TERNATE, NUANSA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan mantan Ketua Gerindra Maluku Utara, Muhaimin Syarif, untuk bersaksi dalam sidang lanjutan perkara suap yang menyeret Gubernur Maluku Utara nonaktif, Abdul Gani Kasuba (AGK) dengan terdakwa Stevi Thomas.
Muhaimin memenuhi panggilan JPU dan bersaksi di sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ternate, Rabu (20/3).
Selain Muhaimin Syarif, ada juga tiga orang saksi lain. Mereka adalah mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Yerrie Pasillia sekarang Sekertaris merangkap Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Kadis Perkim), Muhammad Rizal Usman pegawai di Dinas PUPR/ Kepala Seksi Bidang Bina Marga dan Ferdinan S selaku Kepala Seksi di Balai Jalan Pelaksana Nasional (BPJN) Maluku Utara.
Yerrie Pasillia dalam sidang mengaku, hanya mengenal Stevi Tomas melalui zoom saat pembahasan perencanaan pembuatan jalan di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Ia menuturkan, rencana perubahan akses jalan itu ada permohonan tertulis dari perusahaan pada tahun 2022 dan disposisinya diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ia bilang, jalan provinsi mau dialihkan, sehingga mengusulkan alitrase karena melewati kawasan industri salah satu perusahaan.
“Setelah diterimanya permohonan alitrase, tidak serta merta disetuju tapi dibahas di Kementerian ATR. Kalau yang pertemuan dengan Gubernur saya tidak tahu. Pernah melakukan pertemuan kalau tidak salah bulan November tahun 2023,” ujarnya.
Sementara itu, pertemuannya dengan Mochtar hanya karena dirinya memang berada di Jakarta. Namun sebelum itu, sudah keluar alitrase yang sudah disetujui oleh Kementerian ATR dan Gubernur memerintahkan kepada kadis untuk masukan ke Tata Ruang.
“Pada pertemuan itu ada amplop, ada (uang) Rp20 juta dibagi dua dengan Pak Daud. Diserahkan ke pak kadis dan pak kadis serahkan ke saya,” katanya.
Selain itu, ada jalan provinsi yang akan melewati kawasan industri. Tak hanya itu, mereka ingin membangun jembatan dan hanya menyampaikan dokumen yang telah disiapkan.
“Untuk pak Tus Febrianto (salah satu pegawai swasta), dengan pak Tus ini mengurus pelepas kawasan terkait progres,” tuturnya.
Jaksa juga menunjukan bukti chat WhatsApp antara Tus Febrianto dengan Yerrie Pasillia dan itu diakui oleh Yerrie.
“RTRW kalau menggunakan kawasan PKH itu diurus di Kementerian,” ujarnya.
Sementara, Muhammad Rizal mengaku tidak kenal dengan Stevi. Untuk pembangunan jembatan ada permohonan dari pihak swasta. Perencanaannya dari mereka. Kemudian diperintahkan oleh Daud (terdakwa) untuk dibuatkan draf rekomendasi.
“Perencanaan itu dapat dari Pak Daud. Kemudian diperintahkan untuk dilihat dan dibuat surat karena sudah layak. Pak Daud serahkan surat permohonan sekaligus dokumen perencanaan. Kebetulan waktu itu Pak Daud Kepala Bidang Bina Marga, saya kepala seksinya,” ungkapnya.
Senada, Ferdinan saat ditanya majelis hakim terkait dengan terdakwa Stevi, mengaku tidak kenal dan tidak ada hubungan keluarga.
“Kami hanya minta kepada Pemda untuk siapkan Amdal dan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH)-nya. Tidak ada kendala,” jelasnya.
Ia mengaku, pertemuan dengan Donal melewati zoom di Hotel Sahid Bela. Yang disampaikan Donal saat itu, kata dia, jalan yang dibangun BPJN tidak melewati kawasan industrinya. Sehingga diminta siapkan dokumen Amdal dan RTRW ke Pemda.
“Yang kita kerjakan sesuai Amdal dan IPPKH yang tidak melewati izin IUP mereka. Saat itu belum ada aktivitas, baru rencana pengembangan. Itu jawaban dari Harita baru rencana pengembangan,” cetusnya.
Sedangkan Muhaimin Syarif pun mengaku tidak mengenal Stevi Thomas.
“Saya tidak kenal dan tidak pernah bertemu,” ucapnya.
Ia menceritakan, kurang lebih tiga tahun lalu, dirinya didatangi seorang pengusaha yang namanya Maizon kemudian menawarkan ambil sebagian saham dan membantu uang untuk mengurus perizinan lanjutan.
“Dia meminta saya ambil sebagian saham dan saya membantunya uang. Saya membeli saham, untuk mengurus perizinan dia (Maizon). Izinnya saya tidak tahu. Direkturnya yang urus izin dan tanggung jawab Direktur,” tegasnya.
Saat itu, ia memberikan uang dan membeli saham 10 persen. Dua tahun kemudian, tidak ada perkembangan dan sahamnya dijual.
“Saya jual saham saya karena dua tahun tidak ada perkembangan,” tukasnya.
Ia mengaku, sempat diundang diskusi oleh Gubernur. Saat itu ia sampaikan ke gubernur dan langsung izin ini tidak ditindaklanjuti.
“Saya adalah menantu Gubernur dan tidak pernah menerima apapun dari diskusi itu,” pungkasnya. (gon/tan)