Opini  

Pemilik Rahim Peradaban Bersahabat Erat dengan Pemerkosaan

Oleh: Fikriani Umagapi
Eks Kabid Perempuan KAMMI IAIN Ternate 2022-2023
Anggota Bidang Perempuan KAMMI Daerah Kota Ternate

_____

BELUM lama ini di Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula, tepatnya di Desa Pelita Jaya, Kecamatan Mangoli Utara Timur, Minggu (24/3/24) malam, mengalami sebuah insiden menjijikan (pemerkosaan) yang dialami oleh seorang perempuan (korban) yang mana masih menduduki bangku SMA kelas X, dan seorang pria (pelaku) dari tetangga desanya, Desa Kawata, Kecamatan Mangoli Utara Timur. Spoiler, Malut Post.

Menjadi sebuah pertanyaan besar, mengapa kasus kekerasan, pelecehan, dan pemerkosaan tidak pernah ada habisnya dialami oleh perempuan. Di setiap masa, kasus tentang perempuan tidak pernah redup, malah selalu menjadi santapan menarik di setiap kalangan. Apalagi tentang pelecehan dan pemerkosaan.

Siapa saja, tidak peduli usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi atau latar belakang budayanya, bisa menjadi korban kekerasan. Namun, harus diakui bahwa perempuan secara signifikan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan daripada laki-laki.

Berdasarkan perkiraan yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO), sekitar 1 dari 3 (30 persen) wanita di seluruh dunia sudah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual dari pasangan intim mereka, atau kekerasan seksual dari yang bukan pasangan mereka.

Posisi perempuan dalam kehidupan sosial ternyata belum sejajar dengan laki-laki, meskipun upaya ke arah itu telah lama dan terus dilakukan. Kekuatan faktor sosial, kultural, dan institusional yang menempatkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki menjadi penyebab pokok kenyataan itu. Analisis gender selalu menemukan bahwa sebagian perempuan mengalami subordinasi, marginalisasi, dominasi, dan bahkan kekerasan.

Sedangkan dalam perspektif agama Islam, perempuan diberikan kedudukan yang setinggi-tingginya dibanding laki-laki. Bahkan, tidak jarang kita temukan dalih-dalih yang berseliweran untuk memuliakan, menghormati dan menjaga perempuan. Tentu yang mendeklarasikan dalih-dalih tersebut adalah manusia mulia tauladan kita bersama yaitu Rasulullah SAW. Teringat satu di antara banyaknya pesan dari sosok lelaki terbaik sepanjang masa ialah;

Ingatlah! Aku berpesan pada kalian agar berbuat baik kepada Perempuan. Karena mereka sering menjadi sasaran pelecehan di antara kalian. Padahal, sedikitpun kalian tidak berhak memperlakukan mereka, kecuali untuk kebaikan itu,” (HR. At-Tirmidzi)

Dari hadist di atas dapat ditarik sebuah simpulan bahwa Islam adalah agama yang sangat memuliakan dan mengistemewakan kaum perempuan. dan Islam, dengan tegas tidak mentolerir sedikit pun tindakan yang meremehkan dan menghinakan perempuan (pelecehan/pemerkosaan).

Kasus pemerkosaan merupakan tindakan kejahatan terhadap tubuh seorang perempuan yang tidak bisa ditolerir dan dinormalisasikan begitu saja, tentunya kita berharap bahwa pelaku harus diadili sesuai hukum yang berlaku dalam pasal 477 KUHP agar memberikan efek jera.

Meskipun banyak undang-undang perlindungan terhadap perempuan, tetapi tidak mampu meminimalisir kasus yang dialami oleh perempuan. Mengingat kemarin, menyambut peringatan Hari Perempuan Internasional tahun 2024, Komnas Perempuan melakukan peluncuran Catatan Tahunan (CATAHU) yang merekam data kekerasan terhadap perempuan selama tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus. Tentunya ini bukanlah angka yang sedikit. Berbagai usaha, upaya dan diskursus selalu dilakukan oleh pemerintah agar perempuan mendapat perlindungan dan keadilan serta mendapat keamanan di Negara ini.

Namun, hal ini masih menjadi iming-iming bersama yang tidak tahu kapan akan terjawab. Sangatlah disayangkan ketika perempuan sebagai pencetak peradaban selalu bersahabat erat dengan pelecehan maupun pemerkosaan, tentunya sebagai seorang perempuan kita menginginkan kedamaian dalam menjalani kehidupan dalam bernegara, setidaknya meminimalisir problem yang dialami perempuan, maka izinkan penulis untuk menyumbangkan gagasan sebagai sebuah sumbangsi dalam upaya untuk menyikapi permasalahan (pemerkosaan) yang kian erat mendekap perempuan.

  1. Rutin mengadakan sosialisasi pentingnya menutup aurat

Sebagai seorang perempuan yang memiliki kepercayaan dalam memeluk agama Islam, tentunya terdapat aturan-aturan terhadap perempuan sebagai sebuah perlindungan untuk menjaga perempuan. Dalam hal ini, cara berpakaian yang telah diatur dalam agama Islam yaitu menutup aurat secara sempurna. Sebagaimana anjurannya dalam QS. Al-Ahzab:59, QS. An-Nur: 31.

Disclaimer, penulis tidak men-judje dan menyalahkan bahwa korban dari kekerasan seksual itu disebabkan oleh ulahnya sendiri, karena cara berpakaian yang terbuka sehingga mengundang hawa nafsu lawan jenis. Hal ini disebut dengan blaming korban. Victim blaming adalah sebuah tindakan di mana seseorang cenderung menuduh dan menganggap bahwa tindakan yang dilakukan oleh pelaku merupakan akibat dari tingkah laku korban. Namun, penulis memberikan sebuah solutif dari pandangan agama sesuai firman Allah yang kebenarannya tidak dapat diragukan lagi bagi orang beriman.

  1. Selalu memberikan edukasi terhadap perempuan terkait kekerasan seksual

Jika berbicara terkait kekerasan seksual, banyak dari kalangan masyarakat yang masih menganggapnya hal tabu, banyak pula masyarakat yang masih awam terkait kekerasan seksual. Sebagian masyarakat menganggap bahwa kekerasan seksual hanya pada sebuah upaya kekerasan terhadap fisik yang dialami seseorang ketika mendapati hubungan seksual.

Sebagai seorang perempuan yang memiliki cakupan pemahaman yang luas terkait kekerasan seksual, hadir di tengah-tengah masyarakat dan memberikan edukasi. Sadar akan eksistensi sebagai sosok yang mengemban tanggung jawab moril, perubahan dan peradaban serta sebagai pengontrol realitas sosial tentunya jangan sungkan memberikan pemahaman terhadap masyarakat bahwa kekerasan seksual bukan hanya sebatas penyerangan fisik ketika seseorang mendapati hubungan seksual. Namun lebih dari itu, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan dan/atau menyerang tubuh dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.

  1. Membentuk SATGAS Perlindungan Perempuan

Satgas perlindungan perempuan mempunyai tugas melakukan giat perlindungan perempuan untuk membantu para korban ke mana mereka harus mengadukan apa yang mereka alami, juga mendapatkan jaminan perlindungan dari gangguan pihak manapun, melihat fenomena terkini bahwa persoalan kekerasan perempuan hari ini banyak terjadi bahkan fenomena ini terjadi diinstitusi pendidikan maupun kalangan sosial.

Harapannya dengan adanya SATGAS perlindungan perempuan ini bisa bermitra dengan Komisi Nasional (KOMNAS) Perempuan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (*)