukan penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawwal juga Idul Adha. Hal yang bisa menyatukan kaum muslim adalah mewujudkan satu kepemimpinan yang disebut khilafah atau imamah. Kaum muslim di seluruh dunia di bawah satu komando sebagaimana Nabi Muhammad Saw dan Khulafaur Rasyidin dahulu memimpin kaum muslim di seluruh dunia. Khilafah menurut para ulama merupakan mahkota kewajiban (tajul furudh). Dimana dengan khilafah maka syariat Islam yang hari ini belum dijalankan bisa kita jalankan. Wallahu alam bii sawwab. (*)