SOFIFI, NUANSA – Utang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku Utara kepada penyedia jasa atau pihak ketiga hingga saat ini belum kunjung dibayar. Karena itu, proses pembayaran utang ke pihak ketiga tahun ini dipastikan mengalami keterlambatan.
Kabarnya, anggaran pembayaran utang pihak ketiga yang digelontorkan senilai Rp70 miliar dalam APBD 2024 ini belum bisa dicairkan. Alasannya, semua progres pekerjaan fisik baik dari dana alokasi khusus (DAK) maupun multiyears yang sebagian besar sudah 100 persen itu harus dihitung ulang oleh tim ahli dari PUPR.
Informasi yang dihimpun Nuansa Media Grup (NMG), alasan PUPR menurunkan tim ahli karena ada perbedaan perhitungan utang pihak ketiga antara PUPR dan Badan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Maluku Utara yang mencapai Rp200 miliar.
Rencana PUPR menurunkan tim ahli tersebut membuat wakil rakyat geram. Anggota Komisi III DPRD Malut, Farida Djama, menilai langkah PUPR tidak efektif apabila tim ahli diturunkan saat pekerjaan sudah selesai 100 persen. Menurutnya, akan lebih efesien bila tim ahli diturunkan pada saat pekerjaan sedang berjalan.
“Tim ahli dapat dipakai itu efektifnya pada saat pembangunan sementara jalan. Dalam satu pekerjaan sudah ada konsultan, pengawas, direksi. Terus waktu selesai ada tim PHO dan inspekrorat juga turut mengawasi. Semua tahapan sudah dilakukan. Sekarang mau bikin pencairan tetapi sebelumnya tim ahli turun dulu,” ujarnya.
“Pekerjaan inikan sudah makan tahun, ada yang setahun, dua tahun dan tiga tahun, tentunya penyusutan itu pasti terjadi alias tidak sesuai. Jadi jangan jadikan itu untuk memperlambat proses pembayaran,” sambungnya.
Politikus Golkar ini menegaskan, alasan pihaknya tidak sepakat dengan langkah PUPR menurunkan tim ahli karena pada akhirnya pihak ketiga yang dibebankan.
Bahkan, kata dia, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan PUPR baru-baru ini, tidak ada pembicaraan soal itu, yang ada hanyalah pembahasan seputaran selisih utang dan skema penyelesaiannya.
“Sikap komisi III itu malam tidak setuju, karena nanti pada saat tim turun pasti membebani pihak ketiga. Komisi III mempersilakan kalau PUPR turun untuk monitoring evaluasi, karena itu tugas mereka tapi jangan jadikan syarat pembayaran utang,” tegasnya.
Sekadar diketahui, berdasarkan data perhitungan data angka utang pihak ketiga PUPR dan Inspektorat sama angkanya senilai Rp270 miliar. Sementara data utang yang tercatat di BPKAD terjadi perbedaan selisih yang sangat jauh yakni Rp70 miliar.
“Selisihnya itu karena posisi pembacaan Surat Perintah Membayar (SPM) utang oleh BPKAD Desember 2023. Sementara ada yang SPM banyak. Kalau kita (PUPR) hitung utang dengan Inspektorat sesuai kontrak,” jelas Plt Kadis PUPR Malut, Sofyan Kamarullah belum lama ini. (ano/tan)