JAILOLO, NUANSA – Puluhan massa aksi yang tergabung dalam organisasi Sentral Mahasiswa Halmahera Barat (Semahabar) Kota Ternate menggelar unjuk rasa di depan kantor Bupati Halmahera Barat, Senin (10/6).
Namun, massa yang sebelumnya menggelar aksi di depan kantor DPRD itu tidak berhasil menemui bupati James Uang dan wakil bupati Djufri Muhamad. Informasi yang dihimpun Nuansa Media Grup (NMG), pasangan berakronim JUJUR ini berada di Jakarta untuk melobi partai politik guna mendapatkan rekomendasi di pilkada 2024.
Ketua Semahabar Kota Ternate, M Haris F Kunter, dalam orasinya meminta bupati mengembalikan lokasi rencana pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama ke Kecamatan Loloda sebagaimana ditetapkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Ini karena bupati telah memindahkan lokasi tersebut ke Kecamatan Ibu.
“RS Pratama sejak tahun 2023 sesuai dengan hadiah yang diberikan langsung oleh Kementerian Kesehatan secara administratif letaknya berada di Loloda,” ujarnya.
Sayangnya, memasuki tahun 2024, bupati dinilai menggunakan haknya untuk memindahkan konstruksi pembangunan RS Pratama dari Loloda ke Ibu dengan alasan yang cenderung abai terhadap hak-hak warga Loloda tepatnya Desa Janu.
Padahal kata dia, Loloda dalam aspek pelayanan kesehatan masih sangat susah, bahkan setiap kali pelayanan kesehatan sering memakan korban ketika dirujuk dari puskesmas setempat menuju ke RSUD di pusat aktivitas pelayanan Kota Jailolo.
“Warga Loloda justru berharap kado dari kementerian pusat untuk pembangunan RS Pratama di Loloda menjadi sebuah harapan baru untuk menepis kejadian-kejadian yang dapat memakan korban,” katanya.
Ia menegaskan, jika pembangunan rumah sakit itu dibangun di Loloda, maka infrastruktur pendukung lainnya ikut serta dibangun, seperti jalan, jembatan, dan lain-lain.
“Sayangnya bupati terkesan mengesampingkan kebutuhan warga Loloda,” ucapnya.
Bahkan, kata dia, pemindahan lokasi pembangunan rumah sakit dari Loloda ke Ibu dinilai cacat secara administratif, karena belum memenuhi syarat dan ketentuan dalam perundang-undangan seperti UU No 25 Tahun 2024.
Atas dasar itu, massa aksi menuntut agar RS Pratama harus ditetapkan dan menjadi milik warga Loloda untuk memberikan jaminan kesejahteraan warga Loloda. Bupati juga diminta perjelas peralihan lokasi RS Pratama serta transparansi anggaran pembangunan RS Pratama.
Sementara, koordinator aksi, Ifano Haruna Haji, mengaku 15 program JUJUR dinilai omong kosong. Massa bahkan menolak kehadiran PT Geodipa di Halmahera Barat. Mereka juga meminta segera aktifkan kembali terminal Sidangoli serta berikan pemekaran untuk Jailolo Pesisir dan harus bertanggung jawab atas penyalahgunaan dana PEN.
Ia mengaku, menyesal dengan kondisi Halbar karena 1001 macam masalah yang terjadi di Halbar dinilai tak kunjung terselesaikan. Bahkan, menurutnya, posisi bupati atau Pemkab Halbar cenderung menafikan tugas dan tanggung jawabnya.
Padahal, kata dia, Halbar merupakan kabupaten tertua sejak Provinsi Maluku masih berada di Ambon, namun dalam berbagai aspek masyarakatnya masih jauh dari kata sejahtera.
Kepala Bagian Protokoler dan Komunikasi Pimpinan Setda Halbar, Ramli Naser, saat menemui massa aksi mengatakan seluruh aspirasi yang disampaikan akan diteruskan langsung kepada bupati.
Ia berharap, massa aksi tertib dalam menyampaikan aspirasi karena setiap yang disampaikan akan didengar dan menjadi catatan pemerintah daerah untuk dipertimbangkan. (adi/tan)