TERNATE, NUANSA – Halmahera Wildlife Photography (HWP) dan Himpunan Mahasiswa Sylva Universitas Khairun Ternate (Himasylva Unkhair) mengamankan 95 butir telur yang diduga merupakan telur dari jenis penyu sisik. Telur-telur itu diamankan ketika Ketua HWP, Dewi Ayu Anindita, mendapati seorang pedagang menjual telur penyu di Pasar Higienis, Kota Ternate, Jumat (3/5) pagi.
Dari keterangan Dewi, penjual yang tidak ingin disebutkan nama dan asalnya tersebut bercerita bahwa telur-telur itu ia beli dari temannya yang sudah sering mengambil atau berburu. Telur yang dijual tersebut nampak diambil saat baru lepas dari induknya karena terlihat masih berpasir.
“Mereka biasa mengambil telur penyu di Kelurahan Taduma, Fitu dan Sasa pada waktu-waktu tertentu atau pada saat musim penyu bertelur,” jelas Dewi berdasarkan keterangan dari si penjual atau dalam istilah lokal disebut dibo-dibo.
Dengan bermodalkan uang Rp 200 ribu dibo-dibo itu sudah dapat membeli lebih dari 100 butir telur yang kemudian dijual dengan harga Rp 10 ribu per 4 butir. “Dibo-dibo juga mengaku bahwa ia tidak tahu kalau penyu merupakan satwa langka dan dilindungi,” tambah Dewi.
Kepercayaan masyarakat Maluku Utara akan khasiat dari telur penyu sebagai obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit membuat telur penyu masih sering diburu untuk dikonsumi dan diperjual-belikan.
Setelah memborong semua telur penyu yang tersisa, Dewi juga memberikan sedikit edukasi umum tentang penyu kepada penjual. Penjual berjanji tidak akan membeli dan menjual telur penyu lagi. Telur-telur tersebut kemudian dibawa dan diserahkan kepada pegiat lingkungan Dodoku Dive Center Ternate, Nyare Blok dan Orimafala untuk ditindaklanjuti.
Menurut aktivis lingkungan dari Global Youth Biodiversity Network (GYBN) Indonesia, Nadia, penyu merupakan satwa yang langka dan memiliki peran penting di alam. Penyu menjadi salah satu predator yang ada di laut dan merupakan bagian dari rantai makanan.
“Namun lebih dari itu, penyu adalah makhluk hidup sama seperti manusia, eksistensi penyu di bumi tidak mungkin tidak ada fungsinya. Bahkan batu kecil pun memiliki fungsi di planet ini,” jelas Nadia.
Salah satu fungsi penyu di alam, menurut Nadia, adalah sebagai penjaga terumbu karang. Di mana penyu akan menjadi predator dari alga-alga yang merusak atau menghambat pertumbuhan karang.
“Solusi dari urusan konservasi itu kadang terasa tidak adil untuk masyarakat yang hidupnya terpapar atau berada di situasi tersebut, maka penting sekali memahami betul “akar” dan sumber dari kejadian ini. Dari pada melestarikan semuanya tapi mengorbankan masyarakat, bagaimana kita mengangkat pendekatan konservasi berbasis inovasi-inovasi baru agar seumur hidup bisa saling berdampingan,” tandas Nadia.
Sementara itu, Dani, dari Dodoku Dive Center Ternate dan Nyare Blok mengatakan, pentingnya keberadaan penyu sebagai bagian dari rantai makanan yang ada di laut, mengharuskan kita sebagai manusia yang berakal budi untuk terus berupaya menjaga dan melindungi satwa tersebut.
“Pihak terkait, dalam hal ini pemerintah dan para pegiat lingkungan, harus saling berkolaborasi untuk terus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga, melindungi dan melestarikan satwa liar beserta habitatnya,” tuturnya.
Konservasi berbasis inovasi-inovasi baru juga terus dilakukan oleh kelompok pegiat konservasi penyu, Orimafala. Kelompok yang telah berdiri sejak tahun 2015 ini tetap konsisten dalam upaya konservasi penyu yang ada di kota Ternate dengan menggandeng bekas para pemburu penyu untuk hidup berdampingan dengan penyu. Mereka terus mengedukasi untuk memanfatkan telur penyu secukupnya guna keberlangsungan hidup penyu maupun keberlangsungan hidup manusia. (kep)